Upload
vudang
View
221
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
GAMBARAN PERSAHABATAN DAN PENYESUAIAN DIRI
PADA MAHASISWI UIN JAKARTA
YANG MENGENAKAN CADAR
Skripsi diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Disusun Oleh :
ADE SUSANTI 103070028978
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2008
ii
GAMBARAN PERSAHABATAN DAN PENYESUAIAN DIRI
PADA MAHASISWI UIN JAKARTA
YANG MENGENAKAN CADAR
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi
syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi
Oleh :
ADE SUSANTI
NIM: 103070028978
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing 1
Pembimbing 2
Dr. Achmad Syahid, M. Ag NIP. 150 267 280
Ikhwan Lutfi, M. Psi NIP. 150 36 88
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2008
iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul persahabatan dan penyesuaian diri pada mahasiswi
UIN Jakarta yang mengenakan cadar, telah diujikan dalam Sidang
Munaqasah Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal
18 Maret 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana, program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.
Jakarta, 18 Maret 2008
Sidang Munaqasah
Ketua Merangkap Anggota
Dra. Netty Hartati, M. Si NIP: 150 215 938
Sekretaris Merangkap Anggota
Dra. Zahrotun Nihayah, M. Si NIP: 150 238 773
Anggota
Penguji I
Dra. Netty Hartati, M. Si NIP: 150 215 938
Penguji II
Dr. Achmad Syahid M. Ag NIP: 150 267 280
Pembimbing I
Dr. Achmad Syahid M. Ag NIP: 150 267 280
Pembimbing II
Ikhwan Lutfi, M. Psi NIP. 150 36 88
iv
MOTTO MOTTO MOTTO MOTTO
Jangan pernah berfikir tidak,
kalau kita belum pernah merasakannya
dan jangan pernah ragu
kalau kita belum menjalankannya
dan jangan pernah menyerah sebelum kita menang
v
PERSEMBAHANPERSEMBAHANPERSEMBAHANPERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan untuk
Ibundaku dan Ayahandaku (alm) tercinta, dan semua
orang-orang yang kusayangi thanks for all
vi
ABSTRAKSI
(A) Fakultas Psikologi (B) Maret 2008 (C) Ade Susanti (D) Gambaran Persahabatan dan Penyesuaian Diri pada Mahasiswi UIN
Jakarta yang Mengenakan Cadar (E) 107 + iv Lampiran (F) Perempuan muslim bercadar terbilang jarang di kalangan mahasiswa dan
banyak yang berpendapat bahwa mereka juga sangat tertutup dengan dunia luar tetapi mereka adalah makhluk sosial yang dalam kehidupan kesehariannya membutuhkan interaksi dengan lingkungannya, termasuk dalam hal ini adalah hubungan persahabatan dengan selain komunitasnya. Dengan adanya persahabatan ini maka di dalam hubungan terjadilah suatu penyesuaian diri agar satu sama lainnya bisa mempertahankan hubungan tersebut tanpa ada campur tangan dari pihak manapun. Penyesuaian diri dilakukan setiap orang, termasuk mahasiswi bercadar agar dapat hidup dengan situasi sosial yang kondusif. Dari hal-hal diatas penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh tentang (1) bagaimana gambaran persahabatan yang dilakukan oleh mahasiswi bercadar dan (2) penyesuaian diri yang dilakukan mahasisiwi bercadar dengan sahabatnya. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Dalam menentukan subyek penelitian penulis menggunakan tehnik purposive sampling (sample bertujuan) pada awalnya, kemudian untuk subyek selanjutnya menggunakan tehnik snowball/ chain sampling snowball/ chain sampling yaitu peneliti bertanya pada subyek penelitinya tentang (calon) subyek penelitian atau nara sumber lain yang penting atau harus di hubungi (Poerwandari, 2001: 61). Subyek penelitian berjumlah 3 orang dengan kriteria (1) Subyek adalah individu mahasiswa yang mengenakan pakaian bercadar (2) Subyek adalah mahasiswa minimal semester 2 dan (3) Subyek memiliki sahabat yang mempunyai latar belakang berbeda. Sedangkan metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah wawancara dan observasi. Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa persahabatan yang terjalin antara para subjek dengan sahabatnya berjalan normal, bedanya latar belakang tidak menjadi permasalahan yang serius. Tidak ada batasan permasalahan yang dibahas dalam persahabatan kecuali satu subyek yang membatasi pembicaraan sekitar perkuliahan saja. Masalah yang
vii
sering dihadapi dalam persahabatan oleh para subyek adalah kesalah- pahaman, namun setiap subyek mampu menyesuaian diri dengan berusaha bertanya kepada sahabatnya tentang masalah yang sedang dihadapi. Penyesuaian diri yang dilakukan para subyek tergolong penyesuaian diri yang baik karena masing-masing subyek tidak mengalami salah satu kriteria tentang penyesuaian diri yang menyimpang. Tingkat penyesuaian yang dilakukan tiap subyek dirasa maksimal meskipun dua subyek masih merasa kurang maksimal, namun tidak menjadi hal serius sehingga persahabatan mereka masih tetap terjalin sampai saat ini.
Untuk penelitian selanjutnya di harapkan peneliti menggunakan subyek yang bervariasi dari tiap Universitas yang berbeda. Sehingga dapat di lakukan penelitian dengan melakukan perbandingan antar kampus dengan metode kualitatif. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat meneliti dengan subyek yang sama, namun berbeda metode dan permasalahan karena banyak sisi yang bisa diteliti dari wanita bercadar. Diharapkan kepada seluruh mahasiswi yang menggunakan cadar agar bisa melakukan penyesuaian diri yang maksimal walaupun dengan lawan jenis.
(G) Bahan bacaan 25, (1976-2006). Skripsi 1, (1997). Kamus 3, (1984-1997). Jurnal 2, (2005-2006). Pustaka on line (website) 4. Media elektronik (Radio)1.
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur kehadirat Allah SWT, tiada satu katapun yang pantas untuk penulis ucapkan. Dialah sumber dari segala sumber inspirasi dan motivasi yang selama ini penulis rasakan, hanya Kepada-Nyalah penulis curahkan semua perasaan dan tumpuan dalam semua masalah skripsi ini. Sampai pada akhirnya penulis bisa menyelesaikan semua karya ini. Selain itu skripsi ini dapat terselesaikan bukti bahwa penulis benar-benar serius dalam menjalani semua aktivitas-aktivitas akademik penulis. Skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dan dukungan dari semua pihak. Penulis yakin sangat layak untuk mengucapkan terima kasih kepada seluruh orang-orang yang membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu penulis secara khusus mengucapkan terimakasih dan rasa bersyukur bahwa penulis telah disekolahkan sampai jenjang yang paling tinggi seperti sekarang ini.
1. Dra. Hj. Netty Hartati M. Si. Selaku Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan selaku penguji 1. Beserta staf dan para Dosen yang telah memberikan ilmunya kepada Penulis.
2. Bapak Dr. Achmad Syahid M. Ag. Selaku pembimbing 1, terima kasih atas bimbingannya, tidak pernah kenal lelah dalam membimbing penulis dan tidak bosan untuk mengingatkan penulis membaca buku
terima kasih Pak!. Bapak Ihwan Lutfi M. Psi. Selaku pembimbing 2 yang selalu meluangkan waktu untuk penulis dan selalu mengingatkan bagaimana cara mengutip yang baik. Terima kasih Pak!.
3. Kepada almarhum ayahandaku M. Muslim ms, berkat engkau aku bisa menjadi seperti ini dan bisa menyelesaikan pendidikan yang engkau inginkan, terima kasih yang sedalam-dalamnya ku ucapkan. Semoga kau disana dapat merasakan apa yang kurasakan pada saat ini I love u dad. Kepada Ibundaku Suheni yang tak pernah kenal lelah untuk mendidik penulis seorang diri. U are the best mom, “Alhamdulillah, akhirnya selesai juga skripsi Neng, mi”.
4. Kepada kakakku Roni Mahendra Jaya beserta Istri kalian adalah tumpuan hidupku selama beliau meninggalkan kita, dan terima kasih atas semuanya yang kau berikan kepadaku. Keponakan-keponakanku Pradita, Camila dan Cahya. Kalian membuatku lebih bersemangat dari wajah-wajahmu selalu memancarkan keceriaan.
5. Untuk H. Ujang Djumadi dan Hj. Hasanah, terima kasih atas segalanya yang kau berikan kepada keluarga kami.
ix
6. Kepada M. Imam Ansori S. Psi terima kasih atas segala waktu, perhatian, pengertian yang kau berikan padaku, dan mengajari aku untuk selalu bersyukur dalam menjalani semua masalah yang kita hadapi dalam hidup ini. Walau lelah menantikan semua ini, akhirnya menjadi kenyataan, skripsi ini dapat terselesaikan!!!. I’m the winner.
7. Untuk Nurhidayati yang selalu mendengarkan keluh kesahku tentang semua masalah yang penulis hadapi, terima kasih atas semuanya.
8. Untuk semua respondenku yang bersedia meluangkan waktunya, terima kasih berkat bantuan dari kalian penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.
9. Untuk teman-teman KKL Penulis, Desmayanti (uti), Farah Albugis (farah), Masmaryamah (ade), Wiji Haryanti (wiji), Nadia dan Aditia Sulaksono (adit). Untuk sahabat-sahabatku Rida terima kasih atas bantuan bukunya. Aini, Anis, Syali thank for all. Rini, Fuji, Ais, Zaza, Jernih, Misna, Ikcha, Nurjanah dan Dina Fak Ekonomi. Terima kasih atas segalanya dan penulis minta maaf atas kesalahan yang sering penulis lakukan selama ini. Untuk teman-teman angkatan 2003 yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu terima kasih atas semuanya.
10. Untuk teman kosanku Fitri, Dewi, Puji, Rini, Rina, terima kasih atas bantuannya, dan selalu menemani penulis disaat penulis sendiri, tanpa kehadiran kalian kosanku sepi.
11. Untuk teman-teman PSM Tuto, Rigo, Senar, Reff, Sharon, kress, k- Zpum, k-Tolenk, kromong, k-Odjek, Satam, Papih Odoy, Tracking, dan semuanya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas segalanya.
Jakarta, 18 Maret 2008
Penulis
x
DAFTAR ISI
Halaman Judul........................................................................................... i
Halaman Persetujuan................................................................................ ii
Lembar Pengesahan Skripsi.................................................................... iii
Motto.......................................................................................................... iv
Persembahan............................................................................................. v
Abstraksi.................................................................................................... vi
Kata pengantar.......................................................................................... viii
Daftar Isi..................................................................................................... xi
Daftar Tabel............................................................................................... xiv
Daftar Lampiran......................................................................................... xv
BAB 1 : PENDAHULUAN ......................................................................... 1-13
1.1. Latar Belakang Masalah........................................................ 1
1.2. Identifikasi masalah............................................................... 9
1.3. Pembatasan Masalah dan Perumusan................................. 9
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian.............................................. 11
1.5. Sistematika Penulisan........................................................... 11
BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 14-45
2.1. Persahabatan........................................................................ 14
2.1.1. Ciri-ciri Persahabatan................................................. 16
2.1.2. Bentuk-bentuk Persahabatan..................................... 18
2.1.3. Karakteristik Persahabatan......................................... 21
2.1.4. Faktor-faktor Persahabatan........................................ 23
2.1.5. Manfaat Persahabatan............................................... 26
xi
2.2. Penyesuaian Diri................................................................... 30
2.2.1. Pengertian Penyesuaian Diri...................................... 30
2.2.2. Karakteristik Penyesuaian Diri.................................... 32
2.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri. 39
2.3. Pakaian.................................................................................. 42
2.3.1. Pengertian Secara Umum.......................................... 42
2.3.2. Pakaian Menurut Islam............................................... 43
2.3.3. Pengertian Cadar....................................................... 44
2.3.4. Alasan Penggunaan Cadar........................................ 45
BAB 3 : METODOLOGI PENELITIAN .................................................. 48-54
3.1. Pendekatan Penelitian........................................................... 48
3.2. Metode Pengumpulan Data................................................... 48
3.2.1. Wawancara Sebagai Metode Utama........................... 49
3.2.2. Observasi Sebagai Metode Penunjang....................... 49
3.3. Instrumen Penelitian.............................................................. 50
3.4. Subyek Penelitian................................................................... 50
3.4.1. Karakteristik Subyek.................................................... 51
3.4.2. Jumlah Subyek............................................................ 51
3.4.3. Teknik Pemilihan Subyek............................................. 51
3.5. Teknik Analisa Data................................................................ 52
3.6. Prosedur dan Pelaksanaan Penelitian.................................... 53
3.7. Etika penelitian....................................................................... 54
BAB 4 : HASIL PENELITIAN ................................................................. 56-99
4.1. Gambaran Umum Subyek...................................................... 56
4.2. Analisa Tiap Data................................................................... 57
4.2.1. Subyek 1...................................................................... 57
4.2.2. Subyek 2...................................................................... 71
xii
4.2.3. Subyek 3...................................................................... 86
4.3. Matriks Analisa Antar Subyek................................................ 99
BAB 5 : PENUTUP 103-107
5.1. Kesimpulan.......................................................................... 103
5.2. Diskusi................................................................................. 104
5.3. Saran................................................................................... 106
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Gambaran umum Subyek....................................................... 56
Table 4.3. Matriks Analisis Antar Subyek................................................. 99
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Lembar Kesediaan .............................................. xvi
Lampiran 2: Data Pribadi Subyek ........................................... xvii
Lampiran 3: Lembar Observasi .............................................. xviii
Lampiran 4: Pedoman wawancara ......................................... xix
xv
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Salah satu perubahan pesat yang terjadi adalah mengenai gaya hidup
berpakaian. Berbagai alternatif gaya atau mode berpakaian ditampilkan
setiap harinya, berbagai model dari banyak perancang hampir setiap hari
menghiasi layar kaca. Islam sebagai ajaran agama yang di anut mayoritas
penduduk di Indonesia sebenarnya sudah mempunyai aturan yang jelas
tentang tata cara bepakaian yang baik dan benar. Misalnya firman Allah
SWT dalam surat An Nur ayat 31:
����� ������� ☺����� ���������
��� ������� !"#�$ ����⌧&���'��
�� ()*�+��� ,-�� ./0�1"2+�
�� (�3�4�56 7-58 9� ��)(� 9)(�:�
; �<�5=�>�?���� ������ ☺��@A
BCD�+ ��GHI+J+* ; ,-�� ./0�1"2+�
�� (�3�4�56 7-58 KL5(�3��I+�2��
���$ KL5(NO9�#P�Q ���$
�QO9�#P�Q KL5(�R��I+�# ���$
KL5(NO9S:"#�$ ���$ �QO9S:"#�$
KL5(�R��I+�# ���$ ��5(�TU�I��58
���$ <V*�# KL5(�TU�I��58 ���$
<V*�# ��5(�U�I)��$ ���$
��5(NO9 W5X ���$ 9� ���YD��
�� (+�)☺���$ ��$ ./Z��52�[3�9P
5="�⌧\ C]^�_$ �`�#"a�b9P ���
xvi
cd�)��e��9P ��$ f��&�gh�9P
./0��iO9P j�� ;P�+�)(���� BCD�+
�kU�a"I�+ �QO9 W�l:�9P ; ,-��
�<�5=�>Sm ��5(5�+*"a�^5#
�kD���+?�� 9� �<Z�&��Q' ��
��5(�3�4�56 B ;PnI#I��� CD]58
oO9P 9�J�q�� �rs��$
.tI+��� ☺��9P �#QYu�)���
.tI �5��&� v�wf
Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau Saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-ptera saudara lelaki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. (QS. An Nur: 24:31).
Ayat di atas jelas diperuntukkan kepada seluruh kaum perempuan mukmin di
manapun mereka berada. Meskipun aturan berpakaian tersebut nampak
jelas, ada juga beberapa pengecualian dan keringanan bagi perempuan
dengan kondisi tertentu. Beberapa alasan logis seorang perempuan muslim
diwajibkan menjaga cara berpakaiannya, antara lain untuk menjauhkan
wanita dari gangguan laki-laki jahil, menjadi indikator keluhuran budi (akhlak)
perempuan, mencegah timbulnya fitnah birahi laki-laki, dan memelihara
kesucian agama wanita yang bersangkutan. (http//www.myblogger.com)
xvii
Bagi masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim, pakaian tertutup yang
dimaksud adalah pakaian yang dilengkapi dengan penggunaan jilbab. Jilbab
adalah kosa kata yang sering terdengar dan banyak di pakai dalam bahasa
Indonesia. Makna jilbab dalam bahasa Arab adalah pakaian yang luas yang
menutupi seluruh badan. Ibnu Abas meriwayatkan Istilah Jilbab di ambil dari
Al Qur’an Surat Al Ahzab: 59
9`G.1�^x��� yVc]z�9P ���
)2{*U���6|} )2�9��#��
�QO9 W5X�� �<Z���� ☺��9P
./Z�T�1+� ��G"=D��+ ��
��5(5~�5~�D�)* B )2��U�� PCS��J�$
��$ ��������+� ,⌧�� �<�0����+� Y .t�⌧��� uO9P P:aI�&⌧\ 9�☺J�r�a
v5�f
“Hai nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, Karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Dengan berkembangnya jilbab di Indonesia semakin berkembang pula
wanita-wanita yang mengenakannya. Ada pula wanita yang mengenakan
cadar di Indonesia, meski ini adalah fenomena lama, namun tidak banyak
orang yang kemudian tertarik untuk membahas persoalan cadar dan
perempuan muslim di Indonesia.
Bagi sebagian perempuan muslim, identitas pakaian itu harus selaras dengan
pandangan hidup yang mereka yakini. Di Indonesia, secara umum kaum
xviii
muslim yang bercadar berkeyakinan, bahwa mereka menggunakan cadar
bukan karena paksaan atau politik tertentu, tetapi karena al-Quran dan Hadis
yang menyuruh mereka bercadar.
Memang ada yang mempersepsikan (pandangan Barat) bahwa yang
bercadar di Indonesia itu adalah Teroris. Persepsi itu muncul karena pada 12
Oktober 2001 ketika kejadian bom Bali, pelaku teror muncul dengan
mengenakan cadar terlihat dari tayangan video simulasi meledakkan bom.
Cadar dikenakan agar mereka tidak di kenali identitasnya dan mereka leluasa
untuk melakukan aktivitasnya sehari-hari. (http//www.myblogger.com)
Cadar bagi pemakainya tentu bukan hanya sekedar sebuah simbol atau
identitas yang hampa tanpa makna. Di balik cadar muslimah tersebut
tersimpan muatan pengetahuan dan pengalaman unik, seperti yang di
paparkan oleh Rianti Cartrigh, pemeran Aisyah dalam film yang berjudul
“Ayat-ayat Cinta” (2008) berpendapat “Dulu aku mengira wanita bercadar
agak tertekan, jika itu telah menjadi pilihan mereka, ternyata tidak. Sekarang
aku bisa menghargai wanita-wanita yang bercadar dan berjilbab,”
(http//www.myblogger.com).
Seorang Rianti yang berperan dalam film tersebut harus bisa menyelami
karakter wanita bercadar terlebih dahulu dan setelah beberapa waktu Rianti
berkesimpulan bahwa wanita bercadar juga hidup selayaknya orang umum,
xix
termasuk dalam menjalin hubungan persahabatan meskipun bukan dengan
komunitasnya saja.
Secara umum memiliki teman atau sahabat adalah positif, termasuk bagi
kaum bercadar. Sebab teman dapat mendorong self-esteem dan menolong
dalam mengatasi stress, tetapi teman juga bisa memiliki efek negatif jika
mereka antisosial, menarik diri, tidak suportif, tidak argumentatif, atau tidak
stabil (Hartup dan Stevens, dalam Baron, 2005: 9).
Akan tetapi teman yang kita rasakan kebanyakan memberikan peran yang
positif untuk kita. Dengan kata lain kita sangat nyaman bila berada dekat
dengan dia, teman yang seperti itu biasa kita sebut sahabat. Sahabat adalah
hubungan pertemanan yang membuat orang menghabiskan waktu bersama,
berinteraksi dalam berbagai situasi, tidak mengikut sertakan orang lain masuk
kedalam hubungan tersebut, dan saling memberikan dukungan emosional.
(Baron et all, 2005:9).
Sekali terbangun hubungan akrab, di banding dengan hubungan biasa, akan
mengakibatkan dua individu lebih banyak menghabiskan waktu bersama,
berinteraksi satu sama lain pada situasi yang lebih bervariasi, menjadi self-
disclosing, saling memberikan dukungan emosional dan membedakan antara
sahabat dan teman yang lain. Teman biasa adalah seseorang yang
menyenangkan untuk bersama, sementara sahabat di hargai karena ia murah
xx
hati, sensitif, dan jujur, seseorang yang dapat anda ajak bersantai dan
menjadi diri anda sendiri (Urbanski dalam Baron, 2005: 10).
