Upload
dothien
View
216
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
6
BAB 2
LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Kualitas
Kualitas atau mutu merupakan salah satu tujuan penting sebagian besar organisasi.
Mengingat mutu ini menyangkut organisasi secara keseluruhan, maka pasti operasi dibebani
tanggung jawab untuk menghasilkan mutu bagi pelanggan atau customer. Tanggung jawab
ini bisa dilakukan hanya melalui perbaikan manajemen serta mutu yang benar pada semua
tahap operasi. Dengan semakin bergesernya perhatian ke arah masalah mutu maka
mengelola mutu semakin mendapat penekanan. Penekanan ini meliputi penyempurnaan
yang harus dilakukan, pencegahan cacat dan pendekatan total mutu.
• Kata mutu memiliki banyak definisi yang berbeda dan bervariasi dari yang
konvensional sampai yang lebih strategik. Menurut pendapat Gasperz (2001,
p4) definisi konvensional dari mutu biasanya menggambarkan karakteristik
langsung dari suatu produk seperti : performasi (performance), keandalan
(reliability), mudah dalam penggunaan (ease of use), estetika (esthetics), dan
sebagainya.
• Sedangkan menurut Goetsch & Davis (2000) yaitu bahwa mutu merupakan
suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia,
proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.
Dari segi produsen, mutu dikaitkan dengan merancang dan membuat produk untuk
memenuhi kebutuhan pelanggan. Dari tahun ke tahun secara kumulatif mutu memiliki
pengertian yang berbeda, oleh karena itu untuk menghindari adanya kerancuan, perlu
7
diadakan penyamaan persepsi mengenai kualitas tersebut. Ada beberapa pendapat,
diantaranya :
• Frederik W. Taylor (1886-1915) dalam bukunya The Principle of Scientific
Management, menyatakan :
1. Tugas Harian : setiap orang dalam setiap organisasi harus mempunyai
tugas yang terdefinisi dengan jelas, yang harus diselesaikan dalam satu hari.
2. Kondisi standar : pekerja harus mempunyai alat standar untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan.
3. Upah yang tinggi untuk sukses : penghargaan yang signifikan harus dibayar
untuk suatu tugas atau pekerjaan yang sukses.
4. Kerugian yang besar untuk kegagalan : kegagalan dalam menjalankan
tugas atau pekerjaan harus diperhitungkan secara perseorangan.
• Walter A. Shewhart (1891 – 1967) dalam buku The Economic Control of Quality of
Manufactured Product, berpendapat bahwa “ Terdapat variasi dalam setiap
pembuatan barang dan variasi tersebut dapat diketahui dengan aplikasi alat statistik
sederhana seperti pengambilan contoh (sampling) dan analisis probabilitas.
• W. Edward Deming (1982 – 1986)
Deming mendefinisikan mutu sebagai pengembangan yang terus - menerus dari
suatu sistem yang stabil. Definisi ini menekankan pada dua hal berikut :
1. Semua sistem (administrasi, desain, produksi, dan penjualan) harus stabil.
Hal ini memerlukan pengukuran yang diambil dari atribut – atribut mutu di
seluruh perusahaan dan dipantau setiap waktu.
2. Perbaikan yang terus – menerus dari berbagai sistem untuk mengurangi
penyimpangan – penyimpangan dan lebih memenuhi kebutuhan pelanggan.
8
• Joseph M. Juran (1954) dalam bukunya Juran on Leadership for Quality,
mengungkapkan trilogi Juran sebagai berikut :
1. Perencanaan Mutu.
Suatu proses yang mengidentifikasikan pelanggan, persyaratan – persyaratan
pelanggan, fitur – fitur produk, dan jasa yang diharapkan pelanggan. Selain itu,
proses untuk menyampaikan produk dan jasa dengan atribut yang benar dan
memberikan fasilitas untuk mentransfer pengetahuan ini kepada bagian
produksi.
2. Kendali Mutu.
Suatu proses produksi diuji dan dievaluasi terhadap persyaratan – persyaratan
asalnya yang diminta oleh pelanggan. Masalah – masalah dideteksi kemudian
diperbaiki.
3. Peningkatan Mutu
Meliputi alokasi sumber daya, memberikan tugas kepada seseorang untuk
mendorong suatu proyek, pelatihan yang digunakan untuk mendorong suatu
proyek, dan membuat suatu struktur umum yang permanen untuk meningkatkan
mutu dan mempertahankan apa yang telah dicapai.
• Philip B. Crosby (1979) dalam buku Quality is Free,Crosby mengungkapkan empat
dalil mutu sperti berikut :
1. Definisi mutu adalah kesesuaian dengan persyaratan.
2. Sistem mutu adalah pencegahan.
3. Standar kerja adalah tanpa cacat (Zero Defect).
4. Pengukuran mutu adalah biaya mutu.
9
Jadi dapat diambil kesimpulan, bahwa mutu itu adalah ”penampilan” (karakteristik
dan ciri – ciri) dari suatu produk yang dapat memenuhi kebutuhan pelanggan dan sesuai
dengan keinginan pelanggan
Walaupun begitu, harus diingat tidak hanya terpusat pada produk, tetapi juga
menyangkut pelayanan, proses, lingkungan dan orang - orang yang terlibat di dalamnya.
2.2 Pengertian Quality Management
Menurut Gazpers (2003. p5) pada dasarnya Manajemen Kualitas (Quality
Management) didefinisikan sebagai suatu cara meningkatkan performansi secara terus –
menerus (continuous performance improvement) pada setiap level operasi atau proses,
dalam setiap area fungsional dari suatu organisasi. Dengan menggunakan semua sumber
daya manusia dan modal yang tersedia.
Menurut Hardjosoedarmo (2004, p1) memberikan definisi tentang manajemen
kualitas sebagai suatu kumpulan aktivitas yang berkaitan dengan kualitas tertentu yang
memiliki karakteristik :
1. Kualitas menjadi bagian dari setiap agenda manajemen atas.
2. Sasaran kualitas dimasukkan dalam rencana bisnis.
3. Jangkauan sasaran diturunkan dari benchmarking : fokus adalah pada pelanggan
dan pada kesesuaian kompetisi; di sana adalah sasaran untuk peningkatan kualitas
tahunan.
4. Sasaran disebarkan ke tingkat yang mengambil tindakan.
5. Pelatihan dilaksanakan pada semua tingkat.
6. Pengukuran ditetapkan seluruhnya.
7. Manajer atas secara teratur meninjau kemajuan dibandingkan dengan sasaran.
8. Penghargaan diberikan untuk performansi terbaik.
9. Sistem imbalan (revard system) diperbaiki.
10
Menurut John Mcdonald (2004, p5), QC (Quality Control) adalah suatu proses
terkendali yang melibatkan orang, sistem, serta alat - alat dan teknik - teknik pendukung.
Pengendalian kualitas atau disebut juga sebagai Quality Control (QC), bertujuan
untuk membuat produk dimana desain kualitas dari produknya dan harga produk mendekati
keinginan konsumen. Ada empat prinsip dari manajemen kualitas :
1. Kepuasan customer : kepuasan customer diusahakan pada beberapa aspek, yakni
harga, keamanan, keandalan dan ketepatan waktu.
2. Memberikan motivasi pada karyawan.
3. Manajemen berdasarkan fakta.
4. Perbaikan yang berkesinambungan.
2.3 Pengertian Bauran Pemasaran
Berdasarkan pendapat Kotler (2002, p28) bauran pemasaran adalah seperangkat alat
pemasaran yang digunakan perusahaan untuk mencapai tujuan pemasarannya. Perpaduan
antara empat macam tindakan atau variabel tersebut dinamakan bauran pemasaran atau
marketing mix, jadi dapat dikatakan inti dari bauran pemasaran adalah:
• Produk (Product)
Menurut pendapat Kotler (2002, p28) produk adalah sesuatu yang dapat
ditawarkan kesatu pasar untuk memenuhi keinginan atau kebutuhan. Produk –
produk yang dipasarkan meliputi barang fisik, jasa, orang, tempat, orang, dan
gagasan.
Faktor – faktor yang harus diparhatikan dalam bauran pemasaran mengenai
produk adalah: keanekaragaman produk, kualitas, desain, bentuk, merk, kemasan,
ukuran, pelayanan, jaminan, serta pengambilan.
• Harga (Price)
11
Menurut pendapat Kotler (2002, p23) adalah jaminan uang yang pelanggan
bayarkan untuk produk tertentu. Dalam menentukan kebijakan harga sebaiknya
perusahaan memperhatikan faktor lain, seperti : kondisi perekonomian, tingkah
laku konsumen, harga dari pesaing, harga pokok penjualan, peraturan pemerintah,
dan strktur pasar dimana produk ditawarkan.
• Tempat (Place)
Menurut Kotler (2002, p28) tempat adalah termasuk berbagai kegiatan yang
dilakukan perusahaan untuk membuat produk dapat diperoleh dan tersedia bagi
pelanggan sasaran. Perusahaan harus mengidentifikasikan, merekrut, dan
menghubungkan sebagai penyedia fasilitas pemasaran untuk menyediakan produk
dan pelayanan secara efisien kepada pasar.
• Promosi (Promotion)
Agar produk dan jasa yang dihasilkan dapat dikenal oleh konsumen maka perlu
upaya untuk mengkomunikasikan dan memperkenalkan produk tersebut, oleh
karena itu pemasaran perlu melakukan kegiatan promosi. Menurut pendapat Kotler
(2001, p28) promosi adalah semua kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk
mengkomunikasikan dan mempromosikan produknya kepada pasar sasaran. Jadi
perusahaan harus memperkerjakan, melatih, dan memotivasi tenaga penjualnya.
2.4 Definisi Produk
Kotler dan Armstrong (2001,p11) menyatakan bahwa, “produk adalah segala sesuatu
yang dapat ditawarkan ke pasar utnuk diperhatikan, dimiliki, digunakan, atau dikonsumsi
yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan.”
12
Kotler (2000,p394) dalam Alma (2005,p139) menyatakan bahwa, “produk adalah
segala sesuatu yang dapat ditawarkan di pasar, untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan
konsumen.”
