Author
rismeiniar-pattisina
View
110
Download
14
Embed Size (px)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kelimpahan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Gangguan Afektif
Bipolar”. Referat ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam kepanitraan Ilmu
Kedokteran Kejiwaan.
Kami mengucapkan terima kasih kepada dr. Lydia Esther Nurcahaya, SpKJ sebagai
dosen pembimbing utama. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Susi
Wijayanti, SpKJ dan dr. Meutia Laksminingrum, SpKJ.
Penulis sangat menyadari dalam penyusunan dan penulisan referat ini ada banyak
sekali kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun untuk perbaikan dan memperluas wawasan penulis.
Sekian saja kata pengantar dari penulis, semoga referat ini dapat memberi tambahan
ilmu bagi penulis khususnya dan dapat memberikan manfaat bagi yang membaca referat ini.
Jakarta, 24 April 2013
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Gangguan mood bipolar sudah dikenal sejak zaman Yunani kuno. Bipolaritas artinya
pergantian antara episode manic (hipomanik) dengan depresi. Istilah gangguan bipolar
sebenarnya kurang tepat karena ia tidak selalu merupakan dua emosi yang berlawanan dari
suatu kontinuum. Kadang merupakan dua emosi yang berlawanan dari suatu kontinuum.
Kadang-kadang pasien bisa memperlihatkan dua demensi emosi yang muncul bersamaan,
pada derajat berat tertentu. Keadaan ini disebut dengan episode campuran. Sekitar 40%
pasien dengan gangguan bipolar memperlihatkan dua campuran emosi. Keadaan campuran
yaitu suatu kondisi dengan dua emosi tersebut dapat muncul bersamaan atau pergantian
emosi tersebut (mania dan depresif) sangat cepat sehingga disebut juga manic disforik.
Gangguan bipolar merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodik dan ditandai oleh
gejala-gejala manic, depresi, dan campuran, biasanya rekuren serta dapat berlangsung seumur
hidup. Angka morbiditas dan mortalitasnya cukup tinggi. Tingginya angka mortalitas
disebabkan aleh seringnya terjadi komorbiditas antara gangguan bipolar dengan penyakit
fisik, misalnya, dengan diabetes melitus, penyakit jantung koroner, dan kanker. Komorbiditas
dapat pula terjadi dengan penyakit psikiatrik lainnya misalnya, dengan ketergangtungan zat
dan alcohol yang juga yang juga turut berkontribusi dalam meningkatkan mortalitas. Selain
itu, tingginya mortalitas juga dapat disebabkan oleh bunuh diri. Sekitar 25% penderita
gangguan bipolar pernah melakukan percobaan bunuh diri, paling sedikit satu kali dalam
kehidupannya. Oleh karena itu, penderita gangguan bipolar harus diobati dengan segera.
Gangguan bipolar merupakan gangguan jiwa berat yang prevalensinya cukup tinggi
yaitu 1%-2%. Etiologinya adalah multifaktor. Gangguan bipolar menjadi beban pribadi,
keluarga, dan sosial. Sebagian besar penderita mengalami sindrom gangguan bipolar secara
kronik. Kronisitasnya simtom tersebut menyebabkan terjadinya komorbiditas yang akhirnya
dapat menyebabkan gangguan fungsi dan kematian premature.
Pada gangguan bipolar I, prevalensinya pada laki-laki dan perempuan adalah sama sedangkan
pada gangguan bipolar II, prevalensinya pada wanita lebih tinggi bila dibandingkan dengan
laki-laki.
Pasien yang depresi merasa hilangnya energi, perasaan bersalah, mudah tersinggung,
hilangnya nafsu makan, dan penarikan diri dari lingkungan sosial. Sedangkan pasien yang
manic menunjukkan kebahagiaan yang luar biasa, gagasan yang meloncat-loncat, peninggian
harga diri, emosi yang labil,hiperaktivitas,dll.
Penurunan serotonin dapat mencetuskan depresi tetapi peningkatan kadar serotonin
dalam celah sinaps neuron, pada sistem limbik, yang berdampak terhadap dopamine receptor
supersensitivity dapat mencetuskan manik.
2. Epidemiologi
Penyakit ini mengenai sekitar 1% hingga 1,5% dari total populasi dan mungkin
sekitar 2% jika gejala-gejala bipolar II diikutsertakan. Prevalensi penyakit ini cenderung
untuk meningkat dari tahun ke tahun. Wanita dan laki-laki memiliki peluang yang sama
untuk terkena penyakit yang sering kali menimbulkan disabilitas ini, tetapi faktor hormonal
dapat berpengaruh pada perbedaan jenis kelamin dalam perjalanan klinis penyakit (seperti
angka yang lebih tinggi untuk cycling secara sangat cepat pada wanita).
Kelainannya seringkali muncul pada saat masa remaja atau dewasa awal (dengan rata-
rata usia 25 hingga 35 tahun) dan berpengaruh terhadap penderita sepanjang sisa hidupnya.
Walaupun sebelumnya dianggap sebagai gangguan pada orang dewasa, sekarang didapati
bahwa anak kecil juga ternyata dapat menderita dari gangguan bipolar ini. Semakin awal
onsetnya, semakin besar pula kemungkinan dari timbulnya gejala psikotik dan semakin jelas
terlihat pula hubungan genetiknya.
Morbiditas dan mortalitas yang signifikan yang berhubungan dengan gangguan
bipolar inilah yang menjadikan penyakit ini sebagai problema mayor kesehatan publik.
Insidens yang tercatat kemungkinan kurang dari insidens yang terjadi sebenarnya karena
pelaporan yang kurang dan kurangnya pengenalan akan episode manik dan hipomanik.
Prevalensi bipolar II dan siklotimia adalah rendah karena kebanyakan penelitian hanya
mengikut sertakan gangguan bipolar I saja. Meskipun ketika pola bipolar II diikut sertakan,
kesulitan untuk menetapkan riwayat dari episode hipomanik mengacu pada diagnosis yang
kurang. Menetapkan diagnosis siklotimia malah lebih sulit lagi.