Oleh karena itu elemen yang umum dari semua hubungan akrab adalah
saling ketergantungan (Interdependence), suatu asosiasi interpersonal di
mana dua orang secara konsisten mempengaruhi kehidupan satu sama lain,
memusatkan pikiran dan emosi mereka terhadap satu sama lain, dan secara
teratur terlibat dalam aktivitas bersama sebisa mungkin. Hubungan akrab
dengan teman, anggota keluarga dan pasangan hidup juga meliputi elemen
komitmen (Fehr 1999 dalam Baron, 2005: 5).
Persahabatan dengan hubungan akrab akan mengakibatkan kedekatan, dan
kedekatan menimbulkan rasa suka. Mengapa? Karena pengaruh kedekatan
menyatukan banyak faktor yang telah kita ketahui, penting dalam daya tarik
interpersonal. (Sears, 1994: 231).
Dengan kata lain, dari kedekatan dan keakraban terjalinlah suatu hubungan
yang di sebut persahabatan. Sedangkan dengan adanya persahabatan maka
di dalam hubungan terjadilah suatu penyesuaian diri, agar satu sama lain
bisa mempertahankan hubungan tersebut tanpa ada campur tangan pihak
manapun. Penyesuaian diri dilakukan setiap orang, agar dapat hidup dengan
situasi sosial yang kondusif.
xxi
Penyesuaian diri adalah keberhasilan seseorang untuk menyesuaikan diri
terhadap orang lain dan terhadap situasi sosial (Hurlock, 1978: 314).
Penyesuaian diri mengacu pada usaha yang di lakukan untuk memenuhi
tuntutan lingkungan. Penyesuaian diri ini juga memperhatikan keberhasilan
dan kegagalan individu, menyesuaikan keterampilan dan kemampuannya
untuk menghadapi berbagai peristiwa dalam hidupnya. Bahkan usaha yang di
lakukan untuk mncapai sesuatu atau memenuhi kebutuhan dasar agar
terbebas dari masalah kehidupan yang juga di asosiasikan dengan
penyesuaian diri yang kuat. (Grasha et all, 1990: 49).
Dalam berhubungan sosial seseorang harus bisa menyesuaikan diri, di
manapun dan kapanpun dia berada. Seseorang yang menjalin hubungan
persahabatan selalu dituntut untuk dapat saling menyesuaikan diri sehingga
persahabatan tersebut dapat berjalan dengan lancar, kalaupun ada
permasalahan akan dapat terselesaikan dengan baik. Bagaimana menjadi
sahabat yang baik, Supangat (GEN FM, 2008) menyampaikan tips-tips agar
hubungan persahabatan dapat berjalan dengan baik, diantaranya seorang
sahabat harus bisa memahami tingkah laku orang lain, selalu tersenyum
dengan tulus tanpa paksaan, berusaha mengingat nama orang lain yang baru
dikenal, bisa menjadi pendengar yang baik ketika dia bercerita pada kita dan
upayakan agar sahabat kita merasa nyaman di dekat kita, serta tidak
berharap meraka mau menjadi sahabat kita.
xxii
Latar belakang orang yang menjalin persahabatan tidak harus selalu sama
dalam keinginannya atau faktor-faktor tertentu, walaupun persahabatan yang
sering terlihat lebih karena kesamaan faktor tertentu seperti sama-sama
memiliki hobi melukis, olahraga, mendaki, nyanyi, musik dan lain-lain.
Persahabatan yang terjalin dari latar belakang berbeda biasanya lebih unik
dan menarik. Di satu sisi pembicaraan yang dilakukan lebih variatif tetapi di
sisi lain mereka harus bisa saling mengerti dan menghargai dengan
perbedaan yang ada. Oleh karena itu lama-kelamaan akan terjalin
penyesuaian diri di antara mereka. Dengan kata lain persahabatan akan lebih
berarti jika kedua belah pihak dapat menyesuaikan diri sesuai dengan sifat
dan egonya masing-masing.
Bagaimana seorang sahabat menyesuaikan diri dengan sahabatnya yang lain
dapat terlihat dalam kehidupan sehari-hari, dan kedekatan dalam menjalin
aktivitas yang selalu mereka habiskan bersama dalam satu waktu. Hal seperti
ini sering di jumpai dalam kehidupan sehari-hari, namun persahabatan yang
ingin diteliti disini adalah persahabatan yang erat, yang di lakukan oleh
seorang mahasiswi yang mengenakan cadar dengan sahabatnya yang tidak
bercadar, dan bagaimanakah mereka menyesuaikan diri selama mereka
bersahabat sedangkan mereka berpakaian dan berpenampilan berbeda. Hal
ini yang menjadi daya tarik tersendiri bagi peneliti, oleh karena itu peneliti
xxiii
bermaksud meneliti lebih jauh tentang “Gambaran Persahabatan dan
Penyesuaian Diri pada Mahasiswi UIN Jakarta yang mengenakan Cadar”
1.2. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, maka ada beberapa permasalahan yang
di identifikasikan yaitu:
1. Apakah yang dimaksud dengan persahabatan?
2. Faktor apa yang mempengaruhi persahabatan?
3. Apakah yang dimaksud dengan penyesuaian diri?
4. Apa yang dimaksud dengan cadar?
5. Siapa yang dimaksud dengan mahasiswi bercadar?
6. Bagaimana gambaran persahabatan dan penyesuaian diri pada
mahasiswi yang mengenakan cadar?
1.3. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.3.1. Pembatasan masalah
Agar penelitian yang penulis lakukan tidak terlalu luas, penulis memberikan
pembatasan masalah sebagai berikut :
1. Persahabatan, adalah suatu hubungan di mana dua orang menghabiskan
waktu bersama, berinteraksi dalam berbagai situasi, tidak membiarkan
orang lain ikut kedalam hubungan mereka dan saling memberikan
xxiv
dukungan emosional. (Baron, 2005: 9). Dalam hal ini persahabatan antara
mahasiswi bercadar dengan yang tidak bercadar.
2. Penyesuaian Diri, adalah dinamika yang bertujuan untuk mengubah
tingkah laku agar terjadi hubungan yang lebih sesuai antara dirinya dan
lingkungannya. (Darajat, 1996: 26). Dalam hal ini adalah penyesuaian diri
yang dilakukan oleh wanita bercadar dengan sahabatnya.
3. Mahasiswi yang mengenakan cadar yang dimaksud, adalah mahasiswi
UIN Jakarta yang berpakaian muslimah dan mengenakan cadar.
1.3.2. Perumusan masalah
Dalam penelitian ini, penulis merumuskan masalah penelitian: Bagaimana
gambaran persahabatan dan penyesuaian diri pada mahasiswi UIN Jakarta
yang mengenakan cadar?
Secara lebih spesifik perumusan masalah yang ingin di ketahui dalam
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana persahabatan yang dialami oleh mahasiswi bercadar?
2. Faktor apakah yang mempengaruhi persahabatan pada mahasiswi
bercadar?
3. Bagaimana penyesuaian diri yang dilakukan oleh mahasiswi bercadar?
xxv
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab pertanyaan dalam
perumusan masalah, yaitu memperoleh pengetahuan, pemahaman dan hal-
hal yang berkaitan dengan gambaran persahabatan dan penyesuaian diri
pada mahasiswi UIN Jakarta yang mengenakan cadar.
1.4.2. Manfaat Penelitian
Sedangkan manfaat penelitian ini terdiri dari manfaat teoritis dan manfaat
praktis. Secara teoritis dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi ilmu pengetahuan, khususnya dalam Psikologi Sosial. Adapun
manfaat praktisnya adalah, memberikan informasi mengenai gambaran
persahabatan, faktor-faktor persahabatan, penyesuaian diri dan alasan
penggunaan cadar.
1.5. Sistematika Penulisan
Berdasarkan Pedoman Penyusunan dan Penulisan Skripsi, Fakultas
Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2004), pembahasan penelitian ini
dibagi ke dalam lima bab. Adapun sistematika penulisannya sebagai berikut:
xxvi
BAB I PENDAHULUAN
Secara keseluruhan, isi pendahuluan merupakan penjelasan-penjelasan
yang erat hubungannya dengan masalah yang di bahas. Pada bab ini
berisikan, Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Pembatasan dan
Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Serta Sistematika
Penulisan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Kajian pustaka memuat berbagai sumber dari teori-teori yang berkaitan
dengan topik penelitian, terdiri dari: Pengertian persahabatan, ciri-ciri
persahabatan, bentuk-bentuk persahabatan, karakteristik persahabatan,
faktor-faktor persahabatan, manfaat persahabatan. Penyesuaian diri terdiri
dari: pengertian penyesuaian diri, karakteristik penyesuaian diri, faktor-faktor
yang mempengaruhi penyesuaian diri. Sedangkan pakaian terdiri dari:
pengertian pakaian, pengertian cadar dan alasan penggunaan cadar.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini menguraikan secara terperinci bagaimana dan melalui pendekatan
apa penelitian akan dilakukan. Antara lain terdiri dari: pendekatan penelitian.
Metode pengumpulan data terdiri dari: wawancara sebagai metode utama
xxvii
dan observasi sebagai metode penunjang. Instrumen penelitian. Subyek
penelitian terdiri dari: karakteristik subyek, jumlah subyek. Teknik analisa
data. Prosedur penelitian dan etika penelitian.
BAB IV HASIL PENELITIAN
Pada bab ini terdapat pembahasan tentang gambaran umum subyek,
analisis tiap subyek, dan matriks analisa tiap subyek.
BAB V PENUTUP
Pada bab ini penulis memaparkan kesimpulan, diskusi dan saran.
xxviii
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
Dalam bab ini di bahas mengenai landasan teori yang digunakan dalam
penelitian, seperti persahabatan yang terdiri dari: Pengertian persahabatan,
ciri-ciri persahabatan, bentuk persahabatan, karakteristik persahabatan,
faktor-faktor persahabatan, dan manfaat persahabatan. Penyesuaian diri
terdiri dari: Pengertian penyesuaian diri, karakteristik penyesuaian diri dan
faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri. Pengertian pakaian terdiri
dari pakaian secara umum, pengertian pakaian menurut Islam, pengertian
cadar dan alasan penggunaan cadar.
2.1. PERSAHABATAN
2.1.1. Pengertian Persahabatan
Persahabatan adalah hubungan yang membuat dua orang yang
menghabiskan waktu bersama, berinteraksi dalam berbagai situasi, tidak
mengikutsertakan orang lain dalam hubungan tersebut, dan saling
memberikan dukungan emosional. (Baron, 2005: 9-10).
Persahabatan adalah suatu hubungan antar pribadi yang akrab atau intim
yang melibatkan setiap individu sebagai suatu kesatuan. (Suzanne dalam
Ahmadi, 1999: 232).
xxix
Persahabatan (friendship) adalah suatu hubungan yang bersifat voluntary
antara individu dalam kelompok kecil yang di dasarkan karena perasaan
minat, kepribadian dan tempramen. Melalui persahabatan, mereka dapat
saling memahami, saling belajar, dan terdapat self disclose antara satu
dengan yang lainnya. Mereka lebih banyak menceritakan segala hal kepada
teman dibandingkan kepada orang tua atau orang dewasa lainnya.
(Rahmawati et all, 2005: 35).
Menurut Duck, 1991: 2 dalam Wikipedia “friendship is a voluntary bond
between two people and the above ideals can be seen as part of an unwritten
contract between them, whose violation can become the grounds for the
dissolution of the relationship”
Sedangkan menurut Wikipdia Indonesia, persahabatan adalah istilah yang
mengambarkan perilaku kerja sama dan saling mendukung antara dua atau
lebih entitas sosial. Dalam pengertian ini, istilah “persahabatan”
menggambarkan suatu hubungan yang melibatkan pengetahuan,
penghargaan dan afeksi.
(http//pkukmweb.ukm.my/~psiko/BM/Asmah%20Bee.pdf).
Sahabat adalah seseorang yang dapat membagi masalah dengan mereka,
memahami mereka dan mendengarkan mereka pada saat mereka berbicara
tentang pemikiran dan perasaan mereka sendiri. (Santrock, 2003: 230)
xxx
Argyle dan Henderson (dalam Hildayani, 1997: 21) juga memberikan definisi
mereka tentang persahabatan. Menurut mereka persahabatan meliputi orang-
orang yang saling menyukai, menyenangi kehadirannya satu sama lain,
memiliki kesamaan minat dan kegiatan, saling membantu dan memahami,
saling mempercayai, menimbulkan rasa nyaman dan saling menyediakan
dukungan emosional. Persahabatan di sebutkan pula sebagai hubungan
interpersonal yang intim dengan adanya keterlibatan masing-masing individu
sebagai pribadi yang utuh (Kurth dalam Hildayani, 1997: 22)
Berdasarkan sejumlah definisi yang telah di kemukakan di atas, dapat di
simpulkan bahwa persahabatan adalah hubungan interpersonal yang
berlangsung lama dan ditandai oleh adanya saling ketergantungan,
kepercayaan, kebersamaan, kedekatan, dukungan emosional dan
pertolongan, kesamaan minat dan kegiatan, pengertian kesenangan dan
keterlibatan masing-masing individu sebagai pribadi yang utuh secara
spontan dan sukarela.
2.1.2. Ciri- ciri Persahabatan
Abu Ahmadi menyebutkan dan menjelaskan bahwa ciri-ciri persahabatan, di
antaranya adalah sebagai berikut:
1. Menghargai satu sama lain lebih pada orang itu sendiri dari pada
keuntungan- keuntungan yang di peroleh dari persahabatan itu. Meskipun
xxxi
memang dari persahabatan ini di peroleh berbagai keuntungan yang
bersifat sekunder, namun sebenarnya timbul persahabatan ini dulu
bersumber dari saling menyukai dan saling memelihara hubungan, dan
bukan kepada apakah mereka atau ia menguntungkan atau tidak, atau ia
dapat bekerja untuk saya dan sebagainya.
2. Persahabatan sebagai suatu hubungan antar pribadi lebih menekankan
pada kualitas yang obyektif satu sama lain. Menyukai seseorang karena
rambutnya, uangnya, mobilnya atau jabatannya, sebenarnya tidak
menyukai orang itu sendiri, tetapi lebih pada barang-barang itu. Dengan
demikian berarti persahabatan akan berhenti atau terputus bila teman itu
kehilangan apa-apa yang di milikinya. Menyukai sifat-sifat lahiriah
semacam itu akan mudah berubah, akan lebih baik bila seseorang
menyukai satu sama lain karena hal-hal yang terdapat pada orang itu
sendiri yang sifatnya stabil.
3. Saling bertukar barang-barang di antara teman tidak di dasarkan pada
nilai-nilai ekonomik tetapi pada kesukaan, harapan, keinginan di antara
mereka. Jika seorang sahabat memberikan hadiah bukanlah di nilai pada
harga hadiah itu, tetapi pemberian ini ia akan menyukainya. Di samping
itu di antara mereka memiliki kebebasan untuk saling memberi tanpa
adanya harapan untuk memperoleh imbalannya.
xxxii
4. Bersahabat karena keunikannya, dan ini sulit di gantikan oleh orang lain
karena uniknya. Persahabatan tidak begitu saja di putuskan karena telah
di tentukannya teman lain yang lebih baik. Persahabatan selalu
memperlihatkan adanya keintiman, individualis dan kesetiaan. (Ahmadi,
1999: 234-235)
Sedangkan dalam http//pkukmweb.ukm.my/~psiko/BM/Asmah%20Bee.pdf,
ciri-ciri persahabatan adalah sebagai berikut:
1. Banyak bergantung pada individu tersebut.
2. Bergantung pada budaya dan sosial-ekonomi yang bersifat kepercayaan,
dan menolong.
3. Hubungan yang dipercayai dan menyenangkan dan menghormati hal-hal
yang pribadi.
4. Memberikan kebaikan kepada kedua belah pihak
2.1.3. Bentuk-bentuk Persahabatan
Bentuk-bentuk persahabatan dapat bervariasi, tergantung dari beberapa hal.
Block (1980:26) misalnya, menemukan adanya lima bentuk persahabatan
berdasarkan tingkat intensitas, fungsi yang dimiliki, kebutuhan yang dapat
dipenuhi, dan rentang komitmen. Adapun bentuk-bentuk persahabatan/
pertemanan tersebut adalah sebagai berikut :
xxxiii
a. Teman untuk kemudahan (convebience friends)
Mereka adalah orang-orang dengan siapa kita saling memberikan
bantuan, orang-orang yang sering kita temui misalnya tetangga dan rekan
kerja.
b. Teman melakukan kegiatan bersama (doing-thing friends)
Hubungan pada persahabatan ini didasarkan pada kesamaan minat dan
kegiatan. Misalnya saja orang-orang yang menjadi anggota kelompok
yang sama atau orang-orang yang mempunyai kesamaan hobi.
c. Teman seperjalanan hidup (milestone friends)
Mereka adalah teman-teman lama dengan siapa kita dapat berbicara
tentang masa-masa yang telah lalu.
d. Teman sebagi mentor (mentor friendship)
Mereka adalah teman-teman yang ada didekat kita, yang enak untuk
dijadikan teman dan diajak bicara. Namun demikian, kita jarang dapat
menemuinya seorang diri.
e. Teman baik (good friend)
Teman baik adalah orang-orang dengan siapa kita merasa dekat, sering
berjumpa, dan dapat diandalkan di saat kita membutuhkannya. Dengan
mereka kita dapat menceritakan kehidupan pribadi, membagi
kegembiraan dan memperoleh dukungan disaat-saat suram.
xxxiv
Jika dilihat dari ada-tidaknya ketimbal-balikan dalam hubungan maka,
persahabatan dapat dibedakan atas persahabatan asosiatif (associative
friendship), persahabatan reseptif (receptive friendship) dan persahabatan
timbal balik (reciprocal friendship) (Reisman dalam Watson et all, 1984: 24).
Persahabatan asosiatif adalah persahabatan yang tidak mendalam dan
bersifat umum. Biasanya, persahabatan ini bertahan karena adanya kondisi
yang membuat mereka sering berada bersama-sama. Misalnya, hubungan
antar rekan kerja dan anggota-anggota dalam satu kelompok. Persahabatan
reseptif merupakan persahabatan yang didasarkan pada adanya perbedaan
status atau kontrol, contohnya hubungan yang terjalin antar mentor dan
peserta pelatih. Dalam hubungan ini, terdapat perbedaan peran antar
keduanya, satu sebagai pemberi dan yang lainnya sebagai penerima. Dalam
persahabatan timbal balik hubungan menjadi lebih dekat secara emosional
dan terikat dalam waktu yang lama (Reisman dalam Hays, 1988: 28).
Sahabat lebih merasakan adanya komitmen khusus terhadap hubungan
interpersonal yang terbina. Mereka juga cenderung memandang dirinya
sebagai orang-orang yang sederajat.
Gouldner dan Symons (dalam O’connor,1992: 26) membagi persahabatan
dalam empat bentuk, yaitu: hubungan yang di tandai oleh adanya keintiman,
kesetiaan, kepercayaan, berbagai pengalaman, dan kesenangan (extra
xxxv
ordinary relationship), hubungan pergaulan yang di dasarkan pada aktivitas
yang di lakukan bersama (less intimate relationships of convenience) teman
yang diperoleh di tempat kerja (friends made as by- product of paid
employment) dan persahabatan antar orang-orang yang memiliki pandangan
yang sama dan terlibat bersama-sama dalam suatu organisasi atau
pergerakan politik (friendship between those a similar intellectual world new).
Dalam penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti, adalah bentuk
persahabatan yang dekat (close friendship), yang di tandai oleh adanya
keintiman. Bila di tinjau kembali pada bentuk-bentuk persahabatan yang telah
di uraikan diatas, maka bentuk-bentuk persahabatan yang dekat (selanjutnya
hanya di sebut sebagai persahabatan) kurang lebih pararel dengan bentuk
persahabatan “good friend”. (Block 1980: 26)
2.1.4. Karakteristik Persahabatan
Monsour (dalam O’connor, et all. 1992: 27) menemukan tujuh hal yang
merupakan pengekspresian dari keintiman dalam persahabatan, yaitu:
a. Keterbukaan Diri
Keterbukaan diri di tandai oleh adanya keinginan untuk menyatakan
sesuatu yang berkenaan dengan diri, yang mungkin tidak di sadari oleh
sahabatnya. Keterbukaan diri meliputi pula kegiatan berbagi pikiran dan
perasaan.
xxxvi
b. Pengekspresian Emosi
Pengekspresian emosi mengacu pada kedekatan emosional, kehangatan,
kasih sayang, perhatian dan perasaan haru. Dalam konteks adanya
keintiman antar sahabat, pengekspresian emosi di gambarkan oleh
adanya ekspresi verbal dan non-verbal dari emosi yang berkaitan dengan
diri sendiri, sahabat dan persahabatan.
c. Dukungan yang Tak Bersyarat
Dukungan yang tak bersyarat di tandai oleh adanya pemberian dan
penerimaan dukungan yang konsisten, baik di saat-saat senang maupun
susah.
d. Kontak Fisik
Kontak fisik mengacu pada tingkahlaku menyentuh yang tidak bersifat
seksual
e. Kepercayaan
Sebagai komponen dari keintiman, pengertian kepercayaan sering
bertumpang tindih dengan pengertian keterbukaan diri dan
pengekspresian emosi. Oleh karena itu, sebagian peneliti tidak
memasukkannya sebagai salah satu komponen dari keintiman. Namun
demikian, Reis dan Shaver (dalam Monsour, 1992: 27) berpendapat
bahwa kepercayaan merupakan hal yang penting dan muncul dalam
komponen keintiman yang lebih nyata contohnya, keterbukaan diri.
f. Melakukan Kegiatan Bersama
xxxvii
Kategori kegiatan mengacu pada ‘melakukan sesuatu bersama-sama’,
namun tidak meliputi kegiatan percakapan atau aktivitas seksual.
g. Kontak Seksual
Kategori kontak seksual di gunakan bila sejumlah aktivitas seksual terlibat
di dalamnya.