Menurut Zimmerer dan Scarborough(2004,p166) menyatakan bahwa, “produk adalah
barang atau jasa yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan konsumen.”
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa produk adalah segala
sesuatu baik berupa barang atau jasa yang ditawarkan untuk memuaskan kebutuhan dan
keinginan konsumen.
2.4.1 Definisi Mutu Produk
Falsafah baru mutu produk memfokuskan pada “orientasi konsumen” (consumer
oriented) dimana tanggung jawab mutu merupakan tanggung jawab seluruh organisasi dan
manajemen. Dasarnya adalah manajemen kualitas merupakan tanggung jawab organisasi
secara lebih luas (responsibility of organization wide)
Menurut Tjiptono (2002, p95), produk didefinisikan sebagai bentuk penawaran
organisasi jasa yang ditujukan untuk mencapai tujuan organisasi melalui perumusan dan
kebutuhan pelanggan. Dalam konteks ini produk bisa berupa apa saja ( baik yang berwujud
fisik maupun yang tidak berwujud).
Tentang mutu barang, menurut Joseph Juran (Prawirosentoro, 2004, p5-6)
mempunyai suatu pendapat bahwa quality is fitness for use yang bila diterjemahkan secara
bebas berarti sebagai berikut, “ kualitas (mutu produk) berkaitan dengan enaknya barang
tersebut digunakan”. Artinya, bila suatu barang secara layak dan baik digunakan berarti
barang tersebut bermutu baik.
Pengertian mutu yang dikemukakan Joseph Juran tersebut semata-mata
memandang mutu dari pihak konsumen. Bagaimana kalau mutu suatu produk ditinjau dari
13
segi produsen? Dipandang dari sisi produsen, ternyata pengertian mutu lebih rumit, karena
menyangkut berbagai segi sebagai berikut: merancang (to design), memproduksi (to
produce), mengirimkan (menyerahkan) barang kepada konsumen (to deliver), pelayanan
pada konsumen (consumers service), dan digunakan barang (jasa) tersebut oleh konsumen.
Jadi, secara sistematis manajemen mutu terpadu meliputi:
• Merancang produk (product designing);
• Memproduksi secara baik sesuai rencana;
• Mengirimkan produk ke konsumen dalam kondisi baik (to delivered);
• Pelayanan yang baik kepada konsumen (good consumer service).
Jadi, ditinjau dari produsen definisi mutu produk adalah sebagai berikut,
“Mutu suatu produk adalah keadaan fisik, fungsi, dan sifat suatu produk
bersangkutan yang dapat memenuhi selera dan kebutuhan konsumen dengan
memuaskan sesuai nilai uang yang telah dikeluarkan.”
Berdasarkan teori – teori yang ada, maka dapat disimpulkan bahwa mutu produk
adalah kemampuan produk untuk menampilkan fungsinya, hal ini termasuk waktu kegunaan
dari produk, keandalan, kemudahan dalam penggunaan dan perbaikan, dan nilai-nilai yang
lainnya.
2.4.2 Definisi Pengembangan Produk
Produsen harus memperhatikan secara hati-hati kebijakan produknya. Suatu
tantangan paling besar yang dihadapi setiap perusahaan adalah masalah pengembangan
produk. Pengembangan produk dapat dilakukan perusahaan dengan cara mengembangkan
produk yang sudah ada. Selain itu, dapat pula dengan menyewa para peneliti guna
menciptakan produk baru dengan membuat model-model yang sesuai, sehingga dalam
usaha menghasilkan dan memasarkan lebih dari satu jenis produk, perusahaan harus
14
mengambil keputusan tentang kebijakan produk yang akan dipakai. Keputusan itu berkaitan
dengan penentuan kombinasi produk apa saja yang akan diproduksi dan dipasarkan oleh
perusahaan (Kotler dan Armstrong, 2001,p409).
Menurut Zimmere dan Scarborough (2004,p164) mendefinisikan, “pengembangn
produk adalah usaha untuk meningkatkan penjualan dengan menambahkan produk dan jasa
baru pada pasar yang sekarang. Produk baru ini mungkain berupa perubahan dari produk
yang ada atau memang baru sama sekali.”
2.5 Kepuasan Pelanggan
2.5.1 Definisi Kepuasan Pelanggan
Dewasa ini semakin disadari bahwa pelayanan dan kepuasan pelanggan merupakan
aspek vital dalam rangka bertahan dalam arena bisnis dan memenangkan persaingan.
Meskipun demikian tidaklah mudah untuk mewujudkan kepuasan pelanggan secara
menyeluruh. Pelanggan yang dihadapi saat ini berbeda dengan pelanggan pada beberapa
dasawarsa lalu. Kini pelanggan semakin terdidik dan menyadari hak-haknya. Oleh karena itu,
setiap perusahaan harus berusaha meminimalkan ketidakpuasan pelanggan dengan
memberikan pelayanan semakin hari semakin baik.
Berdasarkan pendapat Irawan (2002, p3) Kepuasan konsumen adalah hasil
akumulasi dari konsumen/ pelanggan dalam menggunakan produk dan jasa. Oleh karena itu
setiap transaksi/ pengalaman baru, akan memberikan pengaruh terhadap kepuasan
konsumen karena kepuasan konsumen mempunyai dimensi waktu karena hasil akumulasi.
Ada beberapa karateristik perusahaan yang berfokus pada kepuasan pelanggan
(Tjiptono, 2001, p11) meliputi :
1. Adanya visi, komitmen dan suasana yang mendukung usaha untuk memenuhi
kebutuhan pelanggan.
15
2. Menempatkan diri sejajar dengan pelanggan.
3. Memiliki kemauan untuk mengidentifikasi dan mengatasi masalah pelanggan.
4. Selalu berusaha mengumpulkan dan memanfaatkan informasi dari pelanggan.
5. Dekat dengan pelanggan.
6. Memperlakukan karyawan sebagai orang yang memiliki kompetensi dan kapabilitas
serta memberdayakan mereka untuk mengambil keputusan dalam rangka
memuaskan pelanggan.
7. Melakukan aktifitas penyempurnaaanproduk atau jasa dan proses secara
berkesinambungan.
Adapun beberapa tingkat kepuasan yang umum yaitu:
1. Kalau kinerja dibawah harapan maka pelanggan akan kecewa.
2. Kalau kinerja sesuai dengan harapan maka pelanggan akan puas.
3. Kalau kinerja melebihi harapan maka pelanggan sangat puas dan gembira.
2.5.2 Model Kepuasan Pelanggan
Berdasarkan perspektif psikologi, menurut terdapat 2 model Kepuasan Pelanggan,
yaitu :
1. Model Kognitif
Indeks kepuasan pelanggan dalam model kogitif mengukur perbedaan
antara apa yang ingin diwujudkan oleh pelanggan dalam membeli suatu produk/ jasa
dan apa yang sesungguhnya ditawarkan oleh perusahaan. Berdasarkan model ini,
maka kepuasan pelanggan dapat dicapai dengan dua cara utama. Pertama,
mengubah penawaran perusahaan sehingga sesuai dengan yang ideal. Kedua,
meyakinkan pelanggan bahwa yang ideal tidak sesuai dengan kenyataan.
2. Model Afektif
16
Model afektif menyatakan bahwa penilaian pelanggan individual terhadap
suatu produk atau jasa tidak semata-mata berdasarkan perhitungan rasional, namun
juga berdasarkan kebutuhan subyektif, aspirasi dan pengalaman. Fokus model afektif
lebih dititikberatkan pada tingkat aspirasi, perilaku belajar (learning behaviour),
emosi, perasaan spesifik (apresiasi, kepuasan, keengganan, dan lain-lain), suasana
hati (mood), dan lain-lain. Maksud dari fokus ini adalah agar dapat dijelaskan dan
diukur tingkat kepuasan dalam suatu kurun waktu (longitudinal).
2.5.3 Karateristik Kepuasan Pelanggan
Kunci bagi retensi pelanggan adalah kepuasan pelanggan. Pelanggan yang sangat puas:
(Kotler, 2000, pp.56-57)
- Tetap setia lebih lama.
- Membeli lebih banyak ketika perusahaan memperkenalkan produk baru dan
memperbaharui produk-produk yang ada.
- Membicarakan hal-hal yang baik tentang perusahaan dan produk-produknya.
- Memberi perhatian yang lebih sedikit kepada merek-merek dan iklan-iklan pesaing
serta kurang peka terhadap harga.
- Menawarkan gagasan jasa atau produk kepada perusahaan.
- Biaya untuk pelayanannya lebih kecil dibandingkan biaya pelayanan pelanggan baru
karena transaksi yang sudah rutin.
2.5.4 Pengukuran Kepuasan Pelanggan
Strategi kepuasan pelanggan menyebabkan para pesaing harus bekerja keras dan
memerlukan biaya tinggi dalam usaha merebut pelanggan suatu perusahaan. Satu hal yang
perlu diperhatikan bahwa kepuasan pelanggan merupakan strategi jangka panjang yang
butuh komitmen, baik menyangkut dana maupun sumber daya manusia. Menurut Fandi
17
Tjiptono (2002, p40-45), ada beberapa strategi untuk meraih dan meningkatkan kepuasan
pelanggan yaitu:
1) Relation Marketing Strategy
Yaitu strategi dimana transaksi pertukaran antara pembeli dan penjual
berkelanjutan, tidak berakhir setelah penjualan selesai. Dengan kata lain, dijalin suatu
kemitraan dengan pelanggan secara terus-menerus yang akhirnya akan menimbulkan
kesetiaan pelanggan sehingga terjadi bisnis ulang (repeat business).
2) Superior Customer Service Strategy
Menawarkan pelayanan yang lebih baik daripada pesaing. Hal ini membutuhkan dana
yang besar, kemampuan SDM, dan usaha gigih agar dapat tercipta suatu pelayanan superior.
Oleh karena itu, seringkali perusahaan yang menawarkan customer service yang lebih baik
akan memberikan harga yang lebih tinggi pada produk-produknya. Akan tetapi mereka
biasanya memperoleh manfaat besar dari pelayanannya yang lebih baik tersebut, yaitu
tingkat pertumbuhan yang cepat dan besarnya laba yang diperoleh.