Gangguan bipolar secara signifikan mempengaruhi ekonomi. Ia dapat menghasilkan
gangguan dan disabilitas fungsional dan membebani perusahaan-perusahaan di USA
sebanyak 14,1 juta dolar pertahunnya, menurut NIH. Menurut NAMI penyakit ini menempati
urutan ke-6 dari penyebab utama penyakit yang menimbulkan disabilitas diseluruh dunia dan
merupakan diagnosis kesehatan jiwa yang paling mahal, baik untuk pasien dan penyedia
asuransi.
BAB II
ISI
1. Definisi
Gangguan bipolar merupakan kategori diagnostik yang menggambarkan sebuah kelas dari
gangguan mood, dimana seseorang mengalami kondisi atau episode dari depresi dan/atau
manik, hipomanik, dan/atau kondisi campuran. Jika dibiarkan tanpa terapi, akan
menghasilakan kondisi psikiatrik dengan disabilitas berat. Perbedaan antara gangguan bipolar
dan unipolar (juga dikenal dengan “major depression”) adalah bahwa gangguan bipolar
melibatkan kondisi mood yang “energetik” atau “teraktivasi” sebagai tambahan dari kondisi
mood yang depresi.
Durasi dan intensitas dari kondisi mood bervariasi secara luas diantara orang-orang
dengan penyakit tersebut. Fluktuasi dari satu kondisi mood ke kondisi lainnya disebut dengan
“cycling” atau mood swings. Mood swing menyebabkan kelainan tidak hanya pada mood
seseorang, tetapi juga pada level energi, pola tidur, level aktivitas, ritme social dan
kemampuan berpikir seseorang. Banyak orang yang mengalami disabilitas untuk beberapa
waktu lamanya dan ketika hal tersebut terjadi mereka mengalami gangguan fungsi yang
berat.
Gejala dari gangguan bipolar biasanya tetap sama dari satu episode ke episode lainnya
pada seorang pasien, tetapi gejalanya dapat bertambah buruk atau malah membaik. Gejala
dari manik mencakup euphoria, peningkatan kepercayaan diri, bicara cepat, pikiran yang
berlomba-lomba, iratabilitas yang berlebihan, peningkatan energi dan berkurangnya
kebutuhan untuk tidur. Gejala dari depresi mencakup kesedihan, hilangnya minat pada
aktifitas sehari-hari, cepat lelah dan adanya pikiran-pikiran tentang kematian. Gejala psikotik
seperti halusinasi dan waham juga dapat muncul.
Untuk hipomanik, gejalanya biasanya lebih tidak destruktif seperti mania dan orang-
orang dengan hipomanik biasanya mengalami lebih sedikit gejala daripada mereka yang
mengalami manik secara komplit. Durasinya juga lebih pendek dari pada mania. Hal ini
seringkali menjadi keadaan yang “artistik” dari kelainan ini, karena terdapat flight of ideas,
pemikiran yang brilliant dan peningkatan energi. Sementara siklotimik menyerupai gejala
bipolar campuran, hanya saja destruktifitasnya tidaklah seperti manik atau depresif dan
perjalanan penyakitnya kronis.
Gangguan bipolar seringkali disalah-diagnosa karena orang yang sedang manik
cenderung untuk tidak mencari pengobatan. Ketika terapi dicari saat episode depresif, kondisi
ini dapat disalah tafsirkan sebagai gangguan depresi mayor. Diagnosis dari gangguan bipolar
melibatkan sebuah evaluasi tentang kesehatan jiwa. Evaluasi ini mencakup riwayat lengkap
dari gejala, termasuk onset, durasi dan keparahannya. Penegakan diagnosis juga mencakup
pengekslusian penyebab lain yang dapat menyerupai gejala gangguan bipolar seperti
penggunaan zat terlarang atau kelainan tiroid.
2. Etiologi
Penyebab gangguan bipolar multifaktor. Secara biologis dikaitkan dengan faktor
genetik dan gangguan neurotransmitter di otak. Secara psikososial dikaitkan dengan pola
asuh masa kanak-kanak, stress yang menyakitkan, stress kehidupan yang berat dan
berkepanjangan, dan banyak lagi faktor lainnya.4
Faktor Genetik
Penelitian keluarga telah menemukan bahwa kemungkinan menderita suatu gangguan
mood menurun saat derajat hubungan kekeluargaan melebar. Sebagai contoh, sanak saudara
derajat kedua (sepupu) lebih kecil kemungkinannya dari pada sanak saudara derajat pertama.
Penurunan gangguan bipolar juga ditunjukkan oleh fakta bahwa kira-kira 50 persen pasien
Gangguan bipolar memiliki sekurangnya satu orangtua dengan suatu Gangguan mood, paling
sering Gangguan depresif berat. Jika satu orangtua menderita gangguan bipolar, terdapat
kemungkinan 25 persen bahwa anaknya menderita suatu Gangguan mood. Jika kedua
orangtua menderita Gangguan bipolar, terdapat kemungkinan 50-75 persen anaknya
menderita Gangguan mood.3
Beberapa studi berhasil membuktikan keterkaitan antara Gangguan bipolar dengan
kromosom 18 dan 22, namun masih belum dapat diselidiki lokus mana dari kromosom
tersebut yang benar-benar terlibat. Beberapa diantaranya yang telah diselidiki adalah 4p16,
12q23-q24, 18 sentromer, 18q22-q23, dan 21q22. Yang menarik dari studi kromosom ini,
ternyata penderita sindrom Down (trisomi 21) beresiko rendah menderita Gangguan bipolar.4
Sejak ditemukannya beberapa obat yang berhasil meringankan gejala bipolar, peneliti
mulai menduga adanya hubungan neurotransmitter dengan Gangguan bipolar.
Neurotransmitter tersebut adalah dopamine, serotonin, noradrenalin. Gen-gen yang
berhubungan dengan neurotransmitter tersebut pun mulai diteliti seperti gen yang mengkode
monoamine oksidase A (MAOA), tirosin hidroksilase, cathecol-ometiltransferase (COMT),
dan serotonin transporter (5HTT). Penelitian terbaru menemukan gen lain yang berhubungan
dengan penyakit ini yaitu gen yang mengekspresi brain derived neurotrophic factor (BDNF).