Terlepas dari adanya sejumlah pengertian tentang keintiman, yang secara
tidak langsung menjadi karakteristik dari sebuah persahabatan, beberapa
tokoh (Bell et all, 1981: 28) juga menyebutkan hal-hal berikut sebagai hal-hal
yang menandai suatu hubungan persahabatan, yaitu adanya penghargaan
(penerimaan terhadap orang lain apa adanya), pertolongan yang bersifat
konkrit, empati, kebebasan untuk menjadi diri sepenuhnya, sifat sukarela, dan
kemampuan untuk bertahan dalam waktu lama.
2.1.5. Faktor-faktor Persahabatan
Ada empat faktor yang berperan dan bersama-sama membentuk
persahabatan, yaitu faktor lingkungan, individual, situasional, dan faktor
dyadic (Fehr, 1996: 28) penjelasan lebih lanjut, dari faktor-faktor
persahabatan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Faktor Lingkungan
Umumnya, langkah awal dari pembentukan persahabatan adalah adanya
kedekatan fisik dari orang-orang yang bersahabat. Artinya, orang-orang
xxxviii
yang berada pada lingkungan fisik yang sama lebih berpeluang untuk
membentuk persahabatan. Selain tempat tinggal, faktor kedekatan fisik
juga meliputi tempat- tempat di mana seseorang menghabiskan waktunya
sehari-hari, seperti sekolah dan tempat kerja. Di luar itu, sahabat juga
dapat di jumpai melalui organisasi sosialisasi serta melalui perantara
teman lain atau saudara.
b. Faktor Individual
Karakteristik yang di miliki oleh seseorang tampaknya akan menentukan
keinginan individu untuk menjalin atau tidak menjalin persahabatan
dengannya. Hal ini meliputi:
a. Ketertarikan fisik
Penelitian yang ada menunjukkan bahwa penampilan fisik tampaknya
berpengaruh terhadap pembentukan persahabatan. Seseorang
cendrung melihat bahwa orang-orang yang menarik secara fisik
memiliki kemiripan dengan dirinya dalam sikap dan kepribadian, di
bandingkan dengan orang-orang yang tidak menarik. Selain itu,
berinteraksi dengan orang-orang yang cantik dan tampan dipandang
lebih menyenangkan.
b. Keterampilan sosial
Seseorang lebih mungkin untuk membentuk persahabatan dengan
orang-orang yang memiliki keterampilan sosial. Keterampilan sosial
xxxix
meliputi, kemampuan untuk merespon dan bersifat secara tepat apa
yang orang katakan atau alami, serta mengikuti percakapan sesuai
aturan. Menurut Friedman (dalam Fehr, 1996: 29) keterampilan sosial
yang dimiliki seseorang, khususnya ekspresi yang bersifat nonverbal,
berhubungan dengan perasaan suka dari teman.
c. Responsivitas
Seseorang cendrung lebih tertarik pada orang-orang yang bersifat
responsif terhadapnya. Berg dan Archer (dalam Fehr, 1996: 29)
menyebutkan bahwa seseorang yang bertingkahlaku secara responsif,
misalnya menunjukan minat dan perhatian, lebih di sukai oleh teman.
d. Perasaan malu atau segan
Seseorang tampaknya lebih tertarik untuk bersahabat dengan orang-
orang yang tidak pemalu. Orang yang pemalu cendrung melakukan
lebih sedikit percakapan pada pertemuan awal. Selain itu, dalam
berinteraksi dengan orang lain, mereka tampak kurang sigap dalam
menjawab komentar yang dilontarkan, kurang senyum, kurang mau
menatap lawan bicara, dan secara umum kurang responsif.
e. Kemiripan
Seseorang cendrung untuk membentuk persahabatab dengan orang-
orang yang mirip dengannya. Pengaruh kemiripan mungkin dapat
terletak pada karakteristik demografi seperti: usia, kesehatan fisik,
pendidikan, latar belakang keluarga, status sosial, sikap dan
xl
sebagainya. Bahkan, sahabat mungkin serupa dalam hal memiliki fisik
yang menarik.
c. Faktor Situasional
Faktor situasional meliputi hal-hal seperti seberapa sering kita bertemu
dengan seseorang, apakah terdapat ketergantungan kepada seseorang
tentang suatu hal, serta apakah tersedia “tempat” untuk membentuk
hubungan persahabatan pada masing-masing pihak yang terlibat dalam
interaksi.
d. Faktor Dyadic
Seseorang tampak lebih tertarik kepada orang yang mau menyatakan
informasi pribadi karena hal itu menandai adanya keinginan untuk
membentuk persahabatan. Pertemuan awal umumnya dimulai dengan
membuka diri terhadap informasi-informasi yang bersifat dangkal,
kemudian di lanjutkan dengan hal-hal yang lebih mendalam dan topik-
topik yang lebih bervariasi. Pada tahap awal dari hubungan, keterbukaan
yang bersifat timbal-balik merupakan hal yang penting.
2.1.6. Manfaat Persahabatan
Persahabatan mendatangkan sejumlah manfaat bagi orang-orang yang
menjalaninya. Allan (1989: 32) menguraikan manfaat persahabatan ebagai
berikut:
xli
a. Kesenangan bergaul dan kebersamaan
George Simmel (dalam Bell, 1981: 33) menggunakan konsep kesenangan
bergaul untuk menggambarkan bentuk termurni dari interaksi antara
orang-orang yang sederajat. Adanya kesenangan akan gelak-tawa,
kegembiraan, dan pelepasan emosional tampaknya diberikan pula oleh
persahabatan. Dalam kaitannya dengan kebersamaan, di sebutkan bahwa
kebersamaan dengan teman, kegiatan menghabiskan waktu luang
bersama, mendiskusikan hobi atau persoalan-persoalan yang menjadi
perhatian umum, bernilai untuk kepentingan mereka (orang-orang yang
bersahabat). Sejumlah kecil penelitian juga menemukan bahwa
kebersamaan dengan teman diasosiasikan dengan perasaan positif yang
kuat (O’connor, 1992: 32).
b. Dukungan pribadi
Sahabat merupakan sumber yang secara terus-menerus bermanfaat
untuk membantu seseorang mengatasi persoalan yang dihadapinya.
Dukungan ini dapat mengambil sejumlah bentuk yang berbeda. Untuk
tujuan analisa, dukungan dapat dipisahakan menjadi dukungan emosional
dan moral, bantuan praktis, dan bantuan materi.
1. Dukungan emosional dan moral
Rentang dari dukungan emosional atau moral yang diberikan oleh
sahabat bervariasi. Membicarakan persoalan-persoalan yang bertaraf
xlii
ataupun berat, dan mendiskusikan tindakan yang akan di ambil,
merupakan bentuk dari dukungan moral yang diberikan oleh sahabat.
Menurut Lobel et all. (1994: 33), dukungan emosional meliputi
tingkahlaku yang memberi sumbangan terhadap kesejahteraan satu
sama lain, seperti, tindakan mengayomi, berempati dan meningkatkan
kebahagiaan sahabat. Cramer (dalam Lemme, 1995: 34) menyebutkan
bahwa satu bentuk khusus dari dukungan emosional yang diberikan
oleh sahabat adalah adanya penerimaan. Menurutnya, keberadaan
sahabat, kemauannya untuk mendengarkan dengan penuh perhatian,
serta pengertian yang diberikan, tampaknya memungkinkan seseorang
untuk mengatakan kepada sahabat apa yang ingin ia katakan.
Sejumlah kemelut, seperti masalah perkawinan, penyakit, atau
kematian, hubungan keluarga atau apapun yang mungkin tidak dapat
di diskusikan dengan orang yang bersangkutan, mungkin dapat
dinyatakan kepada sahabat (Allan, 1989: 32).
Disini, dukungan dari sahabat untuk menyediakan nasehat dan
informasi lain dari sahabat yang dapat digunakan oleh individu untuk
dapat menolong dirinya sendiri dalam rangka mengatasi masalah-
masalah yang dihadapi seperti kekacauan dalam perkawinan, masalah
keuangan, kegagalan, penyakit dan kematian dengan lebih baik.
2. Dukungan praktis
xliii
Seperti dukungan moral, sahabat secara rutin menyediakan bantuan
praktisnya, seperti saling memberi tumpangan, menyediakan nasehat
pada topik-topik khusus yang disukainya. Dengan perkataan lain,
sahabat dapat menjadi sumber yang dapat menolong mereka untuk
mengatasi tuntutan-tuntutan yang kurang lebih ringan. Lobel dkk
(1994: 34) menyebut dukungan ini sebagai dukungan instrumental.
Menurutnya, dukungan instrumental melibatkan bantuan secara
langsung terhadap orang-orang yang membutuhkannya. Bantuan
diberikan tidak hanya pada saat-saat kritis, tetapi juga untuk hal-hal
yang rutin sifatnya.
3. Pertolongan materi
Hanya pada saat-saat yang relatif jarang sahabat menyediakan
dukungan finansial satu sama lain. Mereka mungkin saling meminjam
sedikit uang, tetapi tidak terlibat dalam pinjaman dalam jumlah yang
besar. Umumnya, sahabat memberikan bentuk-bentuk lain dari
bantuan materi dan manfaat finansial.
c. Identitas dan status
Sahabat menolong seseorang untuk membentuk dan memperkuat
pandangan tentang diri serta memberikan kepercayaan pada identitas
yang dimiliki. Dikatakan bahwa persahabatan memberikan kebebasan
pada seseorang untuk mengekspresikan identitas diri dari pada yang
dapat mereka lakukan dalam konteks lain yang lebih formal, yaitu di saat
xliv
norma-norma tingkahlaku dipaksakan oleh kewajiban dan tuntutan peran.
Dalam berhadapan dengan sahabat, “diri” yang dinyatakan lebih dekat
dengan definisi seseorang tentang dirinya dari pada “diri” yang
digambarkan konteks lain. Dalam kaitannya dengan status, disebutkan
bahwa sahabat dapat menjadi indikator meletakkan seseorang dalam
hirarki status tertentu.
Sebagai tambahan apa yang telah di sebutkan oleh Allan (1989: 35),
(Wrigth dalam Lemme,1995: 35) menyebutkan bahwa sahabat dapat
mempunyai nilai stimulasi, yaitu menambah minat dan kesempatan untuk
bersosialisasi dalam kehidupan, memperluas pengetahuan, ide, atau
pandangan seseorang. Sahabat juga dapat menjadi sumber perbandingan
sosial (Hays, 1988: 38), yaitu menyediakan sejumlah informasi yang dapat
mengurangi keragu-raguan seseorang terhadap suatu hal.
2.2. PENYESUAIAN DIRI
2.2.1. Pengertian Penyesuaian Diri
Beberapa definisi penyesuaian diri menurut para ahli psikologi sosial adalah
sebagai berikut:
Menurut Feldman (1989: 68) penyesuaian diri merupakan usaha manusia
untuk memenuhi tuntutan dan tantangan yang di berikan oleh dunia di mana
mereka hidup.
xlv
Penyesuaian diri menurut Grasha et all. (1990: 49) mengacu pada usaha
yang dilakukan untuk memenuhi tuntutan lingkungan. Penyesuaian diri ini
juga memperhatikan keberhasilan dan kegagalan individu, menyesuaikan
keterampilan dan kemampuannya untuk menghadapi berbagai peristiwa
dalam hidupnya. Bahkan usaha yang dilakukan untuk mencapai sesuatu atau
memenuhi kebutuhan dasar agar terbebas dari masalah-masalah kehidupan
yang juga di asosiasikan dengan penyesuaian diri yang kuat.
Sedangkan menurut Lazarus (1976: 17) penyesuaian diri terdiri dari dua
macam proses, yaitu menyesuaikan diri pada situasi yang telah terbagi dan
mengubah situasi agar sesuai dengan kepentingan seseorang. Dapat di
katakan bahwa dalam menghadapi tuntutan lingkungan tidak hanya bersikap
pasif tetapi juga melakukan tindakan yang aktif. Selain melakukan
penyesuaian diri dengan situasi yang ada, manusia juga dapat mengubah
lingkungan agar sesuai dengan kebutuhan.
Sementara itu menurut Fahmi (dalam Daradjat, 1982:14) penyesuaian diri
adalah dinamika yang bertujuan untuk mengubah kelakuan agar terjadi
hubungan yang lebih sesuai antara dirinya dan lingkungannya.
Berdasarkan definisi diatas maka penulis menulis menyimpulkan tentang
penyesuaian diri merupakan, sebuah proses psikologis, di lakukan untuk
memenuhi tuntutan lingkungan, dan tantangan yang di berikan oleh dunia di
xlvi
mana mereka hidup. Maka penyesuaian diri bertujuan untuk mengubah
kelakuan agar terjadi hubungan yang lebih sesuai antara dirinya dan
lingkungannya.
2.2.2. Karakteristik Penyesuaian Diri
2.2.2.1. Penyesuaian diri yang baik (good adjusment)
Seseorang yang mempunyai pola penyesuaian diri yang baik atau orang
yang disebut sebagai orang yang sehat mentalnya menunjukan pola tingkah
laku atau karakteristik yang sesuai dengan yang diinginkannya.
Menurut schneiders (dalam Yusuf, 2004: 22) ciri-ciri orang yang well
adjusted, yaitu “yang mampu merespon (kebutuhan, dan masalah) secara
matang, efisien, puas, dan sehat (wholesome)”. Yang dimaksud efisien
adalah hasil yang diperolehnya tidak banyak membuang energi, waktu, atau
kekeliruan. Sementara wholesome adalah respon individu itu sesuai dengan
hakikat kemanusiaannya, hubungan dengan yang lain, dan hubungannya
dengan Tuhan. Orang tersebut memiliki kemampuan untuk mereaksi
kebutuhan dirinya atau tuntutan lingkunngannya secara matang, sehat, dan
efisien, sehingga dapat memecahkan konflik-konflik mental, frustasi, dan
kesulitan-kesulitan pribadi dan sosialnya tanpa mengembangkan tingkah laku
simtomatik ( seperti rasa cemas, takut, hawatir, obsesi, pobia, atau
psikomatik). Dia adalah orang yang berupaya menciptakan hubungan
xlvii
interpersonal dan suasana yang berkontribusi kepada perkembangan
kepribadian yang sehat.
Orang yang memiliki sikap iri hati, hasud, cemburu, atau permusuhan
merupakan respon yang “unwholesome” (tidak sehat), sedangkan sikap
persahabatan, toleransi, memberi pertolongan merupakan respon yang
“wholesome”.
Berdasarkan pengertian diatas, maka seseorang itu dapat dikatakan memiliki
penyesuaian diri yang normal, yang baik (well adjustment) apabila dia mampu
memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalahnya secara wajar, tidak
merugikan diri sendiri dan lingkungannya, serta sesuai dengan norma agama.
Penyesuaian diri normal ini memiliki karakteristik sebagai berikut (Schneiders,
1964 dalam Yusuf, 2004: 27).
1. Absence of excessive emotionality (terhindar dari ekspresi emosi yang
berlebih-lebihan, merugikan, atau kurang mampu mengontrol diri).
2. Absence of psychological mechanisme (terhindar dari mekanisme-
mekanisme psikologis, seperti rasionalisasi, agresi, kompensasi dan
sebagainya).
3. Absence of the sense of personal frustration (Terhindar dari perasaan
frustasi atau perasaan kecewa karena tidak terpenuhi kebutuhannya).
xlviii
4. Rational deliberation and self-direction (Memiliki pertimbangan dan
pengarahan diri yang rasional, yaitu mampu memecahkan masalah
berdasarkan alternatif-alternatif yang telah dipertimbangkan secara
matang dan mengarahkan diri sesuai dengan keputusan yang diambil).
5. Ability to learn (Mampu belajar, mampu mengembangkan kualitas dirinya,
khususnya yang berkaitan dengan upaya untuk memenuhi kebutuhan
atau mengatasi masalah sehari-hari).
6. Utilization of past experience (Mampu memanfaatkan pengalaman masa
lalu, bercermin ke masa lalu, baik yang terkait dengan keberhasilan
maupun kegagalam untuk mengembangkan kualitas hidup yang lebih
baik).
7. Realistic, objective attitude (Bersikap objektif dan realistik ; mampu
menerima kenyataan hidup yang dihadapi secara wajar ; mampu
menghindari, merespon situasi atau masalah secara rasional, tidak
didasari oleh prasangka buruk atau negatif).
2.2.2.2. Penyesuaian Diri yang Menyimpang (maladjustment)
Menurut Schneiders (dalam Yusuf, 2004: 28 - 80) penyesuaian diri yang
menyimpang atau tidak normal merupakan proses pemenuhan kebutuhan
atau upaya pemecahan masalah dengan cara-cara yang tidak wajar atau
bertentangan dengan norma yang dijunjung tinggi oleh masyarakat. Dapat
xlix
juga dikatakan bahwa penyesuaian diri yang menyimpang ini adalah sebagai
tingkah laku abnormal (abnormal behavior), terutama terkait dengan kriteria
sosio psikologis dan agama. Penyesuaian yang menyimpang dan abnormal
ini ditandai dengan respon-respon sebagai berikut.
1. Reaksi bertahan (defence reaction = flight from self)
Organisme atau individu dikepung tuntutan-tuntutan dari dalam diri sendiri
(need) dan dari luar (pressure dari lingkungan) yang kadang-kadang
bersifat mengecam rasa aman egonya. Untuk melindungi rasa aman
egonya, individu mereaksi tuntutan yang mengancam tersebut dengan
mekanisme pertahanan diri (defence mechanism).
Mekanisme pertahanan (defence mechanism) dapat di artikan sebagai
respon yang tidak disadari yang berkembang dalam struktur kepribadian
individu, dan menjadi menetap, sebab dapat mereduksi ketegangan dan
frustasi, dan dapat memuaskan tuntutan-tuntutan penyesuaian diri.
Orang ini berusaha mempertahankan diri sendiri, seolah-olah tidak
mengalami kegagalan, menutupi kegagalan, atau menutupi kelemahan
dirinya sendiri dengan cara-cara atau alasan-alasan tertentu. Bentuk
reaksi ini diantaranya : (1) kompensasi : menutupi kelemahan dalam suatu
hal, dengan cara mencari kepuasan dalam bidang lain (2) sublimasi :
menutupi atau mengganti kelemahan atau kegagalan dengan cara atau
kegiatan yang mendapatkan pengakuan (sesuai dengan nilai-nilai)
l
masyarakat. (3) proyeksi : melemparkan sebab kegagalan dirinya kepada
pihak lain.
Mekanisme pertahanan diri ini muncul dilatarbelakangi oleh dasar-dasar
psikologis, seperti : inferiority (perasaan rendah diri), inadequacy
(perasaan tidak mampu), failure (perasaan gagal) dan guilt (perasaan
bersalah).
2. Reaksi menyerang (Agresive reaction) dan Delinquency
Agresi dapat diartikan sebagai sebuah bentuk respon untuk mereduksi
ketegangan dan frustasi melalui media tingkah laku yang merusak,
berkuasa, atau mendominasi.
Berbeda dengan mekanisme penyesuaian diri yang lainnya, reaksi agresi
tidak berkontribusi atau tidak memberikan nilai manfaat bagi
kesejahteraan rohaniah individu atau penyelesaian masalah yang
dihadapinya.
Agresi ini terefleksi dalam bentuk-bentuk tingkah laku verbal dan non-
verbal. Contoh yang verbal : berkata kasar, bertengkar, panggilan nama
yang jelek, jawaban yang kasar, sarkasme (perkataan yang menyakitkan
hati), dan kritikan yang tajam. Sementara contoh yang non-verbal
diantaranya: menolak atau melanggar aturan (tidak disiplin),
memberontak, berkelahi (tawuran), mendominasi orang lain, dan
membunuh.
li
Bentuk mekanisme yang sangat dekat hubungannya dengan agresi
adalah “delinquency”, karena kedua-duanya merupakan sikap perlawanan
terhadap kondisi yang memfrustasikan kebutuhan atau keinginannya.