3) Unconditional Guarantess Strategy atau Extraordinary Guarantees
Strategi ini berintikan komitmenuntuk memberikan kepuasan kepada pelanggan yang
pada gilirannya akan menjadi sumber dinamisme penyempurnaan mutu produk atau jasa dan
kinerja perusahaan. Selain itu juga akan meningkatkan motivasi karyawan untuk mencapai
tingkat kinerja yang lebih baik dari sebelumnya.
4) Strategi Penanganan Keluhan Yang Efisien
Penanganan keluhan memberikan peluang untuk mengubah seseorang pelanggan
yang tidak puas menjadi pelanggan yang puas.
5) Strategi Peningkatan Kinerja Perusahaan.
Meliputi berbagai upaya seperti melakukan pemantauan dan pengukuran kepuasan
pelanggan secara berkesinambungan, memberikan pendidikan dan pelatihan menyangkut
18
komunikasi, salesmanship dan public relations kepada pihak manajemen dan karyawan,
memasukkan unsur kemampuan untuk memuaskan pelanggan kedalam sistem prestasi
karyawan.
6) Quality Function Development (QFD)
Yaitu praktek untuk merancang suatu proses sebagai tanggapan kebutuhan
pelanggan. Dengan strategi-strategi tersebut diharapkan perusahaan dapat meningkatkan
tingkat kepuasan pelanggan dari produk dan jasa serta pelayanannya.
2.5.5 Teknik Pengukuran Kepuasan
Menurut Philip Kotler (didalam buku Prof. Dr. H. Buchari Alma, Manajemen
Pemasaran dan Pemasaran Jasa, Cetakan ketujuh, 2005, p285), ada beberapa cara
mengukur kepuasan pelanggan, yaitu:
1. Complaint and suggestion system (Sistem Keluhan dan Saran). Banyak perusahaan
membuka kotak saran dan menerime keluhan yang dialami oleh langganan. Ada juga
perusahaan yang memberi amplop yang telah ditulis alamat perusahaan untuk
digunakan menyampaikan saran, keluhan serta kritik. Saran tersebut dapat juga
disampaikan melalui kartu komentar, customer hot line, telepon bebas pulsa.
Informasi ini dapat memberikan ide dan masukan kepada perusahaan yang
memungkinkan perusahaan mengantisipasi dan cepat tanggap terhadap kritik dan
saran tersebut.
2. Customer satisfaction surveys (Survei Kepuasan Pelanggan), dalam hal ini
perusahaan melakukan survei untuk mendeteksi komentar pelanggan. Survey ini
dapat dilakukan melalui pos, telepon, atau wawancara pribadi, atau pelanggan
diminta mengisi angket.
3. Ghost shopping (Pembeli Bayangan), dalam hal ini perusahaan menyuruh orang
tertentu sebagai pembeli ke perusahaan lain atau ke perusahaannya sendiri. Pembeli
19
misteri ini melaporkan keunggulan dan kelemahan pelayan yang melayaninya. Juga
dilaporkan segala sesuatu yang bermanfaat sebagai bahan pengambilan keputusan
oleh manajemen. Bukan saja orang lain yang disewa untuk menjadi pembeli
bayangan tetapi juga manajer sendiri harus turun ke lapangan, belanja ke toko
saingan dimana ia tidak dikenal. Pengalaman manajer ini sangat penting karena data
dan informasi yang diperoleh langsung ia alami sendiri.
4. Lost customer analysis (Analisa pelanggan yang lari), langganan yang hilang, coba
dihubungi. Mereka diminta untuk mengungkapkan mengapa mereka berhenti, pindah
ke perusahaan lain, adakah sesuatu masalah yang terjadi yang tidak bisa diatasi atau
terlambat diatasi. Dari kontak semacam ini akan diperoleh informasi dan akan
memperbaiki kinerja perusahaan sendiri agar tidak ada lagi langganan yang lari
dengan cara meningkatkan kepuasan mereka.
2.5.6 Sebab-sebab Timbulnya Ketidakpuasan
Menurut Prof. Dr. H. Buchari Alma (Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa,
Cetakan ketujuh, 2005, p286), tentu banyak sebab-sebab munculnya rasa tidak puas
terhadap sesuatu antara lain:
1. Layanan selama proses menikmati jasa tidak memuaskan;
2. Perilaki personal kurang menyenangkan;
3. Suasana dan kondisi fisik lingkungan tidak menunjang;
4. Cost terlalu tinggi, karena jarak terlalu jauh, banyak waktu terbuang, dan harga tidak
sesuai;
5. Promosi/ iklan terlalu muluk, tidak sesuai dengan kenyataan.
20
2.5.7 Pentingnya Mempertahankan Pelanggan
Kotler, Hayes dan Bloom (2002:391) (dalam buku Prof. Dr. H. Buchari Alma,
”Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa”, Cetakan ketujuh, 2005, p275-276),
menyatakan ada enam alasan mengapa lembaga harus menjaga dan mempertahankan
pelanggannya (disadur).
1. Pelanggan yang sudah ada, prospeknya dalam memberi keuntungan cenderung lebih
besar.
2. Biaya menjaga dan mempertahankan pelanggan yang sudah ada, jauh lebih kecil
daripada biaya mencari pelanggan baru.
3. Pelanggan yang sudah percaya pada satu lembaga dalam satu urusan bisnis,
cenderung akan percaya juga dalam urusan/ bisnis yang lain.
4. Jika pada suatu perusahaan banyak langganan lama, akan memperoleh keuntungan
karena adanya peningkatan efisiensi. Langganan lama pasti tidak akan banyak
tuntutan, perusahaan cukup menjaga dan mempertahankan mereka. Untuk melayani
mereka bisa digunakan karyawan-karyawan baru dalam rangka melatih mereka,
sehingga biaya pelayanan lebih murah. Tentu karyawan yunior ini telah diberi
pengarahan terlebih dahulu, agar tidak berbuat sesuatu yang mengecewakan
pelanggan.
5. Pelanggan lama ini tentu telah banyak pengalaman positif berhubungan dengan
perusahaan, sehingga mengurangi biaya psikologis dan sosialisasi.
6. Pelanggan lama, akan selalu membela perusahaan, dan berusaha pula menarik/
memberi referensi teman-teman lain dan lingkungannya untuk mencoba
berhubungan dengan perusahaan.
21
2.6 Model Persamaan Struktural
2.6.1 Konsep Umum
Achmad Bachrudin, Harapan L. Tobing (Analisis Data Untuk Penelitian
Survai dengan menggunakan LISREL 8, p3, 2003). Dalam penelitian ilmu sosial atau
ilmu perilaku (Social dan Behavioral Sciences) sering kali peneliti melakukan
kegiatan penelitian untuk mengukur setiap karateristik subjek atau satuan
pengamatan melibatkan lebih satu variable (variate). Dalam konteks pengukuran
seperti ini, analisis yang digunakan adalah satistik multivariat atau variat banyak.
Umumnya teknik analisis statistik hanya mengolah variabel-variabel
indikatornya saja tanpa melibatkan variabel latennya, dan juga jarang dalam
pengolahannya sekaligus melibatkan kekeliruan pengukuran variabel.
Umumnya kekeliruan pengukuran hanya diperhatikan pada saat uji coba dengan
menghitung realibilitas dan validitasnya. Dalam pengolahan selanjutnya, masalah
kekeliruan pengukuran sering dilupakan saja atau diasumsikan bahwa kekeliruan
pengukuran ”tidak ada”, padahal selama alat ukur tersebut tidak memiliki tingkat
realibilitas dan validitas yang ”sempurna” maka besarnya kekeliruan pengukuran
akan berpengaruh kepada hasil analisisnya. Kita semua tahu bahwa dalam ilmu
sosial dan perilaku tidak memiliki suatu alat ukur yang benar-benar baku, tidak
seperti teknik dan sains yang memiliki alat ukur yang baku dimana-mana dan
sepengetahuan penulis tidak ada lembaga semacam metrologi yang bertugas
mengkalibrasi alat ukur ilmu-ilmu sosial. Dengan demikian kita perlu suatu analisis
statistik yang sekaligus melibatkan kekeliruan pengukuran.
Seperti sudah dijelaskan bahwa dalam ilmu sosial untuk mengukur suatu
konstruk umumnya secara tidak langsung, yaitu melalui indikator-indikatornya.
22
Selama ini variabel-variabel indikator inilah yang diproses untuk menjelaskan
bagaimana hubungan antara konstruk yang satu dengan konstruk lainnya, tetapi
hubungan tersebut tetap samar-samar, artinya hubungan antara indikator-indikator
dan konsep tersebut tidak secara eksplisit dinyatakan dalam suatu persamaan.
Dengan demikian perlu suatu analisis statistik yang secara simultan melibatkan
variabel indikator dan variabel laten.
Suatu teknik statistik yang menganalisis variabel indikator, variabel laten,
dan kekeliruan pengukurannya adalah pemodelan persamaan struktural (structural
equation model, SEM). Dengan SEM kita dapat menganalisis bagaimana hubungan
antara variabel indikator dengan variabel latennya yang dikenal sebagai persamaan
pengukuran (measurement equation), hubungan antara variabel laten yang lain
dikenal sebagai persamaan struktural (structural equation) yang secara bersama-
sama melibatkan kekeliruan pengukuran. Selain itu, model persamaan struktural
dapat menganalisis hubungan dua arah (reciprocal) yang sering terjadi pada ilmu
sosial. Dalam SEM dikenal juga dengan variabel laten eksogen (independent latent
variable) dan variabel laten endogen (dependent latent variable).
Istilah model persamaan struktural dikenal juga dengan nama LISREL
(LIniear Structural RELationships) adalah paket program statistik untuk SEM, yang
pertama kali siperkenalkan oleh Karl Joreskog pada tahun 1970 dalam suatu
pertemuan ilmiah. Istilah lain untuk SEM sering kali disebut juga anaisisfaktor
konfirmatori (confimatory factor analysis), model struktur kovarians (covariance
structure models) dan model variabel laten (laten variable modelling).