BDNF adalah neurotropin yang berperan dalam regulasi plastisitas sinaps, neurogenesis, dan
perlindungan neuron otak. BDNF diduga ikut terlibat dalam mood. Gen yang mengatur
BDNF terletak pada kromosom 11p13. Terdapat tiga penelitian yang mencari tahu hubungan
antara BDNF dengan Gangguan bipolar dan hasilnya positif.4
Faktor Biologis
Kelainan di otak juga dianggap dapat menjadi penyebab penyakit ini. Terdapat
perbedaan gambaran otak antara kelompok sehat dengan penderita bipolar. Melalui
pencitraan magnetic resonance imaging (MRI) dan positron-emission tomography (PET),
didapatkan jumlah substansia nigra dan aliran darah yang berkurang pada korteks prefrontal
subgenual. Tak hanya itu, Blumberg dkk dalam Arch Gen Psychiatry 2003 pun menemukan
volume yang kecil pada amygdale dan hippocampus. Korteks prefrontal, amygdale, dan
hippocampus merupakan bagian dari otak yang terlibat dalam respon emosi (mood dan
afek).4
Penelitian lain menunjukkan ekspresi oligodendrosit-myelin berkurang pada otak
penderita bipolar. Seperti diketahui, oligodendrosit menghasilkan membran myelin yang
membungkus akson sehingga mampu mempercepat hantaran konduksi antar saraf. Bila
jumlah oligodendrosit berkurang, maka dapat dipastikan komunikasi antar saraf tidak
berjalan lancar.4
Faktor Lingkungan
Penelitian telah membuktikan faktor lingkungan memegang peranan penting dalam
Gangguan perkembangan bipolar. Faktor lingkungan yang sangat berperan pada kehidupan
psikososial dari pasien dapat menyebabkan stress yang dipicu oleh faktor lingkungan. Stress
yang menyertai episode pertama dari Gangguan bipolar dapat menyebabkan perubahan
biologik otak yang bertahan lama. Perubahan bertahan lama tersebut dapat menyebabkan
perubahan keadaan fungsional berbagai neurotransmitter dan sistem pemberian signal
intraneuronal. Perubahan mungkin termasuk hilangnya neuron dan penurunan besar dalam
kontak sinaptik. Hasil akhir perubahan tersebut adalah menyebabkan seseorang berada pada
resiko yang lebih tinggi untuk menderita Gangguan mood selanjutnya, bahkan tanpa adanya
stressor eksternal.2,3
2. Perjalanan Penyakit
3. Gambaran Klinik
Terdapat dua pola gejala dasar pada Gangguan bipolar yaitu, episode depresi dan
episode mania.
Episode manic:
Paling sedikit satu minggu (bisa kurang, bila dirawat) pasien mengalami mood yang elasi,
ekspansif, atau iritabel. Pasien memiliki, secara menetap, tiga atau lebih gejala berikut (empat
atau lebih bila hanya mood iritabel) yaitu:
a. Grandiositas atau percaya diri berlebihan
b. Berkurangnya kebutuhan tidur
c. Cepat dan banyaknya pembicaraan
d. Lompatan gagasan atau pikiran berlomba
e. Perhatian mudah teralih
f. Peningkatan energy dan hiperaktivitas psikomotor
g. Meningkatnya aktivitas bertujuan (social, seksual, pekerjaan dan sekolah)
h. Tindakan-tindakan sembrono (ngebut, boros, investasi tanpa perhitungan yang
matang)
Gejala yang derajatnya berat dikaitkan dengam penderitaan, gambaran psikotik,
hospitalisasi untuk melindungi pasien dan orang lain, serta adanya Gangguan fungsi sosial
dan pekerjaan. Pasien hipomania kadang sulit didiagnosa sebab beberapa pasien hipomania
justru memiliki tingkat kreativitas dan produktivitas yang tinggi. Pasien hipomania tidak
memiliki gambaran psikotik (halusinasi, waham atau perilaku atau pembicaraan aneh) dan
tidak memerlukan hospitalisasi.
Episode Depresi Mayor
Paling sedikit dua minggu pasien mengalami lebih dari empat symptom atau tanda yaitu :
a. Mood depresif atau hilangnya minat atau rasa senang
b. Menurun atau meningkatnya berat badan atau nafsu makan
c. Sulit atau banyak tidur
d. Agitasi atau retardasi psikomotor
e. Kelelahan atau berkurangnya tenaga
f. Menurunnya harga diri
g. Ide-ide tentang rasa bersalah, ragu-ragu dan menurunnya konsentrasi
h. Pesimis
i. Pikiran berulang tentang kematian, bunuh diri (dengan atau tanpa rencana) atau
tindakan bunuh diri.
Gejala-gejala diatas menyebabkan penderitaan atau mengganggunya fungsi personal, sosial,
pekerjaan.
Episode Campuran
Paling sedikit satu minggu pasien mengalami episode mania dan depresi yang terjadi
secara bersamaan. Misalnya, mood tereksitasi (lebih sering mood disforik), iritabel, marah,
serangan panic, pembicaraan cepat, agitasi, menangis, ide bunuh diri, insomnia derajat berat,
grandiositas, hiperseksualitas, waham kejar dan kadang-kadang bingung. Kadang-kadang
gejala cukup berat sehingga memerlukan perawatan untuk melindungi pasien atau orang lain,
dapat disertai gambaran psikotik, dan mengganggu fungsi personal, social dan pekerjaan.
Episode Hipomanik
Paling sedikit empat hari, secara menetap, pasien mengalami peningkatan mood, ekspansif
atau irritable yang ringan, paling sedikit terjadi gejala (empat gejala bila mood irritable)
yaitu:
a. Grandiositas atau meningkatnya kepercayaan diri
b. Berkurangnya kebutuhan tidur
c. Meningkatnya pembicaraan
d. Lompat gagasan atau pemikiran berlomba
e. Perhatian mudah teralih
f. Meningkatnya aktifitas atau agitasi psikomotor
g. Pikiran menjadi lebih tajam
h. Daya nilai berkurang
Tidak ada gambaran psikotik (halusinasi, waham, atau prilaku atau pembicaraan aneh) tidak
membutuhkan hospitalisasi dan tidak mengganggu fungsi personal, sosial, dan pekerjaan.