Delinquency dapat diartikan sebagai tingkah laku individu atau kelompok
yang melanggar norma moral yang dijunjung tinggi masyarakat, yang
menyebabkan terjadinya konflik antara individu dengan kelompok atau
masyarakat.
Tingkah laku nakal (delinquency) dapat dipandang sebagai upaya untuk
memenuhi kebutuhan, dan mereduksi ketegangan, frustasi dan konflik
yang disebabkan oleh tuntutan tersebut.
3. Reaksi melarikan diri dari kenyataan (Escape and withdrawal reaction atau
flight from reality)
Reaksi escape dan withdrawal merupakan perlawanan pertahanan diri
individu terhadap tuntutan, desakan, atau ancaman dari lingkungan
dimana dia hidup.
Reaksi “escape” dan “withdrawal” berkembang disebabkan oleh beberapa
faktor, yaitu sebagai berikut:
1. Psikologis: frustasi, konflik, ketakutan, perasaan tertindas, dan
kemiskinan emosional.
2. Lingkungan keluarga: orang tua terlalu memanjakan anak, orang tua
bersikap menolak terhadap anak, dan orang tua menerapkan disiplin
yang keras terhadap anak.
lii
4. Penyesuaian yang patologis (flight into illness)
Penyesuaian yang patologis ini berarti bahwa individu yang
mengalaminya perlu mendapat perawatan khusus, dan bersifat klinis,
bahkan perlu perawatan dirumah sakit (hospitalized). Yang termasuk
penyesuaian yang patologis ini adalah “neurosis” dan “psikosis”.
5. Tingkah Laku Anti Sosial (Antisocial Behaviour)
Tingkah laku anti sosial merupakan tingkah laku yang menyimpang atau
bertentangan dengan norma masyarakat (baik secara
formal=hukum/perundang-undangan, maupun informal=adat istiadat), dan
norma agama. Contoh tingkah laku anti sosial ini, diantaranya:
pemerkosaan, perzinahan, perampokan, pencurian, perjudian, penculikan,
pemalsuan (ijazah, persaksian, dan pembunuhan).
Tingkah laku anti sosial ini diklasifikasikan kedalam tiga kategori, yaitu:
antisocial personality (psychopathy), criminal (dyssocial behavior), dan
juvenile delinquency (Harmatz, 1978).
6. Kecenderungan dan Ketergantungan Alkohol, dan Obat Terlarang
Kecanduan alkohol (minuman keras atau miras) dan penyalahgunaan
Narkoba/ Naza merupakan gejala perilaku menyimpang (baik secara
hukum maupun psikologis) yang berdampak sangat buruk terhadap
kesehatan fisik, (seperti gangguan fungsi otak, dan peradangan lambung
dan usus) dan psikis (seperti pemalas, pembohong, penipu, pencuri dan
perasa). Sementara upaya untuk “recovery” atau penyembuhannya
liii
sangat susah, lama, dan mahal. Oleh karena itu, yang perlu menjadi
perhatian utama adalah upaya preventif atau pencegahan.
7. Penyimpangan Seksual, dan AIDS
Beberapa perilaku menyimpang yang harus mendapat perhatian semua
pihak dewasa ini, diantaranya penyimpangan perilaku seksual dan freesex
yang menyebabkan AIDS. Penyimpangan seksual (deviation sexual)
merupakan salah satu problem kepribadian atau kesehatan mental.
Penyimpangan ini dapat dikategorikan sebagai “psyhopatic personality” .
Dengan alasan ini, istilah “sexual psyhopath” telah digunakan secara luas
dalam bidang medis, psikologi dan kriminologi. Penyimpangan seksual
merupakan perilaku abnormal, atau salah satu (maladjustment), karena
sering kali merintangi penyesuaian personal dan sosial.
2.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri
Menurut Daradjat (2001: 17) dalam bukunya kesehatan mental, faktor-faktor
yang mempengaruhi penyesuaian diri adalah:
a. Frustrasi
Frustrasi adalah proses yang menyebabkan orang merasa akan adanya
hambatan terhadap terpenuhinya kebutuhan kebutuhan atau menyangka
bahwa akan terjadinya sesuatu hal yang menghalangi keinginannya.
Frustrasi ini terkait dengan stress, stress sendiri terbagi dua stress yang
liv
positif atau austress dan stress yang negatif atau distress. Apabila orang
tersebut mampu mengatasi stress maka sebut dengan austress dan orang
yang demikian dapat dikatakan orang yang mempunyai penyesuaian diri
yang baik dan apabila orang tersebut tidak mampu mengatasi stress yang
datang maka ia disebut dengan distress dan orang yang demikian itu
dapat dikatakan dengan orang yang tidak mampu menyesuaikan diri.
b. Konflik
Konflik atau pertentangan batin adalah terdapatnya dua macam dorongan
atau lebih, yang berlawanan atau bertentangan satu sama lain.
Menurut Zakiah konflik itu terbagi tiga yang pertama yaitu konflik terhadap
dua hal yang diingini, yang tidak mungkin di ambil keduanya, misalnya
seorang gadis yang dilamar oleh dua orang pemuda yang sama-sama di
cintainya, jika ia memilih A maka ia akan kehilangan yang B begitu juga
sebaliknya. Yang kedua yaitu konflik terhadap dua hal yang
bertentangan, contohnya adalah seorang anak yang ingin naik gunung
tetapi oleh sang ibu dilarang, di satu sisi sang ibu tidak ingin kalau
anaknya tidak mempunyai pengalaman yang menarik di saat liburan,
tetapi di sisi yang lain ibu tersebut juga takut kalau anaknya mengalami
kecelakaan di jalan. Yang ketiga yaitu konflik terhadap dua hal yang tidak
diingini contohnya adalah seorang militer yang turun ke medan perang ia
lv
tidak ingin membunuh lawannya tetapi kalau ia tidak membunuh maka ia
akan dibunuh oleh lawannya.
c. kecemasan
Kecemasan adalah manifestasi dari berbagai proses emosi yang
bercampur baur, yang terjadi ketika orang sedang mengalami tekanan
perasaan (frustasi) dan pertentangan batin (konflik). Kecemasan
mempunyai segi yang di sadari seperti rasa takut, terkejut, tidak berdaya,
rasa berdosa, juga ada segi-segi yang terjadi di luar kesadaran dan tidak
bisa menghindari perasaan yang tidak menyenangkan. Kecemasan dapat
di sebabkan oleh beberapa hal yang pertama yaitu rasa cemas yang
timbul akibat melihat dan mengetahui ada bahaya yang mengancamnya.
Contohnya adalah seorang pejalan kaki yang melihat mobil berkecepatan
tinggi datang menuju kearahnya seakan-akan ingin menabraknya
tentunya ia akan merasa takut dan mencoba untuk menyelamatkan diri.
Yang kedua rasa cemas berupa penyakit dan terlihat dalam beberapa
bentuk yaitu takut terhadap hal yang tidak jelas, tidak tentu, dan tidak ada
hubungannya dengan apa-apa, serta takut itu mempengaruhi kepribadian
seseorang. Bentuk yang lainnya adalah kecemasan yang ditimbulkan oleh
benda-benda yang ada kaitan dengan dirinya. Yang ketiga kecemasan
yang disebabkan oleh rasa berdosa atau bersalah karena melakukan
sesuatu yang bertentangan dengan hati nuraninya. Cemas ini juga dapat
lvi
diikuti denngan beberapa gejala baik itu fisik seperti jantung berdebar-
debar, ujung jari berkeringat, dan lain-lain; dan gejala psikis seperti tidak
nyaman, rasa takut yang berlebihan, gelisah, tidak percaya diri, merasa
rendah diri dan lain-lain.
2.3. PAKAIAN
2.3.1. Pengertian Pakaian Secara Umum
Pakaian secara etimologi bisa diartikan dengan busana (Ali, 1988: 50).
Sedangkan secara terminologi pakaian adalah barang yang dibuat dari
berbagai macam bahan untuk menutupi, melindungi dan menghiasi tubuh
manusia. Barang-barang tersebut mencakup baju, celana, kemeja, kebaya,
jas, gaun, rok, blus, jaket, sepatu, topi dan sebagainya. (Badudu-Zain, 1994:
979).
Menurut Daryanto (dalam Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, 1997: 456)
pakaian sama saja dengan busana yaitu, pakaian yang lengkap dengan
coraknya indah, bahannya bagus, dan barang yang dipakai.
Pakaian sesuai dengan fitrahnya berfungsi untuk menutupi anggota badan
tertentu dari penglihatan orang lain dan untuk menjaga kesehatan yang di
antaranya untuk perlindungan dari panas dan dingin. Selain itu pakaian juga
lvii
merupakan lambang kesopanan dan keindahan, sekaligus ciri khas masing-
masing daerah, serta menunjukan ketinggian budaya suatu bangsa.
2.3.2. Pengertian Pakaian Menurut Islam
Pakaian menurut Islam Ibnu Arabi dalam http://www.jurnal.biz/forum/
viewtopic.php? adalah jilbab/pakaian yang menutupi seluruh badan dari atas
(kepala) sampai ke bawah (mata kaki) yang lebih besar dari tudung. Al-
Khatib Asy Syarbini (dalam www.jurnal.biz/forum/ viewtopic.php?, 2007)
menjelaskan bahwa setiap pakaian yang berfungsi menutupi adalah jilbab,
dan jika yang dimaksud dengan jilbab adalah pakain gamis, maka
mengulurkannya adalah untuk menyempurnakannya.
Islam mewajibkan menutup aurat dihadapan laki-laki yang bukan mahram
adalah amat penting dan perlu dilaksanakan oleh setiap wanita. Perkara ini
agar tidak memunculkan nafsu laki-laki akibat penglihatannya terhadap
wanita yang tidak senonoh dan mendedahkan sebagian tubuhnya. Ini
bermakna penutup aurat itu adalah satu dari bentuk jaminan keselamatan
yang di ajukan oleh Islam untuk melindungi kepentingan wanita.
Dengan kata lain pakaian dalam Islam adalah aurat, untuk melindungi seluruh
tubuh dari ujung rambut hingga ujung kaki, dan untuk menjaga keselamatan
lviii
para wanita dari perbuatan yang kurang baik yang di lakukan oleh laki-laki
yang tidak bertanggung jawab.
2.3.3. Pengertian Cadar
Cadar dalam bahasa Arab di sebut dengan An Niqab, adalah sesuatu yang
berguna untuk menutupi seluruh wajah perempuan kecuali kedua mata atau
sesuatu yang tampak di sekitar mata. Dinamakan penutup wajah (Al- Niqab)
karena masih ada lubang disekitar daerah mata yang berguna untuk melihat
jalan. (http//www.myblogger.com)
Pengertian “cadar” oleh para ulama sering di sebut dengan istilah “hijab”.
Secara harfiah “hijab” berarti pemisah dalam pergaulan antara laki-laki dan
perempuan. Sedangkan secara istilah adalah sejenis baju kurung yang
lapang dan dapat menutupi kepala, wajah, dan dada. Rasulullah SAW telah
menerangkan bahwa wanita adalah aurat yang mesti di lindungi (di tutupi).
(Labib MZ, 1993: 99).
Ibnu Abbas dan Qotadat seperti yang dikutip Baidan bahwa hijab atau cadar
adalah pakaian yang menutup pelipis dan hidung, meskipun kedua mata
pemakaianya terlihat namun tetap menutup muka dan bagian dadanya.
(Baidan, 1999:118). Kemudian Fathan mengemukakan bahwa:
lix
“cadar (hijab) adalah kain penutup muka dan sebagian wajah wanita
hingga mata saja yang nampak”. (Abu Fathan, 1992: 6).
Menurut Syaikh Bakar bin Abu Zaid pakaian bercadar adalah, pakaian yang
luas menutupi seluruh badan, dan memakai jilbab pada pakaian luarnya dari
ujung kepala turun sampai menutup wajahnya, sehingga menutupi
perhiasaannya dan seluruh badannya sampai menutupi kedua ujung kakinya.
(www.jurnal,biz/forum/viewtopic.php?p)
2.3.4. Alasan Penggunaan Cadar
Syaikh Muhammad Nashiruddin Albani (ulama dan ahli hadits) seperti di kutip
(Khan 2001: 181-182) memandang bahwa wajah perempuan tidak termasuk
bagian yang wajib di tutupi, namun ia menganjurkan sebagian di tutup untuk
mencegah kejahatan mengingat dekadensi moral yang umum terjadi di
masyarakat modern seperti sekarang ini. Adapun peraturan memakai hijab
menurutnya adalah sebagai berikut:
a. Hijab harus menutup seluruh tubuh.
b. Hijab hendaknya bukan merupakan sumber daya tarik (pamer
kemewahan). Firman Allah
�"����� C5< ��QY�I+?# ,-��
.L�*�=)�� )�s=)��
�`zJ5�5(�)���9P BCD]��}9P
lx
Artinya: “ hendaklah kalian tetap di rumah dan janganlah berhias dan
bertingkah laku seperti perempuan-perempuan jahiliah masa lalu”.
(QS. Al-Ahzab, 33).
c. Hijab merupakan kain yang tebal dengan keyakinan bahwa pakaian
tembus pandang hanya akan memperkuat daya tarik perempuan dan
menjadi sumber kejahatan.
d. Hijab merupakan pakaian yang lapang dan tidak sempit.
e. Pakaian tidak menyerupai pakaian laki-laki.
f. Pakaian tidak menyerupai pakaian kafir.
g. Pakaian tidak boleh merefleksikan kebesaran dunia. (Khan, 2001: 181-
182).
Sedangkan menurut R. Rusmini Suria Atmaja seperti di kutip Labib MZ (1990:
251) menyatakan bahwa di antara alasan penggunaan cadar (hijab), adalah
sebagai berikut:
a. Memenuhi syarat peradaban sehingga tidak menyinggung rasa
kesusilaan.
b. Memenuhi syarat kesehatan, yakni melindungi tubuh dari gangguan
luar seperti: panas teriknya matahari, udara dingin dan debu.
c. Memenuhi rasa keindahan, sesuai dengan syari’at dan peradaban.
d. Menutup segala kekurangan yang ada pada tubuh.
lxi
Pandangan berbeda disampaikan oleh Ibrahim Amini, mengenai alasan
penggunaan hijab sebagai berikut :
a. Untuk melindungi secara lebih baik nilai-nilai sosial terhadap upaya-
upaya busuk yang menjadikan wanita sebagai objek tontonan.
b. Dengan memperhatikan hijab Islam, perbuatan-perbuatan kotor dan
tidak terpuji dapat di kendalikan.
c. Dengan memakai hijab Islam, akan memberikan ketenangan lahir dan
batin karena akan terbebas dari gangguan. (Labib MZ, 1990: 230).
lxii
BAB 3
METODELOGI PENELITIAN
3.1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif. Peneliti memilih penelitian kualitatif dalam menjawab permasalahan,
karena penelitian ini berusaha mendapatkan informasi dan untuk memahami
dari sudut pandang subyek penelitian sesuai yang ingin di capai dalam
penelitian ini, yaitu ingin mengetahui gambaran persahabatan dan
penyesuaian diri pada mahasiswi UIN Jakarta yang mengenakan cadar.
Penelitian kualitatif menghasilkan data dan mengolah data yang sifatnya
deskriptif, seperti transkripsi wawancara, catatan lapangan, gambar, foto,
rekaman video dan lain sebagainya. (Poerwandari, 2001: 22)
3.2. Metode Pengumpulan data
Metode pengumpulan data yang di gunakan dalam penelitian adalah, metode
wawancara dan observasi. Metode wawancara sebagai metode utama
sedangkan metode penunjangnya adalah metode Observasi.
lxiii
3.2.1. Wawancara sebagai metode utama
Pada penelitian ini penulis menggunakan teknik wawancara sebagai metode
utama dalam pengumpulan data. Penulis menggunakan teknik wawancara
agar mendapatkan data yang lebih mendalam mengenai persahabatan dan
penyesuaian diri pada mahasiswi yang bercadar.
Wawancara kualitatif menurut Banister dkk (dalam Poerwandari, 2001: 75)
dilakukan bila peneliti bermaksud untuk memperoleh pengetahuan tentang
makna-makna subyektif yang dipahami berkenaan dengan topik yang diteliti,
dan bermaksud melakukan eksplorasi terhadap isu tersebut.
Sesuai dengan tujuan dari penelitian ini, yaitu untuk mengetahui gambaran
persahabatan dan penyesuaian diri pada mahasiswi yang mengenakan
cadar. Maka dalam penelitian ini, wawancara yang dilakukan adalah
wawancara mendalam dan terfokus untuk mengarahkan pembicaraan pada
hal-hal atau aspek-aspek tertentu dari kehidupan atau pengalaman subyek
dengan menggunakan petunjuk umum wawancara (Poerwandari, 2001).
3.2.2. Observasi sebagai metode penunjang
Pada penelitian ini digunakan juga metode observasi yang berfungsi sebagai
metode penunjang. Menurut (Banister dalam Poerwandari, 2001: 70) istilah
Observasi di turunkan dari bahasa latin yang berarti “melihat” dan
lxiv
“memperhatikan”. Observasi di arahkan pada kegiatan memperhatikan
secara akurat, mencatat fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan
hubungan antar aspek dalam fenomena tertentu.
Metode observasi ini dilakukan dalam rangka menununjang hasil penelitian
yang diperoleh dalam wawancara yang diharapkan agar peneliti dapat
memahami lebih dalam apa yang akan diteliti serta memungkinkan peneliti
melihat sesuatu yang oleh subyek tidak disadari.
3.3. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: pedoman
wawancara, lembar observasi, dan alat perekam. (Patton dalam Poerwandari
2001: 70-81)
1. Pedoman Wawancara berupa daftar pertanyaan: Berlaku sebagai
pegangan dalam wawancara agar tidak menyimpang dari tujuan penelitian,
mengingatkan kembali akan aspek-aspek yang perlu digali dari subyek
serta memudahkan kategorisasi dalam melakukan analisa data.
2. Lembar observasi: Digunakan untuk mencatat hal-hal yang dianggap
penting, dapat menerangkan lebih lanjut data yang telah diperoleh atau
berpengaruh terhadap jalannya wawancara. Hal-hal yang dicatat meliputi
setting tempat wawancara berlangsung, lama wawancara, hal-hal yang -
terjadi selama wawancara yang mungkin berpengaruh terhadap jalannya
lxv
wawancara, penampilan subyek secara keseluruhan, respon subyek
terhadap pertanyaan dan cara menyampaikan jawaban pertanyaan.
3. Alat perekam: Digunakan untuk memudahkan peneliti mengulang kembali
hasil wawancara agar memungkinkan memperoleh data yang utuh, sesuai
dengan yang disampaikan subyek dalam wawancara. Alat ini digunakan
atas izin dari subyek sebelum wawancara.
3.4. Subyek Penelitian
3.4.1. Karakteristik Subyek
Karakteristik subyek dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Subyek adalah mahasiswi S1 UIN Jakarta yang mengenakan cadar
2. Subyek adalah mahasiswi S1 UIN Jakarta minimal semester 2 (Angkatan
2007).
3. Subyek memiliki sahabat yang mempunyai latar belakang berbeda
3.4.2. Jumlah Subyek
Jumlah subyek dalam penelitian kualitatif tidak dapat di tentukan dari awal
penelitian secara tegas. Sehingga peneliti harus benar-benar yakin bahwa
subyek yang dipilih telah memenuhi kriteria yang telah di tetapkan. Dalam
penelitian ini penulis mengambil 3 subyek.
lxvi
3.4.3. Teknik Pemilihan Subyek
Untuk memilih subyek yang sesuai dengan tujuan penelitian, maka dalam
menentukan subyek penelitian peneliti menggunakan tehnik purposive
sampling (sample bertujuan) pada awalnya, kemudian untuk subyek
selanjutnya menggunakan tehnik snowball/ chain sampling yaitu peneliti
bertanya pada subyek penelitinya tentang (calon) subyek penelitian atau nara
sumber lain yang penting atau harus di hubungi (Poerwandari, 2001: 61).
3.5. Teknik Analisa Data.
Dalam melakukan analisis data, ada beberapa hal yang mesti dilakukan oleh
penulis. Pertama yaitu membuat daftar pertanyaan, pedoman observasi dan
pedoman analisis dokumen. kemudian daftar pertanyaan tersebut di ajukan
kepada dosen pembimbing untuk mendapat saran dan masukan. Setelah itu
baru dilakukan proses wawancara. Ketika data sudah terkumpul baru
dianalisa dengan teknik sebagai berikut :
1) Membuat transkrip hasil wawancara secara verbatim berdasar hasil
rekaman wawancara.
2) Memberi label pada hasil rekaman dan disimpan sebagai dokumen.
3) Memberikan penomoran pada masing-masing transkrip.