Pengolahan data dengan SEM tidak dapat dilakukan secara manual.
Umumnya prosedur pengolahan data dilakukan secara iteratif. Sekarang ini telah
ersedia beberapa program komputer kaitannya dengan pengolahan data
23
menggunakan SEM, termasuk LISREL (Joreskog & Sorbom, 1993a, 1993b, 1993c,
1999).
Sekarang ini, penggunaan SEM dalam penelitian sosial semakin banyak. Ada
tiga alasan mengapa SEM banyak digunakan dalam penelitian (Kelloway, 1998),
yaitu:
1. Penelitian sosial umumnya menggunakan pengukuran-pengukuran untuk
menjabarkan konstruk (construct). Hampir semua penelitian ilmu sosial tertarik
dalam pengukuran dan teknik pengukuran. Salah satu bentuk dari SEM
berurusan secara langsung dapat menjawab pertanyaan sejauh mana
pengukuran yang dilakukan dapat merefleksikan konstruk yang diukur.
Singkatnya, pengolahan data dengan SEM sekaligus dapat mengevaluasi kualitas
pengukuran, aitu keandalan dan validitas suatu alat ukur.
2. Para peneliti sosial sangat tertarik terhadap prediksi. Dalam melakukan prediksi
tidak hanya melibatkan model dua variabel, tapi dapat melibatkan model yang
lebih ”rumit” berupa struktur hubungan antara beberapa variabel penelitian.
3. SEM dapat melayani sekaligus suatu analisis kualitas pengukuran dan prediksi.
Khususnya, dalam ”model-model variabel latent”, model ini merupakan suatu
model yang fleksibel dan sangat ampuh secara simultan memeriksa kualitas
pengukuran dan hubungan prediktif antar konstruk.
jika nilai X = 0 maka nilai Y adalah 2, dan seterusnya. Dengan demikian tidak
didapati penyelesaian yang unik dalam persamaan.tersebut.
Just-identified model adalah model dimana jumlah parameter yang diestimasi sama
dengan data yang diketahui. Pada kondisi just-identified, model yang dispesifikasikan hanya
memiliki satu penyelesaian. Sebagai contoh jika kita memiliki dua persamaan berikut :
2X + 2Y = 12
24
2X + Y = 10
Pada kondisi adanya 2 persamaan dengan 2 bilangan tidak diketahui ini, hanya ada 1
penyelesaian yaitu X = 4 dan Y = 2.
Over-identified model adalah model dimana jumlah parameter yang diestimasi lebih
kecil dari jumlah data yang diketahui. Pada kondisi over-identified, penyelesaian model
diperoleh melalui proses estimasi iteratif. Penyelesaian model diperoleh melalui proses
estimasi iteratif. Penyelesaian yang diperoleh biasanya merupakan nilai-nilai yang konvergen
ke nilai-nilai yang stabil. Sebagai contoh jika kita memiliki 3 persamaan dengan 2 bilangan
tidak diketahui.
2X + 2Y = 12
6X + 3Y = 30
6X + 2Y = 24
Maka penyelesaian yang diperoleh melalui estimasi iteratif dan yang cukup mendekati adalah
X = 3.0 dan Y = 3.3
Untuk memperoleh model SEM yang over-identified perlu diperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
1. Jumlah varian-kovarian non-redundan variabel teramati (jumlah data) >= jumlah
parameter model diestimasi.
2. Setiap variabel latent dalam model yang harus diberi sebuah unit pengukuran. Untuk itu
dapat digunakan salah satu dari dua cara di bawah ini :
- Mendapatkan salah satu koefisien struktual (faktor loading), lambda dengan nilai 1.0
- Variabel latent distandarisasikan ke unit variance, yaitu dengan menetapkan nilai 1
pada komponen diagonal dari matrik variances.
25
3. Untuk variabel latent yang hanya mempunyai sebuah variabel teramati, maka koefisien
struktual (faktor loading) lambda di tetapkan = 1.0 dan ini berarti errorvariance (delta)
terkait = 0.
2.6.2 Tools SEM (LISREL – Linear Structural Relationship)
Istilah model persamaan struktural dikenal juga dengan nama LISREL (LIniear
Structural RELationships) adalah paket program statistik untuk SEM, yang pertama kali
siperkenalkan oleh Karl Joreskog pada tahun 1970 dalam suatu pertemuan ilmiah. Istilah lain
untuk SEM sering kali disebut juga anaisisfaktor konfirmatori (confimatory factor analysis),
model struktur kovarians (covariance structure models) dan model variabel laten (laten
variable modelling).
Pengolahan data dalam SEM dilakukan menggunakan prosedur iteratif yang sangat
memakan waktu dan ketelitian jika dilakukan secara manual. Perkembangan teknologi
komputer sangat membantu pengolahan data dengan SEM dan menjadikan SEM semakin
banyak digunakan oleh para peneliti maupun pebisnis. Dewasa ini telah dikembangkan
beberapa program komputer yang dapat digunakan untuk menganalisis SEM, antara lain
EQS, AMOS, LISREL, SAS PROC CALIS, STATISTICA-SEPATH, dan lain-lain.
LISREL, merupakan salah satu program komputer yang dapat mempermudah analisis
untuk menyelesaikan masalah-masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh alat analisis yang
konvensional.
LISREL diperkenalkan oleh Karl Joreskog pada tahun 1970 dan sejauh ini telah
dikembangkan serta digunakan dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan sosial. Dalam versi
yang lebih maju, penggunaan LISREL menjadi lebih interaktif, lebih mudah, banyak fitur
statistik yang baru terkait dengan penanganan missing data, imputatuion data serta
multilevel data analysis. Terapannya pada persoalan ilmu sosial dan ilmu perilaku dapat kita
temui secara luas yang sangat berguna sebagai acuan pengambilan keputusan dalam kondisi
26
yang makin rumit. Secara umum analisis dalam LISREL dapat dipilah dalam dua bagian :
pertama yang terkait dengan model pengukuran (measurement model) dan kedua yang
terkait dengan model struktual (structural equation model). Dengan menggunakan LISREL,
kita dapat menganalisis struktur covariance yang rumit. Variabel latent, saling
ketergantungan antar variabel, dan sebab akibat yang timbal balik dapat ditangani dengan
mudah dengan menggunakan model pengukuran dan persamaan yang terstruktur.
Pada dasarnya pengolahan SEM dengan LISREL dapat dilakukan dengan empat cara,
yaitu menggunakan PRELIS Project, SIMPLIS Project, LISREL Project maupun PATH
DIAGRAM. Dalam buku ini akan dijelaskan konsep-konsep terkait dan prosedur Path Diagram
serta Simplis secara sangat sederhana sehingga memudahkan pembaca memahami
Penggunanaan Lisrel untuk menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan Structural
Equation Model. Pada edisi selanjutnya secara bertahap akan dilakukan penyempurnaan
pemaparan mencakup empat cara tersebut berikut penjabarannya secara mendetil.
2.6.3 Prosedur SEM
Penerapan SEM didasarkan atas kovarian dari nilai-nilai yang ada di dalam sampel,
sedangkan kovarian kurang stabil jika diestimasi dari sampel yang berukuran kecil. Karena itu
penerapan SEM membutuhkan sampel yang yang berukuran besar. Jika dalam analisis
statistika lainnya, residual yang ingin diminimumkan diperoleh dari perbedaan model dengan
nilai amatan, maka dalam SEM, residual merupakan perbedaan antara kovarian yang
diprediksi dengan kovarian yang diamati. Dalam SEM fungsi yang diminimumkan adalah
perbedaan antara kovarian sampel dengan kovarian yang diprediksi oleh model. Untuk itu
hipotesis nol ditetapkan Σ = Σ (θ), dengan adalah matrik kovarian populasi dari variabel-
variabel teramati dan adalah matrik kovarian dari model yang didefisiasikan (dihipotesiskan).
Jika pada statistik biasanya yang dipentingkan adalah signifikansi atau yang dicari adalah
penolakan terhadap H0 (seperti pada regresi berganda), pada SEM yang diusahakan adalah
27
agar H0 tidak ditolak atau H0 diterima. Penerimaan hipotesis nol berarti matrik kovarian
populasi dari variabel-variabel teramati tidak berbeda signifikan dari matrik kovarian model
yang dispesifikasikan (dihipotesiskan) sehingga errornya kecil.
Penerapan SEM mengikuti prosedur umum berikut :
A. Spesifikasi Model (Model Specifikation)
B. Identifikasi (Identification)
C. Estimasi (Estimation)
D. Uji Kecocokan (Testing Fit)
E. Respesifikasi (Re-specification)
2.6.3.1 Spesifikasi Model
Spesifikasi model dilakukan terhadap permasalahan yang diteliti. Sangat disarankan
agar penetapan model tidak dilakukan secara asal tetapi didasarkan pada rujukan yang
relevan. Model yang dibentuk akan kuat bila sudah ada teori yang mendasarinya. Meski
demikian untuk paradigma baru, teori bagi topik yang terkait mungkin belum ada sehingga
temuan-temuan terbaru yang relevan bisa dijadikan sebagai dasar rujukan yang bermakna.
Spesifikasi model secara garis besar dijalankan dengan menspesifikasi model pengukuran
serta menspesifikasi model struktural. Spesifikasi model pengukuran meliputi aktivitas
mendefinisikan hubungan antara variabel laten dengan variabel-variabel teramati. Spesifikasi
model struktual dilakukan dengan mendefinisikan hubungan kausal diantara variabel-variabel
latent. Tahapan selanjutnya (optional) adalah menetapkan gambaran path diagram model
hybrid yang merupkan kombinasi model pengukuran dan struktural.
2.6.3.2 Identifikasi
Tahapan identifikasi dimaksudkan untuk menjaga agar model yang dispesifikasikan
bukan merupakan model yang under-identifield atau unidetifield. Sebagaimana diketahui,
28
terdapat tiga kemungkinan dalam persamaan simultan, yaitu under-identified, just-identified
atau over-identified.