Sering kali dilupakan oleh pasien tetapi dapat dikenali oleh keluarga.
Sindrom Psikotik3
Pada kasus berat, pasien mengalami gejala psikotik. Gejala psikotik yang paling sering
yaitu:
a. Halusinasi (auditorik, visual, atau bentuk sensasi lainnya)
b. Waham
Misalnya, waham kebesaran sering terjadi pada episode mania sedangkan waham
nihilistic terjadi pada episode depresi. Ada kalanya simtom psikotik tidak serasi dengan
mood. Pasien dengan Gangguan bipolar sering didiagnosis sebagai skizofrenia. Ciri psikotik
biasanya merupakan tanda prognosis yang buruk bagi pasien dengan Gangguan bipolar.
Faktor berikut ini telah dihubungkan dengan prognosis yang buruk seperti: durasi episode
yang lama, disosiasi temporal antara Gangguan mood dan gejala psikotik, dan riwayat
penyesuaian social pramorbid yang buruk. Adanya ciri-ciri psikotik yang memiiki penerapan
terapi yang penting, pasien dengan symptom psikotik hampir selalu memerlukan obat anti
psikotik di samping anti depresan atau anti mania atau mungkin memerlukan terapi
antikonvulsif untuk mendapatkan perbaikan klinis.
4. Kriteria Diagnosis
Keterampilan wawancara dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis. Informasi dari
keluarga sangat diperlukan. Diagnosis ditegakkan berdasarkan criteria yang terdapat dalam
DSM-IV atau ICD-10. Salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi
symptom Gangguan bipolar adalah The Structured clinical Interview for DSM-IV (SCID).
The Present State Examination (PSE) dapat pula digunakan untuk mengidentifikasi symptom
sesuai dengan ICD-10.
Pembagian menurut DSM-IV:
Gangguan mood bipolar I
Gangguan mood bipolar I, episode manic tunggal
A. Hanya mengalami satu kali episode manic dan tidak ada rwayat depresi mayor
sebelumnya.
B. Tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform, skizoafektif,
Gangguan waham, atau dengan Gangguan psikotik yang tidak dapat
diklasifikasikan.
C. Gejala-gejala tidak disebabkan efek fisiologik langsung zat atau kondisi medic
umum
D. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup bermakna
atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan dan aspek fungsi penting
lainnya.
Gangguan mood bipolar I, episode manic sekarang ini
A. Saat ini dalam episode manic
B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu kali episode manik,
depresi, atau campuran.
C. Episode mood pada kriteria A dan B bukan skizoafektif dan tidak bertumpang
tindih dengan skizofrenia, skizofreniform, Gangguan waham, atau dengan
Gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan.
D. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung zat atau kondisi
medik umum.
E. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup bermakna
atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan dan aspek fungsi penting
lainnya.
Gangguan mood bipolar I, episode campuran saat ini
A. Saat ini dalam episode campuran
B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami episode manik, depresi atau
campuran
C. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan skizoafektif
dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizifreniform, Gangguan
waham, atau Gangguan psikotik yang tidak diklasifikasikan
D. Gejala-gejala tidak disebabkan efek oleh fisiologik langsung zat atau kondisi
medik umum
E. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup bermakna
atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan, atau aspek fungsi penting
lainnya.
Gangguan mood bipolar I, episode hipomanik saat ini
A. Saat ini dalam episode hipomanik
B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu episode manic atau
campuran
C. Gejala mood menyebabkan penderita yang secara klinik cukup bermakna atau
hendaya social, pekerjaan atau aspek fungsi penting lainnya
D. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan sebagai
skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform,
Gangguan waham, dan dengan Gangguan psikotik yang tidak dapat
diklasifikasikan.
Gangguan mood bipolar I, episode depresi saat ini
A. Saat ini dalam episode depresi mayor
B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami episode manik dan campuran
C. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan sebagai
skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform,
Gangguan waham, dan dengan Gangguan psikotik yang tidak dapat
diklasifikasikan.
D. Gejala-gejala tidak disebabkan efek fisiologik langsung zat atau kondisi medik
umum
E. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup bermakna
atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan, atau aspek fungsi penting
lainnya.
Gangguan mood bipolar I, Episode Yang tidak dapat diklasifikasikan saat ini
A. Criteria, kecuali durasi, saat ini, memenuhi kriteria untuk manik, hipomanik,
campuran atau episode depresi.
B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu episode manik atau
campuran.
C. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan sebagai
skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform,
Gangguan waham, atau dengan Gangguan psikotik yang tidak dapat
diklasifikasikan di tempat lain.
D. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup bermakna
atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan, atau aspek fungsi penting
lainnya.
Ganggguan Mood Bipolar II
Satu atau lebih episode depresi mayor yang disertai dengan paling sedikit satu episode
hipomanik.
Gangguan Siklotimia
A. Paling sedikit selama dua tahun, terdapat beberapa periode dengan gejala-gejala
hipomania dan beberapa periode dengan gejala-gejala depresi yang tidak memenuhi
criteria untuk Gangguan depresi mayor. Untuk anak-anak dan remaja durasinya paling
sedikit satu tahun.
B. Selama periode dua tahun di atas penderita tidak pernah bebas dari gejala-gejala pada
kriteria A lebih dari dua bulan pada suatu waktu.
C. Tidak ada episode depresi mayor, episode manik, episode campuran, selama dua
tahun Gangguan tersebut
Catatan: setelah dua tahun awal, siklotimia dapat bertumpang tindih dengan manic
atau episode campuran (diagnosis GB I dan Gangguan siklotimia dapat dibuat) atau
episode depresi mayor (diagnosis GB II dengan Gangguan siklotimia dapat
ditegakkan)
D. Gejala-gejala pada criteria A bukan skizoafektif dan tidak bertumpangtindih dengan
skizofrenia, skizofreniform, gangguan waham, atau dengan Gangguan psikotik yang
tidak dapat diklasifikasikan.
E. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung zat atau kondisi medic
umum
F. Gejala-gejala di atas menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup bermakna
atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan atau aspek fungsi penting lainnya.
Pembagian menurut PPDGJ III:
F31 Gangguan Afek bipolar
Gangguan ini tersifat oleh episode berulang (sekurang-kurangnya dua episode)
dimana afek pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, pada waktu tertentu
terdiri dari peningkatan afek disertai penambahan energi dan aktivitas (mania atau
hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan afek disertai pengurangan energi
dan aktivitas (depresi). Yang khas adalah bahwa biasanya ada penyembuhan
sempurna antar episode. Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan
berlangsug antara 2 minggu sampai 4-5 bulan, episode depresi cenderung berlangsung
lebih lama (rata-rata sekitar 6 bulan) meskipun jarang melebihi 1 tahun kecuali pada
orang usia lanjut. Kedua macam episode itu seringkali terjadi setelah peristiwa hidup
yang penuh stress atau trauma mental lainnya (adanya stress tidak esensial untuk
penegakan diagnosis).
Termasuk: gangguan atau psikosis manik-depresif
Tidak termasuk: Gangguan bipolar, episode manic tunggal (F30)
F31.0 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Klinik Hipomanik
Episode yang sekarang harus memenuhi criteria untuk hipomania (F30); dan
Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik , depresif,
atau campuran) di masa lampau.
F31.1 Gangguan afektif Bipolar, Episode kini Manik Tanpa Gejala Psikotik
Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania tanpa gejala psikotik
(F30.1); dan
Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik, depresif,
atau campuran) di masa lampau.
F31.2 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik dengan gejala psikotik
Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania dengan gejala psikotik
(F30.2); dan
Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik, depresif
atau campuran) di masa lampau
F31.3 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Ringan atau Sedang
Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresi ringan (F32.0)
atau pun sedang (F32.1); dan
Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik, atau campuran
di masa lampau
F31.4 gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat tanpa gejala psikotik
Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat tanpa
gejala psikotik (F32.2); dan
Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik, atau campuran
di masa lampau
F31.5 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat dengan Gejala Psikotik
Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat dengan
gejala psikotik (F32.3);dan
Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik, atau campuran
dimasa lampau
F31.6 Gangguan Afektif Bipolar Campuran
Episode yang sekarang menunjukkan gejala-gejala manik, hipomanik, dan depresif
yang tercampur atau bergantian dengan cepat (gejala mania/hipomania dan depresif
yang sama-sama mencolok selama masa terbesar dari episode penyakit yang
sekarang, dan telah berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu); dan
Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik, atau campuran
di masa lampau
F31.7 Gangguan Afektif Bipolar, kini dalam Remisi
Sekarang tidak menderita gangguan afektif yang nyata selama beberapa bulan terakhir
ini, tetapi pernah mengalami sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik,
manik atau campuran di masa lampau dan ditambah sekurang-kurangnya satu episode
afektif lain (hipomanik, manik, depres if atau campuran)
F31.8 Gangguan Afektif Bipolar Lainnya
F31.9 Gangguan Afektif Bipolar YTT
5. Pemeriksaan Penunjang
6. Diagnosis Banding
Terdapat beberapa gangguan mental lainnya yang memiliki gejala yang sama dengan
gangguan bipolar seperti skizofrenia, skizoafektif, intoksikasi obat, gangguan skizofreniform,
dan gangguan kepribadian ambang.2
7. Penatalaksanaan
Farmakoterapi
Pendekatan farmakoterapeutik terhadap gangguan bipolar telah menimbulkan perubahan
besar dalam pengobatannya dan secara dramatis telah mempengaruhi perjalanan gangguan
bipolar dan menurunkan biaya bagi penderita.3
Penatalaksanaan Kedaruratan Agitasi Akut Pada Gangguan Bipolar1
Lini 1
Terapi:
- Injeksi IM aripiprazol efektif untuk pengobatan agitasi pada pasien dengan episode
mania atau campuran akut. Dosis adalah 9,75 mg/injeksi. Dosis maksimum adalah
29,25 mg/hari (tiga kali injeksi perhari dengan interval dua jam). Berespon dalam 45-
60 menit.
- Injeksi IM olanzapin efektif untuk agitasi pada pasien dengan episode mania atau
campuran akut. Dosis 10 mg/injeksi. Dosis maksimum adalah 30 mg/hari. Berespon
dalam 15-30 menit. Interval pengulangan injeksi adalah dua jam. Sebanyak 90%
pasien menerima hanya satu kali injeksi dalam 24 jam pertama. Injeksi lorazepam 2
mg/injeksi. Dosis maksimum Lorazepam 4 mg/hari. Dapat diberikan bersamaan
dengan injeksi IM Aripiprazol atau Olanzapin. Jangan dicampur dalam satu jarum
suntik karena mengganggu stabilitas antipsikotika.
Lini 2
Terapi:
- Injeksi IM Haloperidol yaitu 5 mg/kali injeksi. Dapat diulang setelah 30 menit. Dosis
maksimum adalah 15 mg/hari.
- Injeksi IM Diazepam yaitu 10 mg/kali injeksi. Dapat diberikan bersamaan dengan
injeksi haloperidol IM. Jangan dicampur dalam satu jarum suntik.
Penatalaksanaan Terapi Farmakologi Pada Mania Akut1
Lini 1
Terapi:
- Litium, diivalproat, olanzapin, risperidon, quetiapin, quetiapin XR, aripiprazol, litium
atau divalproat + risperidon, litium atau divalproat + quetiapin, litium atau divalproat
+ olanzapin, litium atau divalproat + aripiprazol.
Lini 2
Terapi:
- Karbamazepin, Terapi Kejang Listrik (TKL), litium + divalproat, paripalidon
Lini 3
Terapi:
- Haloperidol, klorpromazin, litium atau divalproat haloperidol, litium +karbamazepin,
klozapin
Tabel 1. Algoritma Terapi Mania Akut pada Gangguan Bipolar
Penatalaksanaan Episode Depresi Akut pada Gangguan Bipolar 11
Lini 1
Terapi:
- Litium, lamotrigin, quetiapin, quetiapin XR, litium atau divalproat + SSRI, Olanzapin
+ SSRI, litium + divalproat.