4) Melakukan koding dan kategorisasi data dan menjadikan satuan-satuan
kecil.
lxvii
5) Menganalisis data dari tiap subyek dengan melakukan perbandingan
antara kasus-kasus yang dialami masing-masing subyek. (Poerwandari,
2001: 85)
3.6. Prosedur dan Pelaksanaan Penelitian
Setiap penelitian harus melalui beberapa tahap atau prosedur harus
dijalankan oleh seorang peneliti. Adapun dalam penelitian kali ini prosedur
yang dilaksanakan peneliti adalah sebagai berikut:
a. Tahap Persiapan penelitian
1. Menyusun pedoman wawancara
2. Memperbaiki pedoman wawancara setelah berkonsultasi dengan
dosen pembimbing
3. Menghubungi calon-calon subyek penelitian
4. Uji coba wawancara kepada satu orang subyek
5. Dosen pembimbing memberikan saran dan masukan tentang hasil uji
coba wawancara dan mengadakan perbaikan
b. Tahap pelaksanaan penelitian
1. Mengkonfirmasi ulang calon-calon subyek yang akan diwawancarai
2. Proses wawancara kepada tiap subyek
3. Memindahkan hasil wawancara kedalam bentuk verbatim
4. Menganalisa data tiap subyek
lxviii
5. Menganalisis data dari tiap subyek dengan melakukan perbandingan
antara kasus-kasus yang dialami masing-masing subyek serta
membuat kesimpulan penelitian.
3.7. Etika Penelitian
Selanjutnya beberapa segi praktis yang perlu dilakukan peneliti dalam
menghadapi persoalan etika menurut Bog dan Biklen (dalam Moleong, 2006:
134) antara lain :
1) Ketika kita berhadapan dengan orang-orang pada latar penelitian,
beritahukan secara jujur dan secara terbuka maksud dan tujuan. Hal itu
hendaknya diajukan kepada mereka yang memberikan izin, kepada
pejabat setempat, kepada subyek yang akan diamati atau diwawancarai.
2) Menghargai orang-orang yang akan diteliti bukan sebagai subyek,
melainkan sebagai orang yang sama derajatnya dengan peneliti.
3) Hargai, hormati, patuhi, semua peraturan, norma, nilai masyarakat,
kepercayaan, adat istiadat, kebiasaan, kebudayaan, tabu yang hidup
didalam masyarakat tempat penelitian dilakukan.
4) Memegang kerahasiaan segala sesuatu yang berkenaan dengan
informasi yang diberikan oleh subyek. Jika informasi yang diberikan oleh
mereka tidak dikehendaki untuk dipublikasikan, hendaknya peneliti
menghormatinya. Nama-nama subyek juga sebaiknya tidak disebutkan
lxix
dalam laporan penelitian kecuali jika subyek tidak berkeberatan. Atau jika
dipandang perlu, nama-nama tersebut diganti dengan nama lain atau
inisial.
5) Menulis segala kejadian, peristiwa, cerita, dan lain-lain secara jujur, benar
dan nyatakanlah sesuai aslinya. Memoles atau “memproses data dalam
pabrik” ataupun “mengubah data” akan merupakan dosa terakhir bagai
seorang ilmuwan.
Etika-etika tersebut peneliti terapkan sesuai dengan ketetapan dan metode
yang terbaik dan sesuai dengan kode etik psikologi.
lxx
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Subyek
Tabel 4.1
Gambaran umum Subyek
Data kontrol S 1 S 2 S 3
Keterangan Terdiri Dari: 1. Inisial
L
A
F
2. Usia 22 Th 19 Th 20 Th
3. Suku Sunda Betawi Jawa
4. Agama Islam Islam Islam
5. Anak Ke/Dari 3/5 9/9 1/3
6. Universitas UIN UIN UIN 7. Fakultas/Jurusan Adab Ext FITK/B. Arab FITK/B.Indonesia
8. Tinggal Bersama Orangtua Orangtua Kos 9. Pekerjaan Orangtua
Ayah : Ibu :
Pegawai PLN Ibu rumah tangga
Wiraswasta Ibu rumah tangga
Wiraswasta Pegawai Swasta
10. Pendidikan Orangtua Ayah :
Ibu :
SLTA SLTA
SD SD
SLTA SLTA
11. Jumlah sahabat 1 orang 4 orang 1 orang 12. Lama bersahabat 1 tahun 2 tahun 2 tahun
lxxi
4.2. Analisa Tiap Subyek
4.2.1. Subyek 1 (L)
Hasil Observasi terhadap Subyek
Pada saat L di wawancarai, L mengenakan kaos warna putih, rok putih,
sepatuh putih, manset putih, dan mengenakan kerudung+cadar warna hijau.
L memiliki tinggi badan sekitar 160 cm dan berat badan 45 kg. Wawancara di
lakukan pada tanggal 06 Februari 2008, pukul 18.30- 20.30 WIB di taman
Fakultas Adab dan Humaniora, di Universitas Islam Negeri Jakarta. Pada
saat wawancara berlangsung suasana kampus sepi dan nyaman untuk
melakukan tanya jawab, namun keadaan di buat sedemikian santai sehingga
subyekpun merasa nyaman. Selama wawancara berlangsung L tidak banyak
melakukan gerakan, hanya sesekali memasukkan tangannya kedalam
kerudungnya. L cukup lancar dalam menjawab semua pertanyaan dari
Peneliti dan kata-katanyapun tegas tidak berbelit-belit. Wawancara ke dua di
lakukan di tempat yang sama namun berbeda jam 08 Februari dari jam
13.00-15.30. L sangat ramah dan terbuka kepada siapapun bahkan pada
orang yang baru di kenal. Intonasi suara L juga cukup jelas dan lantang.
Gambaran Penggunaan Cadar
Sebenarnya L telah mengenal cadar sejak duduk di bangku madrasah
Tsanawiah (setingkat SMP) kelas 1, pada saat itu L sudah bersekolah di
Pesantren Thariqat Fatimah Al-Idrisiyyah. Namun ketika itu L belum
lxxii
mengenakan cadar, hanya sesekali saja dan hanya pada saat-saat tertentu
(pengajian) di pesantren. Bahkan ketika L pulang ke rumah orangtuanya dari
pesantren L tidak mengenakan cadar. Setelah lulus Madrasah Tsanawiah
dan L melanjutkan sekolah di tempat yang sama, baru terpikirkan oleh L
untuk mengenakan cadar, sampai akhirnya L memutuskan untuk
mengenakannya, namun L mengenakan cadar pada usia 13 Tahun, tetapi
masih suka dibuka. Dan pada awal Madrasah Aliah L memantapkan diri
untuk mengenakan cadar, pada saat itu L tahu apa yang akan terjadi
kemudian hari mengenai resiko yang harus di hadapi bila mengenakan cadar.
Ibu, paman, dan bibinya tidak setuju ketika L memutuskan untuk
mengenakan cadar. Kata mereka L terlihat lebih cantik apabila memakai
kerudung biasa.
Ketika itu L mulai memikirkan apakah mengenakan cadar atau mengenakan
kerudung biasa saja. Ada peperangan dalam hatinya, antara mengenakan
cadar dan tidak, namun setelah L konsultasi dan meminta saran kepada
ayahnya, ternyata sang ayah setuju dan mendukung L untuk mengenakan
cadar. Dari situlah kemantapan hatinya untuk eksis mengenakan cadar.
“pertama kali saya memakai cadar ya karena dukungan ayah dan hati ini mantap terus berdoa ya Allah tolong berikan aku kekuatan untuk menghadapi
semua ini dan Bismillahirohmannirohim, lalu saya memakainya”
lxxiii
Dengan jelasnya L mengatakan itu kepada peneliti. ”Alhammdulillah” L bisa
mengatasi semua ini (pemakaian cadar) sampai akhirnya semua bisa
menerima L sampai sekarang. L melakukan ini tidak ada unsur paksaan dari
pihak manapun, melainkan dari dalam dirinya yang kuat. Bahkan kakak L
juga mengenakannya setelah sekian lama berdiskusi dengannya.
Sebelum ayah L meninggal, L rajin melakukan pengajian 1 minggu 2 kali, hari
Jum’at dan Ahad di rumah dan di daerah harmoni, untuk membahas masalah
tentang pakaian dan membaca Al-Qur’an untuk memantapkan hatinya,
namun ketika Ayah L meninggal dan L sibuk kuliah akhirnya pengajian hanya
di lakukan sekali itupun hanya pada hari Ahad. L mengenakan cadar dari
lubuk hati yang paling dalam dan L mengenakan cadar karena memang
dalam Al-Quran pun ada nashnya
“coba kakak tolong baca surat Al- Ahzab Ayat 59. Jilbab ialah sejenis baju kurung yang lapang yang dapat menutup kepala, muka dan dada. Atau
dengan kata lain Allah memerintahkan para wanita, jika mereka keluar rumah agar menutup alis mereka, sehingga mereka mudah di kenali dan tidak
diganggu ”.
Dari petunjuk Al-Quran, Guru dan Ayahnya, L merasa mantap untuk
mengenakan cadar. Pertama kali L mengenakannya L sering di cela “lebih
cantik juga mengenakan jilbab biasa, tidak seperti itu aneh” oleh orang-orang
yang tidak menyukai L mengenakan cadar, namun berkat dukungan dan
arahan yang kuat dari sang ayah, L berani menghadapi semua ini, meskipun
lxxiv
di rumah pada saat itu hanya L yang mengenakannya, dan pada saat itu pula
L masih duduk di bangku kelas 1 Madrasah Aliyah (setingkat SMA). Berkat
bimbingan dari sang Guru L tidak ragu untuk melakukan da’wahnya.
Alasan L mengenakan cadar karena L sudah mengetahui ilmu, memahami
dan ini adalah suatu kewajiban wanita muslim untuk menutup seluruh
auratnya. Manfaat L mengenakan cadar menurut L banyak, namun L tidak
menyebutkan semuanya hanya beberapa
“Terjaga dari perbuatan-perbuatan yang tidak di inginkan, lebih berintrospeksi diri dan insyaallah lebih tenang dalam menjalani hidup”.
L menganut mazhab Thariqat, tetapi L lebih kepada yang beribadahnya, dan
L lebih suka menyebutnya bahwa mazhab yang L dan keluarga anut adalah
Sunny. Setelah L mengenakan cadar, lingkungan L bisa saja menerimanya,
karena L tidak tinggal bersama orangtuannya, melainkan tinggal di Pesantren
Fatimah Al-Idrisiyyah. Ketika pulang ke rumah orangtuanya L sudah
mengenakan cadar. Pada awalnya ibunya tidak menyetujui L mengenakan
cadar, namun setelah di berikan pengertian oleh Ayah L dan Ustadz L “yang
tidak ingin identitasnya di sebutkan”, agar anaknya tidak di ganggu laki-laki
jahil dan tidak bertanggung jawab. Akhirnya ibu L menyetujuinya.
Gambaran Persahabatan
L di kampus hanya mempunyai 1 orang sahabat, yaitu LL yang menurutnya
amat cocok dalam segala hal, dan usia LL juga lebih muda 2 tahun di
lxxv
bandingkan L, LL juga berada dalam fakultas yang sama dan kelas yang
sama dengan L. L bersahabat dengan LL sejak masuk kuliah dan sampai
saat ini semester 2 L masih bersahabat. L bersahabat kurang lebih selama 1
tahun, L memilih LL karena L merasakan ada kecocokan dan kemiripan sifat.
Seseorang cendrung untuk membentuk persahabatan dengan orang-orang
yang mirip dengannya. Pengaruh kemiripan mungkin dapat terletak pada
karakteristik demografi seperti: usia, kesehatan fisik, pendidikan, latar
belakang keluarga, status sosial, sikap dan sebagainya. Hal ini seperti yang
dipaparkan oleh Berg dan Archer (dalam Ferh, 1996: 29).
Keduanya saling memberikan masukan dan mengakui bila ada kesalahan,
keduanya bisa menerima dengan senang hati. Dari situlah L merasa nyaman
dengan LL meskipun mereka sangat jauh berbeda dari segi berpakaian. L
juga merasa nyaman bila menceritakan semua masalah pada LL.
a. Pembentukan Persahabatan
Pertama kali L bertemu dengan sahabatnya (LL) di fakultas Adab dan
Humaniora (Ekstensi), dan ketika itu keduanya menjadi mahasiswa baru di
fakultasnya. Awal mulanya L merasa dekat dengan sahabatnya, karena
mereka berdua sering mengerjakan tugas kuliah bersama dan sering menjadi
pemakalah berdua, dari situlah awal kecocokan mereka. Tetapi di dalam hati
mereka selalu bertanya-tanya lalu L mengatakan
lxxvi
“LL kamu ga merasa risih berteman dengan saya?” “ wah malah kebalikkannya kali.....L yang merasa risih berteman dengan saya, karena pakaian saya yang sepeti ini”. Oh, tidak justru saya merasa senang bila
berteman dan menjadi sahabat dengan orang yang tidak bercadar” karena bertambah banyak orang yang saya kenal.
L bersahabat dengan LL atas dasar, kepercayaan dan memahami satu sama
lain. Dari situlah L, merasa bahwa sahabatnya bisa menerima kekurangan
dan kelebihan yang di miliki oleh L, begitu pula sebaliknya. Hal yang
membuat mereka menjadi dekat karena dari kedua belah pihak mau
mengakui segala kesalahan, mau memberikan dan di berikan masukan satu
sama lain. Dari situlah kedekatan itu timbul dan membuahkan persahabatan
yang menurut L, sahabatnya bisa mengerti semua hal yang di ceritakan L. L
merasa nyaman bila bercerita dengan sahabatnya, walau mereka bagaikan
bumi dan langit dari segi berpakaian, L berpakaian sangat tertutup
sedangkan sahabatnya berpakain dan mengenakan jilbab gaul. Namun tidak
menutup kemungkinan bahwa
“orang bercadar pun modis dan enak di pandang mata kalau bisa mengikuti perkembangan Zaman”
L mengenakan cadar tetapi tetap modis, dari segi pencarian warna L tidak
mengenakan satu warna saja menurut L bila kita gonta-ganti warna lebih
enak di pandang mata,
“tetapi warnanya juga harus yang kalem dan tidak menyolok”.
lxxvii
b. Keterbukaan Diri dan Kepercayaan
L lebih sering membicarakan masalah akademik pada sahabatnya daripada
masalah yang lain, sesekali L dan sahabatnya suka juga membicarakan
tentang calon suami dan kriteria menjadi suami yang baik, namun L lebih
sering membicarakan masalah pelajaran yang baru di pelajarinya, menurut L
itu lebih enak dan asik, untuk di bahas berkali-kali. Sesekali L juga berbicara
dengan temannya yang lain, tetapi L lebih merasa nyaman dengan LL. Ketika
sahabatnya sedang merasa tidak nyaman, L bercerita dengan W namun
hanya sebatas menanyakan masalah kuliah dan pelajaran. Tidak seperti
dengan sahabatnya, apapun masalahnya di bahas dan tidak ada yang di
tutup-tutupi, bahkan ketika mereka ada masalah mereka membahasnya
secara bersamaan dan saling memberikan masukan satu sama lain. Hal yang
tidak mereka bicarakan adalah masalah keluarga, hanya sekilas dan sedikit
menceritakan latar belakang keluarga mereka, tetapi tidak sesering seperti
masalah kuliah dan akademik. Mereka saling menghargai, sehingga tidak
berani untuk membicarakan terlalu jauh, dalam masalah keluarga. L tidak
pernah merasakan ada perselisihan dengan sahabatnya, karena
mereka berdua saling menerima bila di berikan masukan dan saran, sehingga
itu yang menjadi salah satu dari kecocokan mereka. Tidak ada masalah
apapun yang mereka sembunyikan, terkecuali masalah keluarga, mereka
sangat terbuka, dan tidak ada yang di tutup-tutupi terutama masalah kuliah.
lxxviii
“Apapun masalahnya kita ceritakan pasti dengan sahabat kita bisa memecahkan permasalahan yang sedang kita hadapi, karena kita di dunia ini
tidak akan bisa hidup sendirian dan itulah fungsinya sahabat”
Dengan tidak ditutup-tutupi L merasa, bahwa itu adalah sebuah kepercayaan
yang mereka rasakan dalam persahabatan yang mereka jalani. L selalu,
berbagi cerita baru dengan LL, seperti dalam hal pengajian sehingga sampai
sahabatnya ingin mengikuti pengajian yang di lakukan oleh L.
c. Pengekspresian Emosi dan Dukungan tak bersyarat
Pemeliharaan dalam persahabatan yang dilakukan oleh L adalah, rasa saling
percaya, pengertian, perhatian dan saling terbuka satu sama lain.
“insyaallah, akan terjalin hubungan yang sangat nyaman tanpa ada rasa tidak percaya”
Hal itu yang menjadikan L dan LL masih tetap awet selama kurang lebih 1
tahun dan tidak ada yang mengganggu. L juga mengenal keluarga
sahabatnya tetapi tidak terlalu mendalam, hanya sebatasnya saja. Karena
jarak rumah mereka sangat berjauhan. Tetapi itu bukan menjadi penghalang
mereka untuk tetap bersahabat.
L sangat perhatian terhadap sahabatnya dalam hal berpakaian, L selalu
mengingatkan ketika sahabatnya mengenakan pakaian yang tidak enak di
pandang (berpakaian ketat), tetapi L tidak pernah menyuruhnya untuk
berpakaian sesuai yang L bicarakan,
lxxix
“berpakaian adalah kehendak semua orang”
L mengingatkan LL tidak hanya dalam segi berpakaian, banyak hal seperti
masalah kuliah dan begitu juga sebaliknya. Keduanya saling mengingatkan
untuk hal yang lebih baik. Kedekatan L dengan LL hanya sebatas teman
kuliah, selebihnya bila mereka sudah pulang kerumah masing-masing
mereka melakukan aktivitasnya sendiri-sendiri. Karena jarak yang jauh,
namun sesekali L main ketempat kos LL untuk beristirahat dan sholat.
Dukungan yang sering di lakukan L pada sahabatnya adalah sebuah
perhatian. Ketika sahabatnya sedang sedih dan murung, L menanyakan apa
yang sedang di pikirkan oleh sahabatnya.
“Kenapa? Ko dari tadi diem aja, cerita dong.....”
menurut L itu sebuah perhatian yang sering di lakukan oleh sahabat kepada
sahabatnya. Dengan adanya perhatian, keterbukaan, dan saling percaya
pada sahabat adalah kunci untuk tetap langgeng dalam bersahabat.
“Jangan pernah menganggap sahabat adalah orang lain, karena tanpa adanya sahabat kita tidak bisa menyelesaikan masalah sendiri”.
Menurut L perhatian sama saja seperti dukungan tak bersyarat, meskipun
tidak kelihatan tetapi kita yang merasakannya. Itulah arti seorang sahabat,
setiap manusia membutuhkan perhatian.
lxxx
L sangat percaya pada sahabatnya, karena dengan sahabatlah kita membagi
semua masalah pada sahabat. L tidak pernah menutup-nutupi masalah yang
sedang di alaminya, walaupun L lebih sering menceritakan masalah kuliah,
namun tidak menutup kemungkinan L untuk menceritakan masalah yang lain
ada sahabatnya. Bukti kepercayaan L pada sahabatnya adalah, dengan L
menceritakan semua masalah yang sedang L rasakan pada sahabatnya.
Dengan tidak adanya masalah yang di tutup-tutupi menurut L itu adalah
sebuah kepercayaan kita pada sahabat.
L menerima kekurangan dan kelebihan dari sahabatnya, baik dalam keadaan
senang maupun susah. Bila sahabat L sedang merasa senang L juga
merasakannya, karena di antara mereka semua masalah baik senang
maupun tidak akan di ceritakan. Ketika perasaan sahabat sedang susah L
juga merasakannya, begitu juga sahabat L. Bila sahabat L sedang terkena
musibah sebisa mungkin L membantunya, dan ikut merasakan kesusahan
yang di alami oleh sahabatnya.
d. Kegiatan Bersama dan Kontak Fisik
Kegiatan yang sering di lakukan L dengan sahabatnya adalah pergi
keperpustakaan utama, dan belajar bersama. L lebih sering melakukan
kegiatan kuliah bersama, dibandingkan melakukan kegiatan di luar kuliah
lxxxi
seperti, olahraga, jalan-jalan ke mall itu belum di lakukannya. Namun suatu
saat menurut L itu akan di lakukan.
“kita berdua jarang melakukan kegiatan bersama kecuali masalah kuliah, itu di karenakan rumah kita berjauhan, mungkin kalau saya satu kosan pasti
semua kegiatan kita lakukan bersama”.
L sangat ingin melakukan kegiatan apapun bersama, namun tidak harus di
lakukan bersama-sama yang paling penting bagaimana kita menjaga
perasaan dan kepercayaan pada sahabat sahabat kita.