Under-identified model adalah model dimana jumlah paramater yang diestimasi lebih
besar dari jumlah data yang diketahui. Pada kondisi under-identified model yang
dispesifikasikan tidak memiliki penyelesaian yang unik. Sebagai gambaran sederhana dari
underidentified adalah persamaan 2X + 3Y = 6. Dalam 1 persamaan ini didapati dua
bilangan yang nilainya tergantung satu sama lain. Banyak sekali kemungkinan yang dapat
muncul untuk menyelesaikan persamaan tersebut. Misalkan jika nilai X = 1 maka nilai Y
adalah 4/3.
2.6.3.3 Estimasi Parameter
Tahapan ini ditujukan untuk memperoleh estimasi dari setiap parameter yang
dispesifikasikan dalam model yang membentuk matrik Σ (θ) sedemikian rupa sehingga nilai
parameter menjadi sedekat mungkin dengan nilai yang ada didalam matrik S (matrik
kovarian sampel dari variabel teramati). Matrik kovarian sampel S digunakan untuk mewakili
Σ (matrik kovarian populasi) karena matrik kovarian populasi tidak diketahui. Berdasarkan
hipotesis nol, diusahakan agar selisih S dengan mendekati atau sama dengan nol. Hal ini
dapat dilaksanakan dengan meminimumkan suatu fungsi F (S, Σ (θ) ) melalui iterasi. Estimasi
terhadap model dapat dilakukan menggunakan salah satu dari metode estimasi yang
tersedia, sebagai berikut.
• Instrumental Variable (IV)
• Two Stage Least Square (TSLS)
• Unweighted Least Squares (ULS)
• Generalized Least Squares (GLS)
• Maximum Likelihood (ML)
• Generally Weighted Least Squares (WLS)
29
• Diagonally Weighted Least Squares (DWLS)
Diantara berbagai metode yang tersedia, metode estimasi yang paling banyak
digunakan adalah Maximum Likelihood dan Weighted Least Squares. Minimisasi fungsi
tersebut dapat dilakukan melalui iterasi (dimulai dengan nilai awal) sampai diperoleh nilai
yang kecil atau minimal.
Metode Estimasi
Pada LISREL terdapat tujuh metode yang dapat digunakan untuk mengestimasikan
parameter dari suatu model, yaitu: Instrumental variables (IV), Two Stage Least Square
(TSLS), Unweighted Least Squares (ULS), Generalized Least Squares (GLS), Generally
Weighted Least Square (GWLS), Diagonally Weighted Least Square (DWLS), dan Maximum
Likelihood (ML). Ketujuh metode estimasi tersebut merupakan bagian dari dua kelompok
besar tehnik estimasi yaitu :
a. Limited Information Techniques
Contoh dari tehnik dengan menggunakan informasi yang terbatas ini (limited information
techniques) ini adalah metode estimasi instrumental variabels (IV) dan Two Stage Least
Square (TSLS). IV dan TSLS adalah metode estimasi yang cepat, dan tidak
menggunakan iteratif. IV dan TSLS mengestimasi persamaan secara independen dan
terpisah dimana kedua metode tersebut tidak menggunakan informasi dari persamaan
lain pada suatu model, IV dan TSLS umumnya digunakan untuk menghasilkan starting
values untuk dapat digunakan dengan menggunakan metode estimasi yang lain pada
suatu model. Metode IV biasanya digunakan untuk menghasilkan starting values untuk
digunakan pada metode estimasi ULS. Sedangkan TSLS digunakan untuk menghasilkan
strating values untuk digunakan pada metode estimasi GLS, ML, WLS, dan DWLS.
b. Full Information Techniques
30
Full information techniques adalah suatu tehnik untuk mengestimasi seluruh sistem
persamaan secara simultan dimana informasi yang digunakan untuk mengestimasi suatu
parameter diperoleh dari seluruh sistem persamaan pada suatu model. Salah satu
kelemahan dari estimasi jenis ini adalah, jika suatu model memiliki specification error
yang timbul akibat dimasukkan hubungan yang tidak relevan akan berpengaruh terhadap
seluruh model.
Beberapa estimasi yang termasuk dalam Full Information Techniques, berbagai
asumsi-asumsi yang harus dipenuhi dan jumlah ukuran sampel yang dianjurkan dibahas
berikut ini:
Maximum Likelihood (ML)
Metode estimasi yang paling populer digunakan pada penelitian SEM, dan secara
default digunakan oleh LISREL adalah Maximum Likelihood. Maximum Likelihood akan
menghasilkan estimasi parameter yang valid, efisien dan reliable apabila data yang
digunakan adalah mulivariate normality (normalitas multivariate) dan akan robust (tidak
terpengaruh/ kuat) terhadap penyimpangan multivariate normality yang sedang (moderate).
Tetapi estimasi pada ML akan bias apabila pelanggaran terhadap multivariate normality
sangat besar.
Maximum Likelihood memiliki hasil yang cukup valid dengan besaran sampel
minimal, tetapi menurut Hair et.al (1998) ukuran sampel sebesar itu tidak dianjurkan. Ukuran
sampel yang disarankan untuk penggunaan estimasi Maximum Likelihood adalah sebesar 100
– 200. kelemahan dari metode ML ini adalah ML akan menjadi ”sangat sensitif” dan
menghasilkan indeks goodness of fit yang buruk apabila data yang digunakan adalah besar
(antara 400 – 500).
Generalized Least Square
31
Generalized Least Square akan menghasilkan estimasi hasil yang hampir sama
dengan estimasi Maximum Likelihood apabila asumsi multivariate normality dipenuhi dan
ukuran sampel adalah sama. LS, dilain pihak, akan sedikit lebih robust terhadap dilanggarnya
asumsi multivariate normality. GLS akan menghasilkan estimasi yang kurang baik dengan
ukuran sampel kecil atau kurang dari 200.
Weighted Least Square
Metode Weighted Least Square, atau juga disebut (Asymptotically Distribution Free/
ADF) merupakan suatu metode yang tidak terpengaruh oleh dilanggarnya multivariate
normality. Kelemahan metode ini adalah jumlah variabel dalam model harus sedikit (kurang
dari 20 variabel). Disamping itu, WLS memerlukan ukuran sampel yang nyaris
”unreasonable” untuk penelitian, yaitu minimal 1000 (Diamantopaulus dan Siguaw, 2000).
Bahkan beberapa penelitian simulasi menganjurkan penggunaan ukuran sampel sebear 5000
agar metode WLS ini dapat menghasilkan estimasi yang baik. Sehingga dengan berbagai
keterbatasan yang ada, metode ini tidak begitu diminati. Meskipun asumsi normalitas
dilanggar, belum ada suatu kesepakatan bahwa metode WLS lebih baik digunakan daripada
Maximum Likelihood atau Generalized Least Square.
2.6.3.4 Uji Kecocokan
Tahapan ini ditujukan untuk mngevaluasi derajat kecocokan atau Godness Of Fit
(GOF) antara data dan model. Menurut Hair et.al. (1995) evaluasi terhadap GOF model
dilakukan melalui beberapa tingkatan, yaitu: (LISREL, p67)
• Kecocokan keseluruhan model (overall model fit)
• Kecocokan model pengukuran (measurement model fit)
• Kecocokan model struktual (structural model fit).
32
2.6.4 Penilaian Model
2.6.4.1 Kecocokan Keseluruhan Model
Penilaian derajat kecocokan suatu SEM secara menyeluruh tidak dapat dijalankan
secara langsung sebagaimana pada teknik multivariat yang lain. SEM tidak mempunyai uji
statistik terbaik yang dapat menjelaskan kekuatan prediksi model. Untuk itu telah
dikembangkan beberapa ukuran derajat kecocokan yang dapat digunakan secara saling
mendukung. Hair et al. (1998 : 660, Wijanto, 2003: 17-20) mengelopokkan ukuran-ukuran
GOF yang ada kedalam 3 bagian yaitu :
• Absolute fit measures (ukuran kecocokan absolut)
- Menentukan derajat prediksi model keseluruhan (model struktural dan pengukuran)
terhadap matrik korelasi dan kovarian.
• Incremental Fit Measures (ukuran kecocokan inkremental)
- Membandingkan model yang diusulkan dengan model dasar yang sering disebut
sebagai null model atau independence model.
• Parsiminous Fit Measures (ukuran kecocokan parsimoni)
- Mengaitkan model dengan jumlah koefisien yang diestimasi yakni yang diperlukan
untuk mencapai kecocokan pada tingkat tersebut. Sesuai dengan prinsip parsimoni
atau kehematan berarti memperoleh degree of fit setingg-setingginya untuk setiap
degree of freedom.
Tabel 2.1 Absolute fit measures
UKURAN KECOCOKAN ABSOLUT
UKURAN DERAJAT KECOCOKAN
TINGKAT KECOCOKAN YANG BISA DITERIMA
Statistic Chisquare (X2) Mengikuti uji statistik yang berkaitan dengan persyaratan signifikan. Semakin kecil semakin baik. Diinginkan nilai chi square yang kecil agar H0 : Σ = Σ (θ), tidak ditolak.
Non-Centrality Parameter (NCP) Dinyatakan dalam bentuk spesifikasi ulang dari Chi-
33
square. Penilaian didasarkan atas perbandingan dengan model lain. Semakin kecil semakin baik.
Scaled NCP (SNCP) NCP (non centrality parameter) yang dinyatakan dalam bentuk rata-rata perbedaan setiap observasi dalam rangka perbandingan antar model. Semakin kecil semakin baik.
Goodness of Fit Index (GFI) Nilai berkisar antara 0-1, dengan nilai lebih tinggi adalah lebih baik. GFI > 0.90 adalah good fit, sedang 0.80 < GFI < 0.90 adalah marginal fit
Root Mean Square Residual (RMSR)
Residual rata-rata antara matrix (korelasi atau kovarian) teramati dan hasil estimasi, RMSR < 0.05 adalah good fit
Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA)
Rata-rata perbedaan per degree of freedom yang diharapkan terjadi dalam populasi dan bukan dalam sampel. RSMEA < 0.05 adalah close-fit.