Lini 2
Terapi:
- Quetiapin + SSRI, divalproat, litium atau divalproat + lamotrigin
Lini 3
Terapi:
- Karbamazepin, olanzapin, litium + karbamazepin, litium atau divalproat +
venlafaksin, litium + MAOI, TKL, Litium atau divalproat atau AA + TCA, litium
atau divalproat atau karbamazepin + SSRI + Lamotrigin, penambahan topiramat.
Obat-obat yang tida direkomendasikan
- Gabapentin monoterapi, aripiprazol mono terapi
Rekomendasi terapi rumatan pada gangguan bipolar 11
Lini 1
Terapi:
- Litium, lamotrigin monoterapi, divalproat, olanzapin, quetiapin, litium atau divalproat
+ quetiapin, risperidon injeksi jangka panjang (RIJP), penambahan RIJP, aripiprazol
Lini 2
Terapi:
- Karbamazepin, litium +divalproat, litium + karbamazepine, litium + divalproat +
olanzapin, litium + risperidon, litium + lamotrigin, olanzapin + fluoksetin
Lini 3
Terapi:
- Penambahan fenitoin, penambahan olanzapin, penambahan ECT, penambahan
topiramat, penambahan asam lemak omega-3, penambahan okskarbazepin
Obat-obatan yang tidak direkomendasikan:
- Gabapentin, topiramat atau antidepresan monoterapi
Penatalaksanaan Depresi akut pada Gangguan Bipolar II1
Lini 1
Terapi:
- Quetiapin
Lini 2
Terapi:
- Litium, lamotrigin, divalproat, litium atau divalproat + antidepresan, litium +
divalproat, antipsikotika atipik + antidepresan.
Lini 3
Terapi:
- Antidepresan mono terapi (terutama untuk pasien yang jarang mengalami hipomania)
Rekomendasi Terapi Rumatan pada Gangguan Bipolar II1
Lini 1
Terapi:
- Litium, lamotrigin
Lini 2
Terapi:
- Divalproat, litium atau divalproat atau antipsikotika atipik + antidepresan, kombinasi
dua dari: litium, lamotrigin, divalproat, atau antipsikotika atipik.
Lini 3
Terapi:
- Karbamazepin, antipsikotika atipik, ECT
Obat-obatan yamg tidak dianjurkan:
- Gabapentin.
Tabel 2. Algoritma terapi Episode Depresi pada Gangguan Bipolar.
Berikut adalah obat-obatan yang dapat digunakan pada gangguan bipolar:
Litium 1
Litium sudah digunakan sebagai terapi mania akut sejak 50 tahun yang lalu.
Farmakologi
Sejumlah kecil litium terikat dengan protein. Litium diekskresikan dalam bentuk utuh hanya
melalui ginjal.
Indikasi
Episode mania akut, depresi, mencegah bunuh diri, dan bermanfaat sebagai terapi rumatan
GB.
Dosis
Respons litium terhadap mania akut dapat dimaksimalkan dengan menitrasi dosis
hingga mencapai dosis terapeutik yang berkisar antara 1,0-1,4 mEq/L. Perbaikan terjadi
dalam 7-14 hari. Dosis awal yaitu 20 mg/kg/hari. Dosis untuk mengatasi keadaan akut lebih
tinggi bila dibandingkan dengan terapi rumatan. Untuk terapi rumatan, dosis berkisar antara
0,4-0,8 mEq/L. Dosis kecil dari 0,4 mEq/L, tidak efektif sebagai terapi rumatan. Sebaliknya,
gejala toksisitas litium dapat terjadi bila dosis 1,5 mEq/L.
Efek samping
Efek samping yang dilaporkan adalah mual, muntah, tremor, somnolen, penambahan
berat badan, dan penumpulan kognitif. Neurotoksisitas, delirium, dan ensefalopati dapat pula
terjadi akibat litium. Neurotoksisitas bersifat irreversible. Akibat intoksikasi litium, deficit
neurologi permanen dapat terjadi misalnya, ataksia, deficit memori, dan gangguan
pergerakan. Untuk mengatasi intoksikasi litium, hemodialisis harus segera dilakukan. Litium
dapat merusak tubulus ginjal. Factor resiko kerusakan ginjal adalah intoksikasi litium,
polifarmasi dan adanya penyakit fisik yang lainnya. Pasien yang mengkonsumsi litium dapat
mengalami poliuri. Oleh karena itu, pasien dianjurkan untuk banyak meminum air.
Pemeriksaan laboratorium
Sebelum memberikan litium, fungsi ginjal (ureum dan kreatinin) dan fungsi tiroid,
harus diperiksa terlebih dahulu. Untuk pasien yang berumur di atas 40 tahun, pemeriksaan
EKG harus dilakukan. Fungsi ginjal harus diperiksa Setiap Setiap 2-3 bulan dan fungsi tiroid
dalam enam bulan pertama. Setelah enam bulan, fungsi ginjal dan tiroid diperiksa sekali
dalam 6-12 bulan atau bila ada indikasi.
Wanita hamil
Penggunaan litium pada wanita hamil dapat menimbulkan malformasi janin.
Kejadiannya meningkat bila janin terpapar pada kehamilan yang lebih dini. Wanita dengan
GB yang derajatnya berat, yang mendapat rumatan litium, dapat melanjutkan litium selama
kehamilan bila ada indikasi klinis. Kadar litium darahnya harus dipantau dengan seksama.
Pemeriksaan USG untuk memantau janin, harus dilakukan. Selama kehamilannya, wanita
tersebut harus disupervisioleh ahli kebidanan dan psikiater. Sebelum kehamilan terjadi, risiko
litium terhadap janin dan efek putus litium terhadap ibu harus didiskusikan.
Valproat
Valproat merupakan obat antiepilepsi yang disetujui oleh FDA sebagai antimania.