Ketika L, bertemu di jalan dengan sahabatnya L selalu berjabat tangan dan
cium pipi kanan dan kiri. Itu selalu L lakukan, ketika hendak pulang kerumah
dari kampus atau setelah jam kuliah berakhir. Menurut L itu berarti
menambah rasa kedekatan dalam persahabatnya.
e. Manfaat dan Tujuan Persahabatan
“Sahabat adalah orang yang mau menerima dan memahami kita apa adanya, dan menjadi pendengar yang baik”
Dengan adanya sahabat kita bisa mengetahui di mana kelemahan kita dan
sahabat jugalah yang memberikan saran dan masukkan kepada kita saat kita
salah atau melakukan kesalahan. Atau lebih sering sahabat adalah orang
yang memberikan dukungan pribadi. Sahabat merupakan sumber yang
secara terus-menerus bermanfaat untuk membantu seseorang mengatasi
lxxxii
persoalan yang di hadapinya, seperti dukungan emosional dan moral.
Dukungan praktis. Pertolongan materi dan lain-lain, sama halnya seperti
pernyataan Lobel (1994: 33).
L juga bilang bahwa manfaat sahabat itu banyak 1. Mengingatkan kita di saat
kita salah, 2. Menegur kita di saat kita salah dan 3. Jika kita punya masalah
bisa di ceritakan kepada sahabat selain dengan orangtua. Sahabat itu
penting merut L, karena kita tidak bisa hidup sendirian di Dunia ini, walaupun
nantinya jika kita meninggal tidak dengan sahabat. L mengatakan di dunia ini
tidak ada yang bisa sendiri pasti membutuhkan seseorang untuk
mendampinginya entah itu sahabat, teman, orangtua dan lain sebagainya.
Yang paling terpenting sahabat adalah orang yang bisa mengerti kekurangan
dan kelebihan diri kita.
L memiliki misi khusus dalam bersahabat yaitu mendapat banyak teman
dimanapun L berada. L juga pernah memikirkan untuk mengajak sahabatnya
mengaji Al’ Qur’an bareng di majlis ta’lim dan dzikir Thariqat Al-Idrisiyyah
bersamanya. L merasa bahwa bersahabat tidak hanya beruntung dalam hal
psikologis dalam bersahabat, tetapi ada manfaat akademik. Ketika kita tidak
masuk kuliah, sahabatlah yang lebih memberikan penjelasan detail pada L.
Gambaran Penyesuaian Diri L
lxxxiii
Walaupun L mengenakan cadar, penyesuaian diri L bagus terbukti pada saat
peneliti sedang mewawancarai L, L banyak menyapa teman-temannya
termasuk menyapa teman laki-lakinya “kita rapat yah sekarang?” L berkata
kepada teman laki-lakinya bahwa L tidak bisa ikut karena ada keperluan
sebentar. Dan ketika peneliti melanjutkan wawancara, Dosen L
memberitahukan pada L bahwa hari kamis libur. Dari situ sudah terlihat
bahwa mengenakan cadar bukan berarti menutup diri dan tidak memiliki
teman atau sahabat. Penyesuaian diri L terhadap, peneliti juga baik. L selalu
menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti dengan senang dan terbuka.
“Memakai cadar bukan berarti tidak gaul kan kak? dengan nada riang dan sambil tersenyum”.
L juga meyakinkan diri sendiri kalau ia mampu menyesuaikan diri dengan
semuanya, meyakinkan orangtua bahwa mengenakan cadar bukan berarti
tidak memiliki teman dan di jauhi teman.
L merasa bahwa hidup di dunia harus bisa menyesuaikan diri dengan baik,
kepada siapapun dan di manapun kita berada.
“Bercadar bukan berarti harus mejauhi semua teman-teman yang tidak mengenakan cadar”,
dengan nada yang cukup jelas, L menerangkan kepada peneliti. Penyesuaian
diri yang di lakukan oleh L termasuk penyesuaian diri yang efektif dan normal
lxxxiv
karena mampu menyesuaiakan diri dan menghindari ekspresi emosi, mampu
belajar dan mampu mengembangkan kwalitas dirinya. L sadar bahwa hidup
di dunia harus bisa menyesuaikan diri dengan siapapun bergaul termasuk
dengan laki-laki, asalkan tahu batasan mana yang di larang oleh agama
antara hijab laki-laki dan perempuan.
L merasa penyesuaian diri, L sudah maksimal. Dan L selalu menyakinkan
dirinya bahwa orang yang bercadar juga bisa menyesuaikan diri dengan baik,
sehingga semua orang juga senang bergaul dengan orang yang
mengenakan cadar, sekalipun itu dengan laki-laki. Akan tetapi kita tahu
aturan dan rambu-rambu yang memang telah di terapkan oleh Allah dalam
Al-Qur’an.
Dari analisa L, secara umum dapat di simpulkan:
a. Gambaran persahabatan yang dilakukan oleh L adalah persahabatan
asosiatif seperti yang di paparkan (Reisman dalam Hays, 1988:28).
Persahabatan asosiatif adalah persahabatan yang tidak mendalam dan
bersifat umum. Biasanya, persahabatan ini bertahan karena adanya
kondisi yang membuat mereka sering bertahan adanya kondisi yang
membuat mereka sering bertemu dan berada bersama-sama.
lxxxv
b. Gambaran penyesuaian diri yang di lakukan oleh L tergolong dalam
penyesuaian diri yang di sebutkan oleh (Schneiders, 1964 dalam Yusuf,
2004: 27) adalah, sebagai berikut:
1. Mampu belajar, mampu mengembangkan dirinya, khususnya yang
berkaitan dengan upaya untuk memenuhi kebutuhan atau mengatasi
masalah sehari-hari.
2. Mampu menerima kenyataan hidup yang di hadapi secara wajar.
4.2.2. Subyek 2 (A)
Hasil Observasi terhadap Subyek
Pada saat A di wawancarai, A mengenakan baju kurung (Blus) warna coklat,
rok berwarna coklat, manset berwarna coklat, dan mengenakan
kerudung+cadar warna coklat.
A memiliki tinggi badan sekitar 159 cm dan berat badan 45 kg. Wawancara di
lakukan pada tanggal 09 Februari 2008, pukul 15.00 WIB di Ruang tamu (di
rumah subyek), di daerah Roxy Mas. Pada saat wawancara berlangsung
suasana rumah sepi dan nyaman untuk melakukan tanya jawab, namun
karena rumah A berdekatan dengan rel kereta sesekali ada suara kereta.
Tetapi keadaan di buat sedemikian santai sehingga subyekpun merasa
nyaman. Selama wawancara berlangsung A tidak banyak melakukan
gerakan, hanya sesekali memasukkan tangannya kedalam kerudungnya. A
lxxxvi
cukup lancar dalam menjawab semua pertanyaan dari Peneliti dan kata-
katanyapun cukup jelas, tidak berbelit-belit. Jawaban A pun mengalir seperti
sedang mengobrol biasa pada seorang teman. Wawancara kedua di lakukan
di Halaman Mesjid Fathullah pada pukul 09.00- 11.30 WIB, pada tanggal 10
Februari. A sangat ramah dan terbuka kepada siapapun bahkan pada orang
yang baru di kenal. Intonasi suara A juga cukup jelas dan lantang.
Wawancara di lakukan kurang lebih 2 jam, di mulai sekitar pukul 15.00 dan
berakhir pada pukul 17.30 WIB.
Gambaran Penggunaan Cadar
A mengenal cadar sejak duduk di bangku Madrasah Tsanawiah (setingkat
SMP) kelas 1, pada saat itu A bersekolah di Pesantren Tharikat Fatimah Al-
Idrisiyyah yang semua muridnya mengenakan cadar. Namun ketika itu A
belum mengenakan cadar, hanya sesekali saja dan pada saat-saat tertentu
(pengajian) di pesantren. Bahkan ketika A pulang ke rumah orangtuanya dari
pesantren A tidak mengenakan cadar. Setelah lulus Madrasah Tsanawiah, A
melanjutkan sekolah di tempat yang sama dan baru terpikirkan oleh A untuk
mengenakan cadar, sampai akhirnya A memutuskan untuk mengenakannya.
Namun, A mengenakan cadar pada pertengahan kelas 2 Madrasah Aliyah
atau kurang lebih ketika A berusia 16 tahun. Pada saat itu A mengetahui apa
yang akan terjadi kemudian hari mengenai resiko yang harus di hadapi bila
mengenakan cadar. Ibu, Ayah, dan kakak-kakaknya tidak setuju ketika A
lxxxvii
memutuskan untuk mengenakan cadar. Namun ada satu orang kakak yang
mendukungnya, yaitu kakak ke-2 A. Dan mereka yang tidak setuju A
mengenakan cadar mengungkapkan bahwa A terlihat lebih cantik apabila
memakai kerudung biasa.
Ketika itu A mulai memikirkan apakah mengenakan cadar atau mengenakan
kerudung biasa saja. Dalam hati A pun berpikir bahwa setiap manusia butuh
di puji, di sanjung dan sebagainya. Namun A mengatakan itu hanya nafsu
belaka yang ada di Dunia, menurut A
“bukan hanya istri-istri nabi yang harus menutup seluruh auratnya, namun seluruh wanita muslim juga wajib menutup seluruh auratnya”.
Ada peperangan dalam hatinya, antara mengenakan cadar dan tidak, namun
setelah A konsultasi dan meminta saran kepada Syeh (guru) “yang tidak mau
di sebutkan identitasnya” yang biasa di panggil A, A memantapkan hatinya
untuk mengenakan cadar. Dan setelah A berkonsultasi dengan kakak ke 2 A
ternyata sang kakak pun setuju dan mendukung A untuk mengenakan cadar.
Dari situlah kemantapan hatinya untuk eksis mengenakan cadar.
“Pertama kali saya memakai cadar ya karena kesadaran diri dan timbul dalam hati, bahwa setiap wanita muslim wajib menutup seluruh auratnya, dan
Bismillahirohmannirohim, lalu saya memakainya”
Dengan lantangnya A mengatakan itu kepada peneliti. ”Alhamdulillah” A bisa
mengatasi semua ini (pemakaian cadar) sampai akhirnya semua bisa
menerima A sampai sekarang. Memang pada awalnya tetangga A
lxxxviii
memandang aneh dan anak-anak kecil takut bila melihat A, namun lama-
kelamaan semua lingkungan rumah A bisa menerima A apa adanya seperti
sekarang. A melakukan ini tidak ada unsur paksaan dari pihak manapun,
melainkan dari dalam dirinya yang kuat. Bahkan kakak ipar A juga
mengenakannya, dan A sering berdiskusi dengan kakak iparnya tersebut
mengenai cadar.
A melakukan pengajian 1 minggu 2 kali, hari Jum’at dan Ahad di rumah dan
di daerah harmoni, untuk membahas masalah tentang pakaian dan membaca
Al-Qur’an untuk memantapkan hatinya. A mengenakan cadar dari lubuk hati
yang paling dalam dan A mengenakan cadar karena memang dalam Al-
Quran. A juga tahu ada beberapa pendapat tentang aurat wanita itu tidak
termasuk muka dan telapak tangan, namun setelah di kaji dan kaji lebih
dalam A menemukan surat yang benar-benar membuktikan bahwa aurat
wanita itu adalah dari ujung kaki sampai kepala, termasuk muka dan telapak
tangan.
“kakak baca deh surat Al- Ahzab Ayat 59, disitu ada penjelasan tentang jilbab dan penggunaannya. Jilbab itu kan dipakenya harus menutupi kepala sampai
menutup muka dan dada biar kalo di luar ngga di ganggu tapi gampang dikenali”.
Dari petunjuk Al-Quran dan Guru, A merasa mantap untuk mengenakan
cadar. Pertama kali A mengenakannya, sering di cela oleh orang-orang
terutama tetangganya. “ A kenapa sih ko pake gituan?”. Bahkan anak-anak
lxxxix
kecil di rumah A takut, bahkan sampai ada yang menangis melihat A seperti
itu. Berkat dukungan dan arahan yang kuat dari Syekh (Guru), A berani
menghadapi semua ini, meskipun lingungan rumah A kurang baik dan kurang
sehat A tetap mengenakannya.
Sedangkan di lingkungan kampus, ada yang memandang aneh. Bahkan ada
teman A yang sampai memanggil A, dan bilang kalau dia suudzon melihat A
seperti teroris.
Pada saat itu pula A menjelaskan kepada teman A bahwa orang yang
mengenakan cadar bukan berarti tidak memiliki teman laki-laki dan bukan
berarti tidak bisa menyesuaikan diri dengan yang lain. Tekad itu yang menjadi
senjata utama bagi A,
“Saya percaya kalau saya bisa menyesuaikan diri dengan baik terhadap teman-teman saya, siapapun dia”.
Meskipun banyak persepsi negatif mengenai dirinya, A tidak terlalu
memikirkannya, menurut A lebih baik selalu berpikir positif dari pada
menanggapi hal-hal negatif tersebut.
A selalu berfikir bahwa setiap manusia memiliki keimanan dan kepercayaan
masing-masing.
“Kenapa saya seperti ini dan kenapa saya mengenakan cadar yah inilah keimanan saya”.
xc
A tidak pernah memaksakan kalau semua wanita muslim harus bercadar.
Lagi-lagi A, berkata “itu tergantung keimanan masing-masing Nafsi-nafsi saja
lah tentang berpakaian”, karena kita sudah tahu dalam Al-quranpun sudah di
berikan penjelasan yang jelas dalam hal berpakaian.
Gambaran Persahabatan
A di kampus mempunyai 4 orang sahabat Y, R, A, N, yang menurutnya amat
cocok dalam segala hal, dan usia semua sahabat A juga sama dengan A.
Sahabat A juga berada dalam Fakultas yang sama dan kelas yang sama
dengan A. Namun A lebih dekat pada satu sahabat, yaitu Y. A bersahabat
dengan sahabatnya sejak masuk kuliah pada saat propesa, A lebih sering
bersama dengan Y daripada ketiga sahabatnya yang lain, sampai saat ini
semester 4 masih bersahabat. A bersahabat dengan Y kurang lebih selama
2 tahun, A memilih Y karena, karena A merasa Y sama dengan A. Dari segi
Finansial, Fisik, dan kehidupan keluarga. Bahkan ketika A belum membayar
uang spp, sahabat A juga belum membayarnya. Dari situlah A merasakan
ada kecocokan dan kemiripan sifat dan keadaan keuangan keluarga mereka.
Keduanya saling memberikan masukakan dan mengakui bila ada kesalahan,
keduanya bisa menerima dengan senang hati. Dari situlah A merasa nyaman
dengan Y meskipun mereka sangat jauh berbeda dari segi berpakaian, dan
jarak rumah mereka. A juga merasa nyaman bila menceritakan semua
masalah pada Y.
xci
A merasa nyaman bila bercerita dengan Y, daripada harus bercerita dengan
ketiga sahabatnya. Bukan berarti ketiga sahabatnya itu tidak di ceritakan
tetapi hanya sebatasnya saja, tidak mendetail seperti A menceritakan kepada
Y. Gambaran persahabatan yang dilakukan oleh A adalah persahabatan
timbal balik seperti yang di paparkan oleh Reisman (dalam Hays, 1988:28).
Persahabatan timbal balik seperti ini hubungan akan menjadi lebih dekat
secara emosional dan terikat dalam waktu yang lama.
a. Pembentukan Persahabatan
Ketika pertama kali bertemu dengan Y di Fakultas Ilmu Tarbiah dan
Keguruan, Jurusan Bahasa Arab, dan ketika itu keduanya 1 kelompok dalam
propesa (ospek maahasiswa baru). Pertama kali A merasa dekat dengan Y,
karena mereka berdua sering pulang bareng saat propesa.
Dan ketika kuliah di mulai, ternyata A dan Y satu kelas, yah di teruskanlah
pertemanan mereka sampai ke jenjang persahabatan. A dan Y sering
mengerjakan tugas kuliah berdua dan sering menjadi pemakalah berdua,
bahkan ada salah satu dosen yang menyebutkan di mana ada A di situ ada
Y, dari situlah awal kecocokan mereka. Sama halnya seperti yang di
sebutkan oleh Berg dan Archer (dalam Fehr, 1996: 29) seberapa sering kita
bertemu dengan seseorang, apakah terdapat ketergantungan kepada
seseorang tentang suatu hal, serta apakah tersedianya “temapt” untuk
xcii
membentuk hubungan persahabatan pada masing-masing pihak yang terlibat
dalam interaksi.
Y memahami A, bahkan dari segi berpakaian Y tidak merasa aneh. A dan Y
menerima, memahami kekurangan dan kelebihan masing-masing. Tidak ada
perasaan risih atau canggung walaupun A mengenakan cadar dan Y tidak
bercadar.
Alasan utama A memilih Y, karena Y bisa memahami dan menerima
kekurangan dan kelebihan A. Begitupun juga sebaliknya, bahkan mereka
berdua sudah seperti saudara. Begitupun dengan keluarga sahabatnya, A
sangat dekat bahkan sudah seperti anak dan orangtua sendiri. Keluarga
sahabat A, bisa menerima A apa adanya dan tidak pernah aneh dengan
penampilan A yang mengenakan cadar.
b. Keterbukaan Diri dan Kepercayaan
A bersahabat dengan Y atas dasar kepercayaan, dan saling memahami satu
sama lain. Dari situlah A, merasa bahwa Y bisa menerima kekurangan dan
kelebihan yang di miliki oleh A, begitu pula sebaliknya. Hal yang membuat
mereka menjadi dekat karena dari kedua belah pihak merasakan hal yang
senasib dan sama dalam hal finansial. Dan mereka mau mengakui segala
kesalahan, memberikan dan di berikan masukan satu sama lain.
xciii
Kedekatan itu timbul ketika A menceritakan penderitaan yang sedang di
alaminya, yaitu dalam hal finansial, begitu juga sebaliknya. Dari situlah,
membuahkan persahabatan yang menurut A, Y bisa mengerti semua hal
yang di ceritakan A. A merasa nyaman bila bercerita dengan Y, walau
mereka bagaikan bumi dan langit dari segi berpakaian, A berpakaian sangat
tertutup sedangkan Y berpakain dan mengenakan jilbab gaul. Namun mereka
tidak pernah merasa canggung dalam bersahabat.
A mengenakan cadar tidak hanya pada satu warna. Walaupun A
mengenakan cadar A tetap modis dalam berpakaian. Terbukti ketika peneliti
sedang melakukan wawancara, A bisa memadu padankan cadar dengan baju
dan rok yang di kenakannya pada saat wawancara berlangsung. Menurut A
pakaian orang bercadar tidak harus hitam, akan tetapi harus bisa mengikuti
pekembangan zaman.
“Kalau warna-warni kan lebih oke dilihatnya kan kak?”
Tidak ada batasan dalam persahabatan yang di jalani A dengan Y, bahkan A
sudah mengenal dekat keluarga Y. Sehingga orangtua A percaya ketika A
berada di rumah Y. A menganggap Y sudah seperti saudara sendiri, bahkan
A juga sering makan, shalat dan istirahat di rumah Y. A menganggap
orangtua Y seperti orangtua sendiri.
xciv
A menceritakan semua masalah yang dirasakannya kepada Y, tidak ada
yang di tutup-tutupi. Dan A juga sering mengeluh tentang keuangan kepada
Y. Hubungan A dengan Y sangat dekat, meskipun Y hanya tahu keluarga A
sebatas yang di ceritakan A.
A sangat percaya kepada Y, bahkan terhadap keluarga Y. Oleh karena itu
tidak pernah ada masalah yang di tutup-tutupi oleh A, ketika A mempunyai
masalah.
“Apapun masalahnya saya selalu cerita kepada Y, karena Y adalah sahabat yang mau menerima keadaan baik senang, maupun susah”
Masalah yang sering terjadi dalam persahabatan A dan Y, adalah kesalah
fahaman. Seperti waktu lalu Y meminta tolong kepada A untuk membelikan
makanan di kantin, tetapi ketika itu A sedang terburu-buru mencari salah satu
dosen. Lalu di situlah Y, marah dan diam terhadap A. Ketika di tanya oleh A,
“Y kenapa sih diam aja dari tadi?”, marah yah karena A tidak mau membelikan jajanan di kantin! Maaf deh, tadi A buru-buru. Maukan maafin A?
Hal-hal seperti itu sering terjadi, namun setelah di berikan penjelasan dan
meminta maaf, keduanya berbaikan kembali. “Namanya juga berteman k,
pasti ada aja salah faham”.
c. Pengekspresian Emosi dan Dukungan Tak Bersyarat
xcv
Pemeliharaan dalam persahabatan yang di lakukan oleh A adalah, rasa
saling percaya, pengertian, perhatian dan saling terbuka satu sama lain, ini
sama halnya yang di sebutkan oleh Monsour (dalam O’cornnor 1992: 27).
Dengan adanya itu “Insyaallah, akan terjalin hubungan yang sangat nyaman
tanpa ada rasa tidak percaya” itu yang menjadikan A dan sahabatnya masih
tetap awet selama kurang lebih 2 tahun dan tidak ada yang mengganggu,
dalam persahabatan mereka.