Expected Cross Validation Index (ECVI)
GOF yang diharapkan pada sampel yang lain dengan ukuran sama. Penilaian didasarkan atas perbandingan antar model. Semakin kecil semakin baik.
Imam Ghozali dan Fuad. Structural Equation Modeling. 2005. Hal 236
Tabel 2.2 Incremental Fit Measures
UKURAN KECOCOKAN INKREMENTAL
UKURAN DERAJAT KECOCOKAN
TINGKAT KECOCOKAN YANG BISA DITERIMA
Tucker-Lewis Index atau Non Normed Fit Index
Nilai berkisar antara 0-1, dengan niali lebih tinggi adalah lebih baik. TLI > 0.90 adalah marginal fit.
Normed Fit Index (NFI) Nilai berkisar antara 0-1, dengan nilai lebih tinggi adalah lebih baik NFI > adalah good-fit, sedang 0.80 < NFI < 0.90 adalah marginal fit
Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI)
Nilai berkisar antara 0-1, dengan niali lebih tinggi adalah lebih baik AGFI > 0.90 adalah good fit, sedang 0.80 < AGFI < 0.90 adalah imarginal fit
Incremental Fit Index (IFI) Nilai berkisar antara 0-1, dengan nilai lebih tinggi adalah lebih baik. IFI > 0.90 adalah good fit, sedang 0.80 < IFI < 0.90 adalah marginal fit.
Comparative Fit Index Nilai berkisar antara 0-1, dengan nilai lebih tinggi adalah lebih baik CFI > 0.90 adalah good fit, sedang 0.80 < CFI < 0.90 adalah marginal fit
Imam Ghozali dan Fuad. Structural Equation Modeling. 2005. Hal 237
34
Tabel 2.3 Parsiminous Fit Measures
UKURAN KECOCOKAN ABSOLUT
UKURAN DERAJAT KECOCOKAN
TINGKAT KECOCOKAN YANG BISA DITERIMA
Parsimonious Goodness of Fit (PGFI)
Spesifikasi ulang dari GFI, dimana nilai lebih tinggi menunjukkan parsimoni yang lebih besar. Ukuran ini digunakan untuk perbandingan diantara model-model.
Normed Chi-Square Rasio antara Chi- square dibagi degree of freedom. Nilai yang disarankan : batas bawah = 1.0, batas atas = 2.0 atau 3.0 dan lebih longgar 5.0
Parsimonoious Normed Fit Index (PNFI)
Nilai tinggi menunjukkan kecocokan lebih baik, hanya digunakan untuk perbandingan antar model alternatif.
Akaike Information Criterion (AIC)
Nilai positif lebih kecil menunjukkan parsimoni lebih baik, digunakan untuk perbandingan antar model.
Consistent Akaike Information Criterion (CAIC)
Nilai positif lebih kecil menunjukkan parsimoni lebih baik, digunakan untuk perbandingan antar model.
Critical N (CN) Estimasi ukuransampel yang mencakupi untuk menghasilkan suatu adequate model fit untuk Chi-square test. CN > 200 mengindikasikan bahwa sebuah model cukup mewakili sampel data.
Imam Ghozali dan Fuad. Structural Equation Modeling. 2005. Hal 241
2.6.4.2 Kecocokan Model Pengukuran
Evaluasi ini dilakukan terhadap setiap construct secara terpisah melalui terhadap
validitas construct dan evaluasi terhadap reabilitas construct. (LISREL, p710)
VALIDITAS
Validitas berhubungan dengan apakah suatu vaiabel mengukur apa yang seharusnya
diukur. Validitas dalam penelitian menyatakan derajat ketepatan alat ukur penelitian
terhadap isi atau arti sebenarnya yang diukur. Uji validitas adalah uji yang digunakan dalam
suatu penelitian mengukur apa yang ingin diukur. Dengan uji ini dilakukan pemeriksaan
apakah item-item yang dieksplorasi mendukung item total atau tidak. Suatu instrumen
penelitian dianggap valid jika informasi yang ada pada tiap item berkorelasi erat dengan
informasi dari item-item tersebut sebagai suatu kesatuan.
Validitas dapat dibedakan menjadi: content validity, criterion validity, construct
validity, dan convergent and discriminant validity. Bollen (1989) mengusulkan definisi
35
alternatif dari validitas sebuah variabel teramati adalah muatan faktor (factor loadings) dari
variabel tersebut terhadap variabel latennya. Rigdon dan Ferguson (1991), Doil, Xia,
Torkzadeh (1994), menyatakan bahwa suatu variabel dikatakan mempunyai validitas yang
baik terhadap konstruk atau variabel lainnya, jika:
• Nilai t muatan faktornya (factor loadings) lebih besar dari nilai kritis (> 1.96 atau
praktisnya >=2)
• Muatan faktor standarnya (standarized factor loading) lebih besar atau sama dengan
0.70.
• Iqbaria, et.al. (1997) yang menggunakan guideliness dari Hair et.al. (1995) tentang
relative importance and significant of the factor loading of each items : loading > 0.50
adalah sangat signifikan.
REALIBILITAS
Realibilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa instrumen yang digunakan
dalam penelitian untuk memperoleh informasi yang diinginkan dapat dipercaya (terandal)
sebagai alat pengumpul data serta mampu mengungkap informasi yang sebenarnya di
lapangan. Instrumen yang realibel adalah instrumen yang bilamana dicobakan secara
berulang-ulang kepada kelompok yang sama akan menghasilkan data yang sama dengan
asumsi tidak terdapat perubahan psikologis pada responden. Instrumen yang baik tidak
bersikap tendensius mengarahkan responden untuk memilih jawaban tertentu sebagaimana
dikehendaki oleh peneliti. Intrumen yang realibel akan menghasilkan data yang sesuai
dengan kenyataannya, dalam artian berapa kalipun penelitian diulang dengan instrumen
tersebut akan tetap diperoleh ”kesimpulan” yang sama (walaupun perolehan angka
nominalnya tidak harus sama).
36
• Secara prinsip realibilitas mencerminkan konsistensi suatu pengukuran. Realibilitas yang
tinggi menunjukkan bahwa indikator-indikator (variabel-variabel teramati) mempunyai
konsistensi tinggi dalam mengukur variabel latentnya.
• Tehnik yang paling banyak digunakan untuk mengukur realibilitas adalah Croncbach’s
Alpha. Meskipun demikian, Croncbach’s Alpha akan memberikan estimasi terlalu rendah
jika digunakan untuk mengestimasikan realibilitas congeneric measure (Bollen, 1989).
Menurut Hair et.al (1995) pengukuran realibilitas untuk SEM dapat dilakukan dengan
menggunakan Composite/ Construct Realibility Measure (Ukuran Ekstrak Varian). Ekstrak
varian mencerminkan jumlah varian keseluruhan dalam indikator yang dijelaskan oleh
construct latent. Realibilitas construct dikatakan baik, jika nilai construct reability-nya >
0.70 dan nilai variance extracted-nya > 0.50.
ANALISIS FAKTOR
Berikut dijelaskan mengenai analisis faktor diambil dari buku karangan Achmad
Bachrudin, Harapan L. Tobing (Analisis Data Untuk Penelitian Survai dengan
menggunakan LISREL 8, 2003, hal. 43)
Analisis faktor dapat digunakan untuk mengetahui pola-pola yang tersembunyi atau
hubungan dari sejumlah besar variabel dan menentukan apakah informasi tersebut dapat
”dipadatkan” ke dalam sejumlah kecil faktor atau komponen dengan syarat bahwa informasi
tersebut hilang sekecil mungkin.
Analisis faktor sudah menjadi nama generik yang diberikan ke dalam kelompok
teknik statistik multivariat yang tujuan utamanya adalah meredusir data. Penerapan analisis
faktor sering digunakan sebagai awal untuk pengolahan analisis berikutnya, misalnya analisis
regresi, analisis kelompok (cluster), analisis lainnya, dan sering juga digunakan untuk
menghitung construct validity dalam mengevaluasi item-item kuesioner.
37
Dalam analisis factor, peneliti secara subjektif memutuskan suatu variabel
masuk ke dalam suatu faktor dengan menilai dari nilai loading-nya. Berikut ini akan
dikemukakan dua saran dalam mengevaluasi atau mengintepretasikan nilai suatu loading,
yaitu: (Achmad Bachrudin, Harapan L. Tobing, Analisis Data Untuk Penelitian Survai
dengan menggunakan LISREL 8, 2003, hal. 47)
1) Saran pertama tidak didasarkan pada proporsi matematis, ini hanya petunjuk praktis (rule
of thumb) yang kerapkali dipakai dalam analisis faktor. Aturannya, nilai loading lebih dari
+0.30 dinyatakan sebagai bermakna atau berarti (signifikan); nilai loading lebih dari +0.40
dinyatakan lebih bermakna; dan jika nilai loading lebih dari +0.50 dikatakan sangat
bermakna. Petunjuk ini disarankan untuk ukuran sampel lebih dari 50.
2) Seperti sudah dikatakan bahwa loading menunjukkan ukuran korelasi antara variable dan
faktornya. Oleh karena itu, signifikansi loading bisa digunakan signifikansi korelasi sederhana
biasa. Dengan taraf arti 5% dan 1% masing-masing nilai loading paling sedikit +0.19 dan +
0.26 jika ukuran sampel paling sedikit 100. Jika ukuran sampel paling sedikit +0.14 dan
+0.18; akhirnya, ukuran sampel paling sedikit 300, nilai loading nya +0.11 dan +0.15.
2.6.4.3 Kecocokan Model Struktrural
Uji kecocokan ini dilakukan terhadap koefisien-koefisien persamaan struktural
dengan menspesifikasikan tingkat significan tertentu. Dalam hal signifikansi adalah 0.05,
maka nilai t dari persamaan struktural harus > 1.96. selain itu juga perlu dilakukan evaluasi
terhadap solusi standar dimana semua koefisien mempunyai varian yang sama dan nilai
maximumnya adalah 1. Sebagai ukuran menyeluruh terhadap persamaan struktual, overall
coeficient of determination (R2) dievaluasi seperti pada regresi berganda.