Valproat tersedia dalam bentuk:
1. Preparat oral;
a. Sodium divalproat, tablet salut, proporsi antara asam valproat dan sodium valproat
adalah sama (1:1)
b. Asam valproat
c. Sodium valproat
d. Sodium divalproat, kapsul yang mengandung partikel-partikel salut yang dapat
dimakan secara utuh atau dibuka dan ditaburkan ke dalam makanan.
e. Divalproat dalam bentuk lepas lambat, dosis sekali sehari
2. Preparat intravena
3. Preparat sipusitoria
Farmakologi
Terikat dengan protein. Diserap dengan cepat setelah pemberian oral. Konsentrasi
puncak plasma valproat sodium dan asam valproat dicapai dalam dua jam sedangkan sodium
divalproat dalam 3-8 jam. Awitan absorbsi divalproat lepas lambat lebih cepat bila
dibandingkan dengan tablet biasa. Absorbsi menjadi lambat bila obat diminum bersamaan
dengan makanan. Ikatan valproat dengan protein meningkat bila diet mengandung rendah
lemak dan menurun bila diet mengandung tinggi lemak.
Dosis
Dosis terapeutik untuk mania dicapai bila konsentrasi valproat dalam serum berkisar
antara 45 -125 mg/mL. Untuk GB II dan siklotimia diperlukan divalproat dengan konsentrasi
plasma < 50 mg/mL. Dosis awal untuk mania dimulai dengan 15-20 mg/kg/hari atau 250 –
500 mg/hari dan dinaikkan setiap 3 hari hingga mencapai konsentrasi serum 45- 125 mg/mL.
Efek samping, misalnya sedasi, peningkatan nafsu makan, dan penurunan leukosit serta
trombosit dapat terjadi bila konsentrasi serum > 100 mg/mL. Untuk terapi rumatan,
konsentrasi valproat dalam plasma yang dianjurkan adalah antara 75-100 mg/mL.
Indikasi
Valproat efektif untuk mania akut, campuran akut, depresi mayor akut, terapi rumatan
GB, mania sekunder, GB yang tidak berespons dengan litium, siklus cepat, GB pada anak dan
remaja, serta GB pada lanjut usia.
Efek Samping
Valproat ditoleransi dengan baik. Efek samping yang dapat terjadi, misalnya
anoreksia, mual, muntah, diare, dispepsia, peningkatan (derajat ringan) enzim transaminase,
sedasi, dan tremor. Efek samping ini sering terjadi pada awal pengobatan dan bekurang
dengan penurunan dosis atau dengan berjalannya waktu. Efek samping gastrointestinal lebih
sering terjadi pada penggunaan asam valproat dan valproat sodium bila dibandingkan dengan
tablet salut sodium divalproat.
Lamotrigin
Lamotrigin efektif untuk mengatasi episode bipolar depresi. Ia menghambat kanal
Na+. Selain itu, ia juga menghambat pelepasan glutamat.
Farmakokinetik
Lamotrigin oral diabsorbsi dengan cepat. Ia dengan cepat melewati sawar otak dan
mencapai konsentrasi puncak dalam 2-3 jam. Sebanyak 10% lamotrigin dieksresikan dalam
bentuk utuh.
Indikasi
Efektif untuk mengobati episode depresi, GB I dan GB II, baik akut maupun rumatan.
Lamotrigin juga efektif untuk GB, siklus cepat.
Dosis
Berkisar antara 50-200 mg/hari.
Efek Samping
Sakit kepala, mual, muntah, pusing, mengantuk, tremor, dan berbagai bentuk kemerahan di
kulit.
Antipsikotika Atipik
Antipsikotika atipik, baik monoterapi maupun kombinasi terapi, efektif sebagai terapi
lini pertama untuk GB. Beberapa antipsikotika atipik tersebut adalah olanzapin, risperidon,
quetiapin, dan aripiprazol.
Risperidon
Risperidon adalah derivat benzisoksazol. Ia merupakan antipsikotika atipik pertama
yang mendapat persetujuan FDA setelah klozapin.
Absorbsi
Risperidon diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian oral. Ia dimetabolisme oleh
enzim hepar yaitu CYP 2D6.
Dosis
Untuk preparat oral, risperidon tersedia dalam dua bentuk sediaan yaitu tablet dan
cairan. Dosis awal yang dianjurkan adalah 2 mg/hari dan besoknya dapat dinaikkan hingga
mencapai dosis 4 mg/hari. Sebagian besar pasien membutuhkan 4-6 mg/hari. Risperidon
injeksi jangka panjang (RIJP) dapat pula digunakan untuk terapi rumatan GB. Dosis yang
dianjurkan untuk orang dewasa atau orang tua adalah 25 mg setiap dua minggu. Bila tidak
berespons dengan 25 mg, dosis dapat dinaikkan menjadi 37,5 mg - 50 mg per dua minggu.
Indikasi
Risperidon bermanfaat pada mania akut dan efektif pula untuk terapi rumatan
Efek Samping
Sedasi, fatig, pusing ortostatik, palpitasi, peningkatan berat badan, berkurangnya
gairah seksual, disfungsi ereksi lebih sering terjadi pada risperidon bila dibandingkan dengan
pada plasebo. Meskipun risperidon tidak terikat secara bermakna dengan reseptor kolinergik
muskarinik, mulut kering, mata kabur, dan retensi urin, dapat terlihat pada beberapa pasien
dan sifatnya hanya sementara. Peningkatan berat badan dan prolaktin dapat pula terjadi pada
pemberian risperidon.
Olanzapin
Olanzapin merupakan derivat tienobenzodiazepin yang memiliki afinitas terhadap
dopamin (DA), D2, D3, D4, dan D5, serotonin 2 (5-HT2); muskarinik, histamin 1(H1), dan
a1- adrenergik.
Indikasi
Olanzapin mendapat persetujuan dari FDA untuk bipolar episode akut mania dan
campuran. Selain itu, olanzapin juga efektif untuk terapi rumatan GB.
Dosis
Kisaran dosis olanzapin adalah antara 5-30 mg/hari.
Efek Samping
Sedasi dapat terjadi pada awal pengobatan tetapi berkurang setelah beberapa lama.