A juga sangat mengenal keluarga sahabatnya, bahkan sudah seperti
orangtua sendiri. Walaupun jarak rumah A dan Y sangat berjauhan tidak ada
halangan untuk A mengenal dekat dengan keluarga, terutama orangtua Y.
A sangat perhatian terhadap sahabatnya, dalam semua hal tidak dalam hal
berpakaian. A selalu menginagtkan ketika sahabatnya mengenakan pakaian
yang tidak sesuai dengan sahabatnya, tetapi A juga tidak pernah
memaksakan kehendaknya agar sahabatnya itu menuruti dan mengikuti apa
yang di sarankannya. Karena menurut A berpakaian itu tercermin dalam
keimanan seseorang. Dan keimanan itu adanya di dalam hati,
“Kalau saya seperti ini ya karena saya berusaha untuk menyempurnakan keimanan saya ini”
xcvi
A mengingatkan sahabatnya tidak hanya dalam segi berpakaian, banyak hal
seperti masalah shalat, kuliah dan lain sebagainya, begitu juga dengan
sahabatnya Y. Keduanya saling mengingatkan untuk hal yang lebih baik.
A bersikap simpati ketika sahabatnya sedang mengalami masalah, A
berusaha untuk merasakan apa yang di rasakan dan berusaha untuk
meolong selagi A mampu. Ketika salah satu dari mereka ada masalah entah
itu A atau Y, mereka membahasnya dan berusaha untuk menyelesaikan
masalah bersama-sama. Bahkan pernah Y ingin berhenti dari kuliahnya dan
A berkata “jangan gitu kita udah masuk UIN dengan susah payah dan bayar malah, masa mau berhenti di tengah jalan, jangan seperti itu sabar saja pasti
ada jalan keluarnya kita bisa ko menghadapi semua ini”.
A merasa senang jika Y sedang senang, begitupun sebaliknya. Karena tidak
ada satu masalah pun yang mereka tutup-tutupi. Dari situlah muncul empati
dari masing-masing. A juga mampu menerima sahabatnya baik dalam
keadaan senang maupun susah, itulah gunanya bersahabat.
“Sahabat itu adalah orang yang mengerti dan memahami kita apa adanya. Lain dengan teman, teman hanya sebatas kita sedang senang dan kita juga
hanya sebatasnya saja bila bercerita, karena ada rasa ketidak percayaan bila menceritakan hal yang rahasia”.
Dukungan yang sering di lakukan A pada sahabatnya adalah sebuah
perhatian. Ketika sahabatnya sedang sedih dan murung, A menanyakan apa
yang sedang di pikirkan oleh sahabatnya.
xcvii
“Kenapa? Lagi bete yah? Ko dari tadi diem aja, cerita dong.....”
A merasa bahwa dari sebuah perhatian, persahabatan akan terasa lebih
bermanfaat dan dengan adanya perhatian, keterbukaan, dan saling percaya
pada sahabat, itu adalah kunci untuk tetap langgeng dalam bersahabat.
d. Kegiatan Bersama dan Kontak Fisik
Kegiatan yang sering di lakukan A dengan sahabatnya adalah pergi
keperpustakaan utama, dan mengerjakan tugas bersama. Seseorang
cendrung untuk membentuk persahabatan dengan orang-orang yang mirip
dengannya. Pengaruh kemiripan mungkin dapat terletak pada karakteristik
demografi seperti: usia, kesehatan, fisik, pendidikan, latar belakang keluarga,
status sosial, sikap dan sebagainya. Hal ini seperti yang di paparkan oleh
Berg dan Archer (dalam Fehr, 1996: 26). A lebih sering melakukan kegiatan
kuliah bersama, dibandingkan melakukan kegiatan di luar kuliah.
“Tapi pernah sih kita jalan-jalan nyari baju bareng dan minta pendapat gimana Y kalo A pake baju plus cadar yang ini?”
Tetapi itu jarang sekali di lakukan, A dan Y lebih sering melakukan kegiatan
kuliah bersama. Ketika A, bertemu di jalan dengan sahabatnya A selalu
berjabat tangan dan cium pipi kanan dan kiri. Itu selalu di lakukan, di
manapun mereka bertemu. ketika hendak pulang kerumah dari kampus atau
setelah jam kuliah berakhir.
xcviii
e. Manfaat dan Tujuan Persahabatan
Manfaat sahabat itu 1. Mengingatkan, menegur kita di saat kita salah, 2.
Merasakan apa yang kita rasakan, 3. Jika kita punya masalah bisa di
ceritakan kepada sahabat selain dengan orangtua. Sahabat itu penting merut
A, karena sahabat adalah orang yang merasakan dan mengerti apa yang kita
ceritakan, terkadang dia menjadi teman curhat, teman becanda, teman susah
dan senang dan lain sebagainya. kita tidak bisa hidup sendirian di Dunia ini,
walaupun nantinya jika kita meninggal tidak dengan sahabat.
Tujuan A bersahabat dengan Y, adalah untuk berbagi segala cerita baik
seang maupun susah. A tidak memiliki misi khusus dalam bersahabat yaitu
hanya saja semua orang itu adalah sahabat. Tetapi pernah terfikirkan untuk
mengajak sahabatnya mengaji Al’ Qur’an bersama dengan A di Majlis ta’lim
dan dzikir Thariqat Al-Idrisiyyah.
Gambaran Penyesuaian Diri A
Bentuk penyesuaian A dengan lingkungannya cukup baik, terutama terhadap
sahabatnya walaupun A mengenakan cadar. Terbukti dengan di terimanya A
di lingkungan sekitar rumah, akan tetapi masih ada saja anak kecil yang takut
bila melihat A. Mengenakan cadar bukan berarti menutup diri dan tidak
memiliki teman atau sahabat. Penyesuaian diri A terhadap, peneliti juga baik.
A selalu menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti dengan senang, terbuka,
xcix
jelas dan tidak malu-malu untuk menjawab pertanyaan yang di berikan oleh
peneliti.
A berusaha untuk belajar menyesuaikan diri dengan lingkungannya, baik di
rumah maupun di kampus. Hal ini terkait dengan pernyataan yang di
sebutkan oleh Schneiders, 1964 dalam Yusuf, 2004: 27) Mampu belajar,
mampu mengembangkan dirinya, khususnya yang berkaitan dengan upaya
untuk memenuhi kebutuhan atau mengatasi masalah sehari-hari. Mampu
menerima kenyataan hidup yang di hadapi secara wajar. A juga meyakinkan
diri sendiri, A mampu menyesuaikan diri dengan semuanya, meyakinkan
orangtua bahwa mengenakan cadar bukan berarti tidak memiliki dan di jauhi
teman.
Namun tingkat penyesuaian diri A kurang baik, terbukti ketika A ditanya oleh
peneliti ada berapa teman laiki-laki yang A miliki, lalu A menjawabnya
“jujur saja kak penyesuaian A dengan lingkungan kampus kurang, hanya dengan sahabat saja, apalagi dengan teman laki-laki. Bahkan ada yang
sampai memanggil A, dan di berkata saya sudzon melihat kamu A mengenakan cadar di kampus ini, seperti teroris saja.”
Namun penyesuaian diri A adalah penyesuaian yang baik, namun tingkat
penyesuaian diri A kurang baik terhadap lingkungan kampus. Namun
penyesuaian diri A masih terbilang normal karena mampu menyesuaiakan diri
dan menghindari ekspresi emosi, mampu belajar dan mampu
c
mengembangkan kwalitas dirinya. A sadar bahwa hidup di dunia harus bisa
menyesuaikan diri dengan siapapun bergaul termasuk dengan laki-laki,
asalkan tahu batasan.
A merasa penyesuaian diri, belum maksimal. Dan A selalu menyakinkan dan
berusaha untuk memaksimalkan dan belajar dari teman-temannya yang lain
tentang penyesuaian dirinya. Dan menurut A itulah gunanya sahabat, untuk
mengingatkan kita jika ada yang tidak sesuai dengan diri kita. A juga
menyakinkan dirinya bahwa orang yang bercadar juga bisa menyesuaikan diri
dengan baik, sehingga semua orang juga senang bergaul dengan orang yang
mengenakan cadar.
4.2.3. Subyek 3 (F)
Hasil Observasi terhadap Subyek
Sebelum wawancara dimulai, F terlihat sedang membaca sebuah buku dan
sempat menceritakan tentang isi buku tersebut. Pada saat F di wawancarai, F
mengenakan Kemeja warna putih, rok berwarna hitam, manset berwarna
putih, dan mengenakan kerudung+cadar warna hitam. F memiliki tinggi
badan sekitar 160 cm dan berat badan 45 kg. Wawancara di lakukan pada
tanggal 11 Februari 2008, pukul 13.20 sampai 15.20 WIB di Ruang tamu (di
kos subyek), di daerah Kampus. Pada saat wawancara berlangsung suasana
rumah sepi dan nyaman untuk melakukan tanya jawab, namun karena F kos
ci
ada saja yang lalu-lalang di sekitar ruang tamu. Tetapi keadaan di buat
sedemikian santai sehingga subyekpun merasa nyaman. Selama wawancara
berlangsung F tidak banyak melakukan gerakan, hanya sesekali membuka-
buka buku. Wawancara kedua dilakukan di Halaman Tarbiah pada tanggal 14
Februari 10.00- 12.30 WIB. F cukup lancar dalam menjawab semua
pertanyaan dari Peneliti dan kata-katanyapun cukup jelas, tidak berbelit-belit.
Jawaban F pun mengalir seperti, mengobrol dengan teman lama. F sangat
terbuka kepada siapapun bahkan pada orang yang baru di kenal. Namun
tidak demikian kepada lawan jenis. Intonasi suara F juga cukup jelas.
Gambaran Penggunaan Cadar
F mengenal cadar ketika duduk di bangku SMA kelas 3, pada saat itu F
bersekolah di SMA 3 Bekasi. Namun ketika itu F belum mengenakan cadar,
hanya sesekali saja dan pada saat-saat tertentu (pengajian) di Majlis ta’lim
At-taqwa. Bahkan ketika F mengaji di Majlis ta’lim belum mengenakan cadar.
Setelah lulus SMA, baru terpikirkan oleh F untuk mengenakan cadar, sampai
akhirnya F memutuskan untuk mengenakannya. Namun F, mengenakan
cadar atas anjuran calon suami. F mengenakan cadar pada pertengahan
semester kuliah bulan februari, namun ketika itu sedang libur kuliah. Atau
kurang lebih, ketika F berusia 18 tahun. Pada F mengenakan cadar, F tahu
apa yang akan terjadi kemudian hari mengenai resiko yang harus di hadapi
bila mengenakan cadar. Ibu, dan Ayahnya tidak setuju ketika F memutuskan
cii
untuk mengenakan cadar. Namun pada saat itu hanya calon suami yang
mendukungnya. Ayah dan ibu F mengungkapkan bahwa F terlihat lebih cantik
apabila memakai kerudung biasa, seperti sebelumnya.
Ketika itu F mulai memikirkan apakah mengenakan cadar atau mengenakan
kerudung biasa saja, apakah mengikuti anjuran calon suami atau anjuran
kedua orangtuanya. Dalam hati F pun terpikirkan bahwa “aku masih muda ”
butuh di puji, di sanjung dan sebagainya. Namun F mengatakan itu hanya
nafsu belaka yang ada di Dunia, menurut F
“bukan hanya istri-istri nabi yang harus menutup seluruh auratnya, namun seluruh wanita muslim juga wajib menutup seluruh auratnya”.
Ada peperangan dalam hatinya, antara mengenakan cadar dan tidak, antara
anjuran calon suami atau mengikuti anjuran orangtua. Namun setelah F
konsultasi dan meminta saran kepada Ustadz, F memantapkan hatinya untuk
mengenakan cadar. Dan F memberikan penjelasan kepada ke dua orangtua
F untuk merestui F, mengenakan cadar. Sampai akhirnya F di setujui oleh
kedua orangtuanya. Dari situlah kemantapan hatinya untuk eksis
mengenakan cadar.
“Pertama kali saya memakai cadar ya karena calon suami, kalau kita nurut pada suami kan surga imbalannya, ya kan ka? dan itupun timbul atas
kesadaran diri ternyata calon suami juga menyetujuinya yah saya pakailah cadar itu”.Setiap wanita muslim wajib menutup seluruh auratnya, dan
Bismillahirohmannirohim, lalu saya memakainya”
ciii
Dengan tegasnya F mengatakan itu kepada peneliti. ”Alhammdulillah” F bisa
mengatasi semua ini, sampai akhirnya semua bisa menerima F sampai
sekarang. Memang pada awalnya tetangga F memandang aneh, namun
lama-kelamaan semua lingkungan rumah F bisa menerima F apa adanya
seperti sekarang. F melakukan ini tidak ada unsur paksaan, walaupun
awalnya mengenakan cadar anjuran dari calon suami.
F melakukan pengajian 1 minggu 1 kali, hari Ahad di dekat rumah untuk
membahas masalah tentang pakaian dan membaca Al-Qur’an untuk
memantapkan hatinya. Sedangkan lingkungan kampus F juga ada yang
memandang aneh. Bahkan teman-teman yang sampai menanyakan F
tentang keanehan yang terjadi pada F.
“kenapa sih, aneh pakeannya? Di suruh sama calon suami yah, jadi pake cadar?”.
Dari situlah F langsung berfikir apakah orang yang mengenakan cadar aneh?
Dan ketika itu pula F mengkonsultasikan pada calon suami dan ustadz.
Meskipun banyak persepsi negatif mengenai dirinya, F tidak terlalu
memikirkannya, menurut F lebih baik selalu berpikir positif dari pada
menanggapi hal-hal negatif tersebut. F selalu berfikir bahwa setiap manusia
memiliki keimanan dan kepercayaan masing-masing.
“Kenapa saya seperti ini dan kenapa saya mengenakan cadar yah inilah saya”.
civ
Gambaran Persahabatan
F memiliki 1 orang sahabat, yang menurutnya amat cocok dalam segala hal,
dan usia sahabat F juga sama dengan F. Sahabat F berada dalam Fakultas
yang sama yaitu Tarbiah dan Ilmu Keguruan Fakultas Bahasa Indonesia dan
kelas yang sama dengan F. F bersahabat dengan R sejak masuk kuliah, F
lebih sering bersama R, dari pada dengan teman yang lainnya. Sampai saat
ini semester 4, F masih bersahabat dengan R. F bersahabat dengan R
kurang lebih selama 2 tahun, F memilih R karena, F merasa R bisa
menerima F apa adanya. Dari situlah F merasakan cocok dan kemiripan sifat.
Keduanya saling memberikan masukakan dan mengakui bila ada kesalahan,
Gambaran persahabatan yang dilakukan oleh F secara khusus adalah
persahabatan timbal balik di mana persahabatan seperti ini hubungan akan
menjadi lebih dekat secara emosional dan terikat dalam waktu yang lama, hal
ini seperti yang dipaparkan oleh (Reisman dalam Hays, 1988: 22) .
keduanya bisa menerima dengan senang hati. Dari situlah F merasa nyaman
dengan R meskipun mereka sangat jauh berbeda dari segi berpakaian.
Mereka juga tinggal pada satu kos yang sama dan kamar yang sama. F
merasa nyaman bila menceritakan semua masalah pada R.
F merasa nyaman bila bercerita dengan R, daripada harus bercerita dengan
ketiga teman se kamarnya. Bukan berarti ketiga temannya itu tidak di
cv
ceritakan tetapi hanya sebatasnya saja, tidak mendetail seperti F
menceritakan kepada R.
a. Pembentukan Persahabatan
Ketika pertama kali bertemu dengan R di kontrakan (kosan) dan pada saat itu
F belum mengetahui, bahwa R mengambl Jurusan yang sama dengan F.
Namun setelah bertemu Fakultas, barulah mereka berdua dekat. Awal
mulanya F merasa dekat dengan R, karena mereka berdua sering pulang
bareng saat propesa. Dan ketika kuliah di mulai, ternyata F dan R satu kelas,
yah di teruskanlah pertemanan mereka sampai ke jenjang persahabatan.
Alasan utama F memilih R, karena R bisa memahami dan menerima
kekurangan dan kelebihan F. Begitupun juga sebaliknya, bahkan mereka
berdua sudah seperti saudara. Walaupun mereka tidak mengenal keluarga
masing-masing, karena rumah mereka berjauhan. Namun menurut F
“insyaallah dalam waktu dekat atau liburan ini saya akan silaturrahmi dengan keluarga R”.
b. Keterbukaan Diri dan Kepercayaan
F bersahabat dengan R atas dasar kejujuran, kepercayaan, sabar dan saling
memahami satu sama lain. Dari situlah F, merasa bahwa R bisa menerima
kekurangan dan kelebihan yang di miliki F, begitu pula sebaliknya. Hal yang
cvi
membuat mereka menjadi dekat karena mereka berada dalam satu kos dan
satu kelas.
Kedekatan itu timbul ketika F menceritakan penderitaan yang sedang di
alaminya, yaitu dalam hal memilih calon suami yang F pilih atau yang di
jodohkan oleh kedua orangtuanya. Dari situlah, membuahkan persahabatan
yang menurut F, R bisa memahami perasaan yang sedang di rasakan oleh F.
F merasa nyaman bila bercerita dengan R, walau mereka berbeda dari segi
berpakaian.
Tidak ada batasan dalam persahabatan yang di jalani F dengan R, bahkan
pernah ketika suatu saat F, ingin melakukan percobaan yang tidak terpuji
yaitu memakan lotion anti nyamuk, R lah yang ketakutan bahwa F akan
kenapa-napa. Dan R lah yang menelfon calon suami F.
F menceritakan semua masalah yang dirasakannya kepada R, tidak ada
yang di tutup-tutupi. Dan F juga sering mengeluh tentang keuangan kepada
R. Hubungan F dengan R sangat dekat, meskipun F hanya tahu keluarga A
sebatas yang di ceritakan R. F sangat percaya kepada R, oleh karena itu
tidak pernah ada masalah yang di tutup-tutupi oleh F,
“Apapun masalahnya saya selalu cerita kepada R”.
cvii
Tidak pernah ada masalah yang terjadi dalam persahabatan F dan R, karena
keduanya saling memahami sifat masing-masing.
c. Pengekspresian Emosi dan Dukungan Tak Bersyarat
Pemeliharaan dalam persahabatan yang di lakukan oleh R adalah, rasa
saling percaya, pengertian, perhatian dan saling terbuka satu sama lain.
Dengan adanya itu “Insyaallah” persahabatan berjalan dengan baik. Itu yang
menjadikan F dan sahabatnya masih tetap awet selama kurang lebih 2 tahun
dan tidak ada yang mengganggu, dalam persahabatan mereka. seperti yang
di paparkan (Blok, 1980: 26), Teman baik (good friend) adalah orang-orang
dengan siapa kita merasa dekat, sering berjumpa, dan dapat di andalkan di
saat kita membutuhkannya. Dengan mereka kita menceritakan kehidupan
pribadi, membagi kegembiraan dan memperoleh dukungan di saat-saat
suram.
F sangat perhatian terhadap R, dalam semua hal tidak dalam hal berpakaian
saja. F selalu menginagtkan ketika sahabatnya ada masalah dan dalam hal
mengenakan pakaian yang tidak sesuai dengan sahabatnya, tetapi F tidak
pernah memaksakan kehendaknya agar sahabatnya itu menuruti dan
mengikuti apa yang di sarankannya. Karena menurut F berpakaian itu
kehendak masing-masing individu.
cviii
F berempati ketika sahabatnya sedang mengalami masalah, F berusaha
untuk merasakan apa yang di rasakan dan berusaha untuk menolong. Ketika
salah satu dari mereka ada masalah entah itu F atau R, mereka
membahasnya dan berusaha untuk menyelesaikan masalah bersama-sama.
F merasa senang jika R sedang senang, begitupun sebaliknya. Karena tidak
ada satu masalah pun yang mereka tutup-tutupi. Menurut F, “Sahabat itu
adalah segala-galanya bagi saya, karena jika tidak ada sahabat dunia terasa
hampa. Sahabat juga orang yang mengerti dan memahami kita apa adanya”.
Dukungan yang sering di lakukan F pada sahabatnya adalah sebuah
perhatian. Ketika sahabatnya sedang sedih dan murung, F menanyakan apa
yang sedang di pikirkan oleh sahabatnya. Dengan adanya perhatian,
keterbukaan, dan saling percaya pada sahabat adalah kunci untuk tetap
langgeng dalam bersahabat.
d. Kegiatan Bersama dan Kontak Fisik
Kegiatan yang sering di lakukan F dengan R adalah pergi keperpustakaan
utama, mengerjakan tugas bersama, makan bersama, jalan-jalan, ke warnet.