2.6.4.4 Respesifikasi
Berdasarkan buku LISREL, p72-p73. Tahapan ini ditujukan untuk melakukan spesifikasi
ulang terhadap model untuk memperoleh derajat kecocokan yang lebih baik.
38
Respesifikasi ini sangat tergantung kepada strategi pemodelan yang dipilih. Dalam SEM
tersedia 3 strategi pemodelan yang dapat dipilih (Joreskog dan Sorbom 1993, Hair et. Al.
1995), yaitu:
Strictly Confirmatory atau Confirmatory Modeling Strategy. Untuk ituterlebih dahulu
dispesifikasikan suatu model tunggal, lalu dilakukan pengumpulan data empiris.
Pengujian dilakukan untuk menghasilkan penerimaan atau penolakan terhadap
model tersebut sebagaimana criteria dari hipotesis nol. Model dinyatakan bagus bila
mampu mempresentasikan data empiris. Dalam strategi ini tidak ada respesifikasi
model.
Alternative (Competing) Models atau Competing Model Strategy. Tahapan yang
dilakukan sama dengan pada Strictly Confirmatory, hanya saja beberapa model
alternative dispesifikasikan dan dipilih salah satu model yang paling sesuai.
Respesifikasi hanya diperlukan jika model-model alternative dikembangkan dari
beberapa model yang ada.
Model Generating atau Model Development Strategy. Tahapan yang dilakukan
dimulai dari spesifikasi suatu model awal, dilanjutkan dengan pengumpulan data
empiris. Selanjutnya dilakukan analisis dan pengujian apakah data cocok dengan
model. Jika tingkat kecocokan kurang baik, maka model dimodifikasi dan diuji
kembali dengan data yang sama. Respesifikasi model diperlukan jika modelnya tidak
memiliki kemampuan yang diharapkan. Proses respesifikasi dapat dilakukan
berulang-ulang sapai didapati tingkat kecocokan terbaik. Proses dapat dilakukan
berdasarkan theory driven atau data driven, meskipun respesifikasi berdasar theory
driven lebih dianjurkan.
Dari ketiga strategy yang dapat dipilih, model generating merupakan strategy yang
paling banyak diterapkan.
39
2.6.5 Modifikasi Model
Salah satu tujuan utama dari modifikasi model ini adalah untuk menghasilkan model
fit yang lebih baik, atau dalam bahasa statistik, nilai selisih antara kovarians matriks yang
diperoleh dari sampel dan kovarians matriks yang dinilai dari model yang lebih kecil. Namun,
sebagaimana telah dinyatakan berkali-kali sebelumnya, apapun modifikasi yang dilakukan
harus sesuai dan dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan teori.
Modifikasi model biasanya dilakukan pada dua keadaan berikut :
1. Meningkatkan model fit pada model penelitian yang telah memiliki fit yang bagus.
Meskipun banyak para peneliti yang tidak melakukan hal tersebut, namun masih banyak
peluang untuk meningkatkan model fit. Masalahnya adalah modifikasi pada model yang
telah menunjukan fit yang baik belum tentu akan memberikan hasil penelitian yang sama
apabia digunakan pada sampel yang berbeda. Sehingga, opsi ini seharusnya dihindari.
2. Modifikasi model yang dilakukan untuk meningkatkan model fit yang sebelumnya sangat
buruk, terdapat beberapa alasan kenapa suatu model memiliki fit yang buruk,
diantaranya adalah dilanggarnya asumsi normalitas, non linearitas, adanya missing data
(data yang tidak lengkap), atau adanya spesification error. Specification Error timbul
karena dihapusnya variabel eksogen yang relevan atau dihapusnya hubungan-hubungan
yang penting antara variabel-variabel pada suatu model, atau adanya hubungan-
hubungan yang tidak relevan, dan indikator yang tidak valid dan memiliki kredibilitas
yang kurang. Modifikasi mode sendiri hanya berlaku untuk internal specification errors,
yaitu dihilangkannya (atau dimasukannya) parameter-parameter yang penting (tidak
relevan) pada variabel-variabel dalam suatu model, sedangkan untuk external
specification errors, yaitu dihapusnya variabel, tidak akan dibahas oleh prosedur-
prosedur yang dibahas pada bab ini. (Diamantopoulus dan Siguaw, 2000).
40
a. Deteksi Spesifikasi Error
Tujuan dari deteksi spesifikasi error ini adalah untuk menemukan model yang secara
benar menggambarkan hubungan-hubungan antara variabel manifest (indikator) dan
variabel laten dalam suatu populasi. Beberapa hal yang harus diperhatikan berdasarkan
definisi di atas adalah :
1. Sifat dari analisis harus merupakan exploratory dan tidak merupakan confirmatory.
Exporatory yang dimaksud dalam hal ini adalah model baru yang telah diperoleh
berdasarkan modifikasi model haruslah tentatif (sementara), dan dapat dipertanggung
jawabkan atau diverifikasi dengan menguji ulang model tersebut pada sampel yang
berbeda. Umumnya, modifikasi model pada penelitian-penelitian di Indonesia bersifat
confirmatory dan cenderung “asal model fit” tanpa menghiraukan pertanyaan mendasar
dari modifikasi model, yaitu “bedasarkan teori, bagaimana caranya agar model bisa lebih
baik?”. Oleh karena itu, hal filosofi “asal model fit” tersebut sebaiknya dihindari.
2. Modifikasi model biasanya akan menghasilkan model baru yang berbeda dari model
sebelumnya. Terdapat beberapa kasus, bahwa modifikasi model yang baru menyebabkan
model fit tersebut tidak dapat diidentifikasi (degrees of freedom kurang dari 0).
Sekarang pertanyaan yang paling relevan dalam hal modifikasi model adalah,
modifikasi apa saja yang mungkin dapat dilakukan? Seperti telah dinyatakan sebelumnya,
bahwa spesifikasi formal pada model LISREL direfleksikan pada bentuk parameter yang tetap
(fixed parameter) dan parameter bebas (Free Parameter). Sehingga setiap perubahan dalam
hal tersebut (menjadikan parameter bebas yang sebelumnya merupakan parameter tetap
(fixed parameter) dan atau menjadikan parameter tetap yang mana sebelumnya merupakan
parameter bebas (free parameter) akan merubah spesifikasi model asli. Uraian dibawah ini
meringkas modifikasi-modifikasi yang mungkin dapat dilakukan pada model LISREL.
41
a. Merubah loading (ë) yang menghubungkan indikator dengan variabel laten dari fixed
menjadi free atau sebaliknya (sehingga akan merubah bentuk matriks LAMBDA-X
dan/atau LAMBDA-Y).
b. Tidak mengkorelasikan (atau melakukan korelasi) diantara measurement error (error dari
indikator), sehingga akan merubah matrix THETA-DELTA, THETA-EPSILON atau THETA-
DELTA EPSILON.
Sedangkan modifikasi pada model struktual dapat dilakukan dengan :
a. Merubah koefisien path yang menghubungkan variabel laten eksogen kepada variabel
laten endogen (ã) ataupun antara variabel endogen (ã) dengan menjadikan parameter
yang sebelumnya free dijadikan fixed, dan sebaliknya.
b. Mengkorelasi atau mengkonstrain korelasi pada measurement error (æ), sehingga akan
merubah matriks PSI.
Demikian juga dengan modifikasi yang dilakukan dengan meningkatkan atau
menurunkan konstrain. ”Mempermainkan” jumlah konstrain tersebut akan berpengaruh besar
terhadap spesifikasi model dan fit. Dengan meningkatkan jumlah konstrain, yang umumnya
berarti bahwa paremeter yang sebelumnya merupakan parameter bebas (parameter yang
diestimasi) sekarang di fixed-kan (tidak diestimasi). Sehingga, parameter yang akan
diestimasi menjadi lebih sedikit dan akan meningkatkan jumlah derajat kebebasan (degrees
of freedom). Nilai chi-square juga akan selalu meningkat jika suatu parameter dihapus tetapi
kenaikan nilai chi-square tersebut kecil, tetapi degrees of freedom meningkatkan, sehingga
kemungkinan fit akan semakin kecil. Sebaliknya, dengan mengurangi jumlah konstrait
dengan meningkatkan parameter (meskipun yang tidak relevan) akan selalu menghasilkan
penurunan chi-square dan menghasilkan model fit yang lebih baik.
42
b. Mendiagnosa
Dengan berfokus pada modifikasi yang bertujuan untuk meningkatkan model fit, informasi
dianosa yang relevan dapat diperoleh dengan menguji residual statistik (dapat dilihat pada
output Completely Standarlized Solutions) dan modification indices yang merupakan bagian
dari output program. Baik output format SIMPLIS atapun LISREL, modification indices sama-
sama dapat ditampilkan.
Begitu pula dengan steam-leaf plots, jika model adalah fit, maka steam-leaf plots
akan memiliki residual yang akan mengelompok secara simetris sekitar nilai nol, dimana nilai
residual paling banyak terdapat pada tengah distribusi dan akan semakin sedikit pada bagian
bawah dan atas. Kelebihan residual pada salah satu bagian steam leaf plots tersebut (bagian
bawah atau atas) berarti bahwa kovarians secara sistematis dinilai rendah (underestimated)
ataupun dinilai tinggi (overestimated) oleh suatu model. Perhatikan bahwa residual positif
mengindikasikan bahwa model merendahkan (underestimate) kovarians antara variable
manifest pada data empiris. Sehingga untuk mengatasi adanya underestimate tersebut,
model seharusnya dimodifikasi dengan menambah jumlah path (dengan membebaskan
parameter). Sebaliknya, residual negatif berarti bahwa model menilai lebih (overestimates)
konvarians matriks pada data empiris yang dimiliki.Sehingga, modifikasi pada keadaan
tersebut seharusnya dilakukan dengan dihilangkan path (misalnya, dengan menghilangkan
(fix) parameter) yang berhubungan dengan kovarians tersebut.