Efek antikolinergik dapat pula terjadi tetapi kejadiannya sangat rendah dan tidak
menyebabkan penghentian pengobatan. Risiko terjadinya diabetes tipe-2 relatif tinggi bila
dibandingkan dengan antipsikotika atipik lainnya. Keadaan ini dapat diatasi dengan
melakukan psikoedukasi, misalnya merubah gaya hidup, diet dan latihan fisik.
Quetiapin
Quetiapin merupakan suatu derivat dibenzotiazepin yang bekerja sebagai antagonis 5-
HT1A dan 5 -HT2A, dopamin D1, D2, histamin H1 serta reseptor adrenergik a1 dan a2.
Afinitasnya rendah terhadap reseptor D2 dan relatif lebih tinggi terhadap serotonin 5-HT2A.
Dosis
Kisaran dosis pada gangguan bipolar dewasa yaitu 200-800 mg/hari. Tersedia dalam
bentuk tablet IR (immediate release) dengan dosis 25 mg, 100 mg, 200 mg, dan 300 mg,
dengan pemberian dua kali per hari. Selain itu, juga tersedia quetiapin-XR dengan dosis 300
mg, satu kali per hari.
Indikasi
Quetiapin efektif untuk GB I dan II, episdoe manik, depresi, campuran, siklus cepat,
baik dalam keadaan akut maupun rumatan.
Efek Samping
Quetiapin secara umum ditoleransi dengan baik. Sedasi merupakan efek samping yan
sering dilaporkan. Efek samping ini berkurang dengan berjalannya waktu. Perubahan dalam
berat badan dengan quetiapin adalah sedang dan tidak menyebabkan penghentian
pengobatan. Peningkatan berat badan lebih kecil bila dibandingkan dengan antipsikotika
tipik.
Aripiprazol
Aripiprazol adalah stabilisator sistem dopamin-serotonin.
Farmakologi
Aripiprazol merupakan agonis parsial kuat pada D2, D3, dan 5-HT1A serta antagonis
5- HT2A. Ia juga mempunyai afinitas yang tinggi pada reseptor D3, afinitas sedang pada D4,
5-HT2c, 5-HT7, a1-adrenergik, histaminergik (H1), dan serotonin reuptake site (SERT), dan
tidak terikat dengan reseptor muskarinik kolinergik.
Dosis
Aripiprazol tersedia dalam bentuk tablet 5,10,15,20, dan 30 mg. Kisaran dosis
efektifnya per hari yaitu antara 10-30 mg. Dosis awal yang direkomendasikan yaitu antara 10
- 15 mg dan diberikan sekali sehari. Apabila ada rasa mual, insomnia, dan akatisia,
dianjurkan untuk menurunkan dosis. Beberapa klinikus mengatakan bahwa dosis awal 5 mg
dapat meningkatkan tolerabilitas.
Indikasi
Aripiprazol efektif pada GB, episode mania dan episode campuran akut. Ia juga
efektif untuk terapi rumatan GB. Aripiprazol juga efektif sebagai terapi tambahan pada GB I,
episode depresi.
Efek Samping
Sakit kepala, mengantuk, agitasi, dispepsia, anksietas, dan mual merupakan kejadian
yang tidak diinginkan yang dilaporkan secara spontan oleh kelompok yang mendapat
aripiprazol. Efek samping ekstrapiramidalnya tidak berbeda secara bermakna dengan plasebo.
Akatisia dapat terjadi dan kadang-kadang dapat sangat mengganggu pasien sehingga sering
mengakibatkan penghentian pengobatan. Insomnia dapat pula ditemui. Tidak ada
peningkatan berat badan dan diabetes melitus pada penggunaan aripiprazol. Selain itu,
peningkatan kadar prolaktin juga tidak dijumpai. Aripiprazol tidak menyebabkan perubahan
interval QTc.
Antidepresan
Antidepresan efektif untuk mengobati GB, episode depresi. Penggunaannya harus
dalam jangka pendek. Penggunaan jangka panjang berpotensi meginduksi hipomania atau
mania. Untuk menghindari terjadinya hipomania dan mania, antidepresan hendaklah
dikombinasi dengan stabilisator mood atau dengan antipsikotika atipik.
Psikoterapi
Disamping pengobatan medikamentosa, psikoterapi adalah salah satu terapi yang efektif
untuk gangguan bipolar. Terapi ini memberikan dukungan, edukasi, dan petunjuk untuk
seorang dengan gangguan bipolar. Beberapa jenis psikoterapi yaitu:
1. Cognitive behavioral therapy (CBT) membantu penderita gangguan bipolar untuk
mengubah pola pikir dan perilaku negative.
2. Family-focused therapy melibatkan anggota keluarga. Terapi ini juga memfokuskan
pada komunikasi dan pemecahan masalah.
3. Interpersonal and social rhythm therapy membantu penderita gangguan bipolar
meningkatkan hubungan sosial dengan orang lain dan mengatur aktivitas harian
mereka.
4. Psychoeducation mengajarkan pada penderita gangguan bipolar mengenai penyakit
yang mereka derita beserta dengan penatalaksanaannya. Terapi ini membantu
penderita mengenali gejala awal dari episode baik manik maupun depresi sehingga
mereka bisa mendapatkan terapi sedini mungkin.
8. Prognosis
Prognosis tergantung pada penggunaan obat-obatan dengan dosis yang tepat,
pengetahuan komprehensif mengenai penyakit ini dan efeknya, hubungan positif dengan
dokter dan therapist, kesehatan fisik. Semua faktor ini merujuk ke prognosis bagus.
Akan tetapi prognosis pasien gangguan bipolar I lebih buruk dibandingkan dengan
pasien dengan gangguan depresif berat. Kira-kira 40%-50% pasien gangguan bipolar I
memiliki episode manik Kedua dalam waktu dua tahun setelah episode pertama. Kira-kira
7% dari semua pasien gangguan bipolar I tidak menderita gejala rekurensi, 45% menderita
lebih dari satu episode, dan 40% menderita gangguan kronis. Pasien mungkin memiliki 2
sampai 30 episode manik, walaupun angka rata-rata adalah Sembilan episode. Kira-kira 40%
dari semua pasien menderita lebih dari 10 episode.
9. Komplikasi