Bahkan tidurpun bersama, tetapi tidak satu kasur, melainkan tempat tidurnya
tingkat, R di atas F di bawah.
cix
Sejalan dengan pernyataan di di sebutkan oleh (Blok, 1980: 26) Teman untuk
kemudahan (convebience friends) dengan siapa kita saling memberikan
bantuan, orang-orang yang sering kita temui misalnya tetangga, teman kerja
dan teman kuliah. Teman untuk melakukan kegiatan bersama (doing thing
friends) hubungan pada persahabatan ini adalah di dasarkan pada kesamaan
minat dan kegiatan, misalnya saja menjadi anggota kelompok yang sama.
Hampir semua kegiatan di lakukan bersama, karena mereka satu tempat kos
dan kegiatan kuliah pun dilakukan bersama. Ketika F, bertemu di jalan
dengan sahabatnya F selalu berjabat tangan dan cium pipi kanan dan kiri. Itu
selalu di lakukan, di manapun mereka bertemu. ketika hendak pulang
kerumah dari tempat kos.
e. Manfaat dan Tujuan Persahabatan
Manfaat sahabat itu banyak mengingatkan kita, memperhatikan kita, menegur
kita saat kita salah. Jika kita punya masalah bisa di ceritakan kepada sahabat
selain dengan orangtua. Sahabat itu penting menurut F, karena sahabat
adalah orang yang merasakan dan mengerti apa yang kita ceritakan,
terkadang sahabat menjadi pendengar yang setia mendengarkan cerita kita,
teman becanda, teman susah bahkan sahabat juga teman kita dalam hal
materi, jika kita sedang tidak memiliki uang, kita bisa meminjam kepada
sahabat, tetapi itupun dalam jumlah sedikit. Karena hanya pada saat-saat
yang relatif jarang sahabat menyediakan dukungan finansial satu sama lain.
cx
Mereka mungkin saling meminjam sedikit uang, tetapi tidak terlibat dalam
pinjaman dalam jumlah yang besar. Ini seperti pernyataan yang di sebutkan
oleh Allan (1989: 32). kita tidak bisa hidup sendirian di Dunia ini, walaupun
nantinya jika kita meninggal tidak dengan sahabat.
Tujuan F bersahabat dengan R, adalah untuk berbagi segalanya. F tidak
memiliki misi khusus dalam bersahabat. F juga tidak pernah mengajak R
mengaji bersama, karena mengaji itu panggilan dari hati, hanya mungkin di
berikan informasi jika ada perkataan Ustadz yang harus di sampaikan pada
khalayak.
Gambaran Penyesuaian Diri F
Bentuk penyesuaian diri F dengan lingkungannya baik, terutama terhadap
sahabatnya. Terbukti dengan di terimanya F di lingkungan sekitar Kos.
Gambaran penyesuaian diri yang di lakukan oleh F secara umum tergolong
dalam penyesuaian diri yang baik, hal ini sejalan dengan penyataan yang
disebutkan oleh Schneiders (dalam Yusuf, 2004: 27) adalah, sebagai berikut:
Terhindar dari ekspresi emosi yang berlebihan. Memiliki pertimbangan dan
pertahanan diri yang rasional, yaitu mampu memecahkan masalah
berdasarkan alternatif-alternatif yang telah di pertimbangkan secara matang
dan mengarahkan diri sesuai dengan keputusan yang diambil. Mampu
belajar, mampu mengembangkan dirinya, khususnya yang berkaitan dengan
cxi
upaya untuk memenuhi kebutuhan atau mengatasi masalah sehari-hari.
Mampu menerima kenyataan hidup yang di hadapi secara wajar.
Mengenakan cadar bukan berarti menutup diri dan tidak memiliki teman atau
sahabat. Penyesuaian diri F terhadap, peneliti juga baik. F selalu menjawab
pertanyaan-pertanyaan peneliti dengan terbuka, jelas dan tidak malu-malu
untuk menjawab pertanyaan yang di berikan oleh peneliti.
F berusaha untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya, baik di Kos
maupun di kampus. Dan F juga meyakinkan diri sendiri F mampu
menyesuaikan diri dengan semuanya, meyakinkan orangtua bahwa
mengenakan cadar bukan berarti tidak memiliki dan di jauhi teman.
Namun tingkat penyesuaian diri F kurang baik bila berhubungan dengan
teman laki-laki, terbukti ketika F di tanya oleh peneliti F menjawab
“Saya tidak pernah mengobrol dengan laki-laki yang tidak di kenal, karena itu amanat dari calon suami, buat saya amanat itu penting untuk di jaga”.
Penyesuaian diri F adalah penyesuaian yang baik dengan sahabatnya,
namun tingkat penyesuaian diri F kurang baik terhadap lingkungan kampus,
terutama kepada lawan jenis. Di satu sisi F ingin mengobrol dengan lawan
jenis dan merasa biasa saja, di sisi lain F takut melanggar amanat yang di
sampaikan oleh calon suami F. Hal ini sejalan dengan dengan pernyataan
yang disebutkan oleh (Daradjat, 2001: 17) Konflik, adalah pertentangan batin
cxii
dan terdapatnya dua macam dorongan atau lebih, yang berlawanan atau
bertentangan satu sama lain. Kecemasan, adalah manifestasi dari berbagai
proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi ketika orang sedang
mengalami tekanan perasaan (frustasi) dan pertentangan batin (konflik).
Namun penyesuaian diri F masih terbilang normal karena mampu
menyesuaikan diri dan menghindari ekspresi emosi, mampu belajar dan
mampu mengembangkan kualitas dirinya, Schneiders (dalam Yusuf, 2004:
27). F sadar bahwa hidup di dunia harus bisa menyesuaikan diri dengan
siapapun bergaul termasuk dengan laki-laki, asalkan tahu batasan.
F merasa penyesuaian diri, belum maksimal. Karena belum bisa
menyesuaikan diri dengan lawan jenis. Dan F selalu menyakinkan dan
berusaha untuk memaksimalkan dan belajar dari teman-temannya yang lain
tentang penyesuaian dirinya. Dan menurut F itulah gunanya sahabat, untuk
mengingatkan kita jika ada yang tidak sesuai dengan diri kita. F juga
berusaha meyakinkan kepada calon suami, bahwa teman laki-laki di kelas
semuanya baik-baik.
4.3. Matriks Analisa Antar Subyek
cxiii
Table 4.3 Matriks Analisis Antar Subyek
Subyek
GAMBARAN PENGGUNAAN CADAR
Uraian
S 1 (L) S 2 (A) S 3 (F)
Pengertian Tentang cadar
Ada dalam Al-qur’an Bukan cuma istri-istri nabi saja yang harus mengenakan cadar, tetapi semua wanita muslim juga harus menutup aurat termasuk bercadar
Ada dalam surat Al-Ahzab
Usia pertama kali memakai cadar
13 Tahun 16 Tahun 18 Tahun
Alasan bercadar Tahu ilmunya, memahaminya dan suatu kewajiban wanita untuk menutup seluruh auratnya
Suatu kewajiban wanita untuk menutup seluruh auratnya
Kewajiban seorang wanita, untuk menutup seluruh aurat
Yang menganjurkan bercadar
Keinginan sendiri Keinginan sendiri Calon suami dan keinginan dalam diri
Manfaat yang diperoleh
Terjaga dari perbuatan-perbuatan yang tidak di inginkan, lebih berintrospeksi diri dan lebih tenang dalam menjalani hidup
Lebih berusaha mengendalikan diri dari perbuatan yang bathil
Agar terjaga dari godaan laki-laki jahil dan lebih berintrospeksi diri dalam beragama
Mazhab yang dianut
Sunny Semua mazhab Safi’i
Aktivitas organisasi
LDK PMII HMI
Masalah-masalah setelah bercadar
Tidak ada Tetangga menjauhi Keluarga dan tetangga menjauhi
cxiv
Tanggapan lingkungan sosial
Biasa saja Aneh, bahkan sampai anak kecil menangis
Aneh dan terheran-heran
GAMBARAN PERSAHABATAN
a. Pembentukan persahabatan
S 1 S 2 S 3
Awal persahabatan
Sejak masuk kuliah, sampai sekarang semester 2
Sejak propesa dan sampai sekarang, semester 4
Sejak SMA dan masuk kuliah, sampai sekarang semester 4
Alasan bersahabat
Memiliki banyak teman dan tempat berbagi
Tempat berbagi dalam keadaan senang maupun susah
Tempat berbagi cerita dan teman setia
b. Keterbukaan dan kepercayaan
S 1 S 2
S 3
Pengungkapan masalah
Masalah kuliah Semua masalah sampai hal keuangan
Semua masalah
Taraf kepercayaan
Percaya Sangat percaya Sangat percaya
Batasan pembicaraan
Sebatas masalah kuliah saja
Semua masalah Semua masalah
Permasalahan persahabatan
Salah faham Salah faham Tidak ada
c. Ekspresi emosi dan dukungan tak bersyarat
S 1 S 2
S 3
Kedekatan persahabatan
Cukup dekat Sangat dekat Sangat dekat
Sikap bila sahabat sedih
Menghiburnya dan memberikan perhatian
Bertanya dan merasakan apa yang sedang di rasakan sahabat
Menghiburnya dan menanyakan apa yang sedang terjadi
Sikap bila sahabat sedang senang
Ikut senang Ikut senang Ikut senang
Penerimaan sahabat
Menerima kekurangan dan kelebihan masing-masing
Menerima apa adanya
Menerima apa adanya
cxv
d. Kegiatan bersama dan kontak fisik
S 1 S 2 S 3
Kegiatan yang dilakukan bersama
Mengerjakan tugas kuliah
Ke perpus utama, jalan-jalan mengerjakan tugas kuliah bersama.
Makan, beli baju, ke warnet, dan jalan-jalan
Kontak fisik yang di lakukan
Berjabat tangan dan cium pipi kanan dan kiri
Berjabat tangan dan cium pipi kanan dan kiri
Berjabat tangan dan cium pipi kanan dan kiri
Intensitas kegiatan bersama sahabat
Sebatas kuliah Sampai selesai kuliah dan pulang ke rumah
Lebih sering di kosan
e. Manfaat dan Tujuan bersahabat
S 1 S 2 S 3
Manfaat persahabatan
Mengingatkan, memperhatikan disaat kita lupa untuk menjadi lebih baik
Menegur, mengingatkan, memperhatikan di saat kita lupa
Menegur dan mengingatkan kita
Manfaat akademik
Tidak ada Memberitahu jika kita tidak mengerti penjelasan dari dosen
Tidak ada
Tujuan bersahabat
Untuk berbagi certia baik senang maupun susah
Untuk berbagi certia baik senang maupun susah
Menambah banyak teman
Tujuan khusus Mengajak mengaji Al’ Qur’an bareng di majlis ta’lim dan dzikir Thariqat Al-Idrisiyyah
Mengajak mengaji Al’ Qur’an bareng di majlis ta’lim dan dzikir Thariqat Al-Idrisiyyah
Tidak ada
GAMBARAN PENYESUAIAN DIRI
Penyesuaian Diri S 1 S 2 S 3
Bentuk penyesuaian diri
Berusaha aktif bicara Meyakinkan diri sendiri
Berusaha saling mengerti
Berusaha mengerti pribadi masing-masing
Hal tersulit dalam penyesuaian diri
Tidak ada Berbicara dengan lawan jenis
Berhubungan dengan orang
cxvi
baru
Tuntutan sahabat Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Tingkat penyesuaian diri
Maksimal Kurang maksimal Kurang maksimal
cxvii
BAB 5
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Dari penelitian yang telah di lakukan, peneliti menyimpulkan bahwa
persahabatan yang terjalin antara para subyek dengan sahabatnya termasuk
ke dalam persahabatan timbal balik (reciprocal frienship), perbedaan latar
belakang tidak menjadi permasalahan yang serius diantara mereka. Tidak
ada batasan permasalahan yang dibahas dalam persahabatan kecuali satu
subyek yang membatasi pembicaraan sekitar perkuliahan saja. Masalah yang
sering muncul dalam persahabatan para subyek adalah masalah
kesalahpahaman, akan tetapi masalah tersebut tidak berlangsung lama
karena adanya inisiatif dari kedua belah pihak untuk saling bertanya
mengenai masalah-masalah tersebut. Terkait dengan penyesuaian diri,
penyesuaian diri yang dialami oleh mahasiswi yang mengenakan cadar
beragam, ada yang mampu menyesuaikan diri dengan baik, karena sadar
bahwa hidup di dunia ini harus bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan di
mana dia berada dan ada juga yang bisa menyesuaikan diri dengan baik
namun masih merasa belum maksimal dan takut di anggap melanggar
amanat. Penyesuaian diri yang dilakukan para subyek tergolong penyesuaian
diri yang baik karena masing-masing subyek tidak mengalami salah satu
cxviii
kriteria tentang penyesuaian diri yang menyimpang, namun tingkat
penyesuaian yang dilakukan satu subyek dirasa maksimal dan dua subyek
masih merasa kurang maksimal, namun tidak menjadi hal serius sehingga
persahabatan mereka masih tetap terjalin sampai saat ini.
5.2. Diskusi
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh pengetahuan, pemahaman dan
hal-hal yang berkaitan dengan gambaran persahabatan dan penyesuaian diri
pada mahasiswi UIN Jakarta yang mengenakan cadar. Dari hasil penelitian
diperoleh gambaran bahwa persahabatan antara mahasiswi bercadar dengan
yang tidak bercadar terjalin karena didasarkan pada rasa saling
membutuhkan antara dua belah pihak yang kemudian saling mengisi. Oleh
sebab itu peneliti menyimpulkan persahabatan yang terjalin lebih mengarah
kepada persahabatan timbal-balik (reciprocal friendship).
Pada penelitian sebelumnya yang membahas wanita bercadar disampaikan
bahwa tindakan atau perilaku sosial wanita bercadar selalu didasarkan pada
makna subyektif individu atas sesuatu norma dan peristiwa, artinya tindakan
wanita bercadar dalam kehidupan sosial mereka tidak begitu saja menerima
pengetahuannya dari luar tetapi mereka membentuk sendiri pengetahuan dan
cxix
tindakannya. Lingkungan sosial dan situasi tertentu dimana ia hidup tidak
sampai mendeterminasi diri dan tindakannya.
Keseluruhan aktivitas mereka bersifat cair, individual, dan bercadar
merupakan sebuah upaya penjagaan dan penyelamatan diri secara pribadi.
Meskipun secara keseluruhan aktivitas wanita bercadar lebih banyak yang
bersifat individual, namun dalam menjalani kehidupan sosial, mereka juga
selalu membutuhkan kedekatan dan keakraban dengan lingkungannya.
(Yanu, E Prasetyo, 2007).
Dari penelitian ini dihasilkan bahwa mahasiwi bercadar juga sebenarnya
sangat membutuhkan sahabat dimana dari ketiga subyek memiliki sahabat
yang berlatar belakang berbeda dan gambaran persahabatan mereka juga
cenderung saling menguntungkan meskipun dalam hal-hal tertentu yang
bersifat prinsip tidak pernah dibahas. Artinya wanita bercadar juga manusia
yang memiliki rasa ketergantungan dengan lingkungan sosialnya, akan tetapi
mereka tidak selalu menerima begitu saja masukan dari lingkungan sosialnya
itu, dalam hal ini sahabatnya.
Sebagai makhluk sosial, mahasiswi bercadar juga dituntut untuk dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Dari ketiga subyek,
penyesuaian diri yang dilakukan mereka termasuk penyesuaian diri yang baik
cxx
dengan sahabatnya, ini terlihat dari tidak adanya perilaku menyimpang yang
dilakukan para subyek.
Beberapa fakta terakhir mengenai perilaku negatif yang dilakukan oleh kaum
wanita bercadar seperti terlibat dalam terorisme dan penculikan seyogyanya
tidak serta merta menjadi suatu kesimpulan semu. Akan tetapi alangkah
bijaknya apabila jika prasangka sosial dan cerita miring yang selama ini
berkembang dan cenderung menyudutkan mereka, pelan-pelan dieliminir
dengan cara salah satunya adalah dengan membuat suatu penelitian tentang
mereka dilihat dari berbagai aspek.
Banyak sisi yang terungkap dari wanita bercadar khususnya mengenai
gambaran kehidupan sosialnya. Adanya persepsi negatif mengenai wanita
bercadar selama ini, paling tidak terbantahkan dilihat dari hasil penelitian ini.
5.3. Saran
Sehubungan dengan penelitian yang telah dilaksanakan, peneliti dapat
menyarankan beberapa hal:
1. Untuk penelitian selanjutnya di harapkan peneliti menggunakan
subyek yang bervariasi dari tiap Universitas yang berbeda. Sehingga
dapat di lakukan penelitian dengan melakukan perbandingan antar
kampus dengan metode kualitatif.
cxxi
2. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat meneliti dengan subyek
yang sama, namun berbeda metode dan permasalahan karena banyak
sisi yang bisa diteliti dari wanita bercadar.
DAFTAR PUSTAKA
cxxii
Abu, Ahmadi. (1999). Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta.
Abu Fatan. (1992). Panduan wanita shalihah. Jakarta: Asaduddin Press.
Allan, Graham. (1989). Friendship developing a socialogical perspective.
London: Harvester Wheatsheaf.
Asmah, Madya. (2006). Jurnal psikologi komuniti (Seminar Persahabatan).
Kuala Lumpur.
Atwater, eastwood. (1983). Psychology of adjustment. New Jersey: Prentice
Hall, inc.
Badudu & Zain. (1994). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan.
Baron, Robert A. (2005). Psikologi Sosial. Djuwita Ratna (terj). Edisi
kesepuluh, Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Bell, Robert R. (1981). Wrolds friendship. London: Sage Publication.
Block, Joel D. (1981). Friendship. New York: Collier Books.
Darmanto. (1997). Kamus Bahasa Indonesia Lengkap. Surabaya : Apollo.
Dewi, Rahmawati, et all. (2005). Jurnal Psikologi Sosial. Depok: Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia.
Fedman, Robets. (1989). Adjustment. Applinting psychology in the complet
word. New york: Mc Graw Hill.
Fehr, Beverley. (1996). Friendship process. London: Sage Publication.
cxxiii
Grasha, A. F dan Kirschenbaum, D. S. (1980). Psychology of Adjustment
competence. An Applied Approach. Cambridge. Massachusetti:
wintrop publishers. Inc.
Hays, Robert B. (1988). Handbook of personal relationship. London: John
Wiley dan Sons ltd.
Hendy, Supangat. Menjadi sahabat yang baik. Jakarta. Radio GEN-FM 98,7
Hurlock, Elizabeth B. (1978). Child Development. Tjandrasa dkk (ter). Edisi
keenam, Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Labil, MZ. (1990). Wanita dan jilbab. Gersik: Bintang Pelajar.
Lazarus, Richard S. (1976). Patter of Adjustment. Third edition. Tokyo: Mc
Graw Hill Kagakasha, ltd.
Lemme, Barbara Hansen. (1995). Development In Adulthood. Boston: allyn
and Bacon.
Lobel, Sharon A.et all. (1994). Impact of psychological intimacy between men
and women at work. New York: organization dynamics.
Muhammad, Ali. (1988). Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Moderen.
Jakarta : Pustaka Amani.
Moleong, Lexy J. (2006). Metodologi penelitian kualitatif. (edisi revisi).
Bandung: Remaja Rosda Karya.
Nashruddin, Baidan. (1999). Tafsir bi Al-Ra’yi, upaya penggalian konsep
wanita dalam Al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
cxxiv
Poerwandari, Kristi. (2001). Pendekatan kualitatif untuk pendekatan perilaku
manusia. Jakarta: LPSP 3 Universitas Indonesia.
Rini, Hildayani. (1997). Persahabatan lawan jenis pada dewasa pria dan
wanita yang telah menikah. Skripsi fakultas psikologi. Depok: UI.
Santrock, John W. (2003). Adolescence (perkembangan remaja). Adelar et
all. (ter). Edisi keenam. Jakarta: Erlangga.
Samsu Yusuf. (2004). Mental hygiene. Bandung. Pustaka Bani Qurais
Sears, David O et all. (1994). Psikologi Sosial. Adryanto Michael (ter). Edisi
kelima, Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Tim Penyusun. (2004). Pedoman penyusunan dan penulisan skripsi. Jakarta:
Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
O’connor, Pat. (1992). Friendship between women. A critical Review. New
York: harvester wheatsheaf.
Watson, David L et all. (1984). Sicial Psychology. Science and application.
Glen view: Scott, foresman, and Company.
Zakiah, Daradjat. (1982). Penyesuaian diri, pengertian, dan peranannya
dalam Kesehatan mental. Jakarta: Bulan Bintang.
http//www.bloger.com/feeds/1520968700743934225/posts/default/258240824
7222032922
http//duniayanu.blogspot.com/2007/09/memahami-perempuan-bercadar.html
http//pkukmweb.ukm.my/~psiko/BM/Asmah%20Bee.pdf.
http//www.jurnal,biz/forum/viewtopic.php?p
cxxv