1. Modifikasi indeks seharusnya dilakukan bersama-sama dengan menggunakan nilai-
nilai expected parameter change (perubahan parameter yang diharapkan /EPC),
yang merupakan perubahan diharapkan pada estimasi parameter yang baru . Tabel
berikut menunjukkan empat skenario berdasarkan yang diharapkan (New Estimate).
Masing-masing skenario tersebut memiliki dampak yang sangat berbeda terhadap
modifikasi model.
43
Perubahan Estimasi
Parameter yang diharapkan
Besar Kecil
Modification Besar
Index Kecil
Pada skenario pertama, modification indeks yang besar juga diikuti dengan
perubahan parameter yang besar pula sehingga seharusnya melakukan Estimasi
baru terhadap parameter tersebut. Pada skenario ke2, modifikasi indeks yang besar
diikuti dengan nilai estimasi baru yang kecil. Dalam hal ini, meskipun kita akan
menghasilkan penurunan chi-square yang signifikan, namun perubahan yang kecil
pada parameter mungkin akan menghasilkan hal tersebut tidak terlalu signifikan.
Sedangkan pada skenario ke 3 modification indeks yang kecil pada suatu
parameter akan menghasilkan estimasi parameter baru yang besar. Apa yang
seharusnya dilakukan dalam hal ini tidak begitu jelas, karena besarnya estimasi baru
tersebut bisa jadi dikarenakan variabilitas sampling dan kurang sensitifnya uji chi-
square pada parameter tersebut. Namun, disarankan modifikasi pada skenario ketiga
ini tidak dilakukan.
Skenario ke 4, modifikasi indeks suatu parameter yang kecil juga memiliki
estimasi parameter baru yang kecil pula. Sehingga, hal ini tidak akan memberikan
manfaat apapun dalam hal model fit.
2.6.6 Notasi-Notasi Model Persamaan Struktural
Seperti sudah dijelaskan sebelumnya bahwa model persamaan struktural terdiri
persamaan pengukuran dan persamaan struktural. Hubungan antara variabel indikator
Skenario 1 Skenario 2
Skenario 3 Skenario 4
44
dengan variabel latennya merupakan persamaan pengukuran sedangkan hubungan antara
variabel laten dikenal sebagai persamaan struktural.
Model persamaan struktural melibatkan sejumlah simbol-simbol matematis (greek),
terutama model persamaan struktural ala Prof. Karl G. Joreskog dan Prof. Dag Sorbom
menggunakan simbol-simbol tersebut mewarnai paket program LISREL.
Model persamaan structural:
ῃ = B ῃ + Γξ + ζ
Model persamaan pengukuran untuk y
y = Λy ῃ + ε
Model persamaan pengukuran untuk x
x = Λx ξ + δ
Notasi-notasi pada persamaan-persamaan didefinisikan sebagain berikut:
y : adalah vector variabel endogen yang dapat diamati berukuran p x 1
x : adalah vektor variable eksogen yang dapat diamati berukuran q x 1
ῃ : adalah vektor random dari variabel laten endogen berukuran m x 1
ξ : adalah vektor random dari variabel laten eksogen berukuran n x 1
ε : adalah vektor kekeliruan pengukuran dalam y berukuran p x 1
δ : adalah vektor kekeliruan pengukuran dalam x berukuran q x 1
Λy : adalah matriks koefisien regresi y atas ῃ berukuran p x m
Λx : adalah matriks koefisien regresi x atas ξ berukuran q x n
Γ : adalah matriks koefisien variabel ξ dalam persamaan struktural berukuran m x n
B : adalah matriks koefisien variabel ῃ dalam persamaan struktural berukuran m x m
45
ζ : vektor kekeliruan persamaan dalam hubungan struktural antara ῃ dan ξ berukuran
m x 1
Berikut ini beberapa asumsi pemodelan persamaan structural:
1. ε tidak berkorelasi dengan ῃ
2. δ tidak berkorelasi dengan ξ
3. ζ tidak berkorelasi dengan ξ
4. ε, δ, dan ζ saling bebas.
2.6.7 Jenis-Jenis Model Persamaan Struktural
Terdapat beberapa jenis umum model-model persamaan struktural (Raykov &
Marcoulides, p5, 2000):
1. Model-model analisis jalur (path analysis models). Dalam model-model analisis jalur
biasanya analisis hanya melibatkan variabel-variabel indikator tanpa melakukan
analisis terhadap konstruk atau konsep yang ingin diukur. Model seperti ini untuk
pertama kali diperkenalkan oleh Sewell Wright (1921). Umumnya, teknik analisisnya
digunakan analisis regresi multipel dimana salah satu asumsinya adalah tidak ada
kekeliruan pengukuran (measurement error) dalam variabel bebas. Dalam analisis
jalur tersebut tidak mempertimbangkan kekeliruan pengukuran. Misalnya, diagram
jalurnya dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Contoh Diagram Path Analysis.
Sumber: Achmad Bachrudin, Harapan L. Tobing, Analisis Data Untuk Penelitian Survai dengan
menggunakan LISREL 8, 2003, hal. 6.
Jam Kerja
Pendidikan
PendapatanLamanya nonton TV
46
2. Model-model analisis farkor konfirmatif (confirmatory factor analysis models).
Umumnya, dalam analisis ini bertujuan untuk mengevaluasi pola-pola antar
hubungan antara beberapa konstruk. Setiap konstruk dibangun oleh indikator-
indikator. Model analisis faktor konfirmatori biasanya tidak diasumsikan arah
hubungan antara konstruk, tetapi hanya adanya hubungan korelatif antara konstruk.
Contoh kasus model ini dinyatakan pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Contoh Diagram Jalur Analisis Faktor Konfirmatori
Sumber: Achmad Bachrudin, Harapan L. Tobing, Analisis Data Untuk Penelitian Survai dengan
menggunakan LISREL 8, 2003, hal. 7.
3. Model-model persamaan struktural (Structural equation models), dalam model-model
seperti ini diasumsikan secara spesifik arah hubungan antara konstruk. Model-model
ini dapat digunakan untuk menguji apakah teori-teori yang diusulkan (proposed
theories) sesuai dengan model-model empirisnya. Gambar 2.3 merupakan contoh
diagram jalur bagi model ini.
x1
x2
x3
x4
x5
x6
ASC
SSC
47
Gambar 2.3 Contoh Diagram Jalur Model Persamaan Struktural
Sumber: Achmad Bachrudin, Harapan L. Tobing, Analisis Data Untuk Penelitian Survai dengan
menggunakan LISREL 8, 2003, hal. 7.
Model ini disebut juga Model Hybrid (Full SEM model) di buku LISREL (Tumpal
JR. Sitinjak, Sugiarto, 2006, p60). Model hybrid merupakan gabungan model
struktural dan model pengukuran. Dalam model hybrid, selain digambarkan hubungan-
hubungan yang ada diantara variabel latent, juga digambarkan hubungan variabel latent
dengan variabel-variabel teramati yang terkait. Berikut contoh model hybrid yang
sederhana.
X1 X2 X3 X4 Y3 Y4
IC
CPP
ESR
CNP
Y5
Y6
Y7
Y1 Y2
E2
E3E1
48
Gambar 2.4 Contoh Sederhana Diagram Model Hybrid
Sumber: Tumpal JR Sitinjak, Sugiarto, Lisrel, 2006, hal. 61.
4. Model-model perubahan laten (latent change models). Yang dimaksud dengan
model-model perubahan laten adalah memungkinkan untuk melakukan studi pola
perubahan karena waktu. Model-model ini terutama berfokus untuk memantau pola
perubahan, seperti pola pertumbuhan (growth), penurunan (decline). Model seperti
ini termasuk longitudinal. Contoh diagram jalur untuk model ini dapat dilihat pada
Gambar 2.5.
HRA1
HRA2
HRA3
HRA4
HRA5
hr pkp
PKPA1
PKPA2
PKPA3
PKPA4
PKPA5
49
Gambar 2.5 Contoh Diagram Jalur Model Perubahan Laten
Sumber: Achmad Bachrudin, Harapan L. Tobing, Analisis Data Untuk Penelitian Survai dengan
menggunakan LISREL 8, 2003, hal. 8.
2.6.8 Keterkaitan Antar Variabel
Konsep dasar yang melandasi keterkaitan antar variabel, yaitu konsep tentang
”obyek penelitian”, ”variabel” dan ”hubungan”.
2.6.8.1 Obyek Penelitian
Obyek penelitian atau sering juga disebut sebagai unit pengamatan, adalah sesuatu
yang akan menghasilkan karaterstik-karateristik atau sifat-sifat yang akan menjadi perhatian
peneliti (Achmad Bachrudin, Harapan L. Tobing, LISREL, p12, 2003). Dalam penelitian
ini, yang menjadi obyek penelitian adalah pelanggan majalah Behind The Screen
2.6.8.2 Variabel
Karateristik adalah ciri yang dipunyai oleh unit pengamatan yang akan menjadi
perhatian seseorang. Bila suatu karakteristik tidak berbeda diantara unit-unit pengamatan,
maka karakteristik tersebut dinamakan konstanta. Dengan demikian unit-unit yang berbeda
akan menghasilkan nilai atau skor yang sama. Bila dilain sisi unit-unit tersebut akan
F1 F2
T1 T2
1
1 0
1
E1 E2
50
memberikan nilai yang berlainan untuk suatu karakteristik tertentu, maka karakteristik
tersebut dinamakan variable (Achmad Bachrudin, Harapan L. Tobing, Analisis Data
Untuk Penelitian Survai dengan menggunakan LISREL 8, p13-14, 2003).
Tipe-tipe variabel :
a) Variabel Kuantiatif : Data berupa angka.
- Variabel Rasio : Berat benda (kg), tinggi (cm), kepadatan penduduk
- Variabel Interval : Variable suhu.
b) Variabel Kualitatif : Data berupa kategori.
- Variabel Ordinal : Variabel sikap (sangat setuju, setuju, kurang setuju, dst.)
- Variabel Nominal : Variabel kepangkatan (gol IVa, IIId, IIIc, dst.)
Dalam penelitian ini variabel yang digunakan adalah variabel kualitatif yang merupakan
variabel data berupa kategori, dengan tipe pertama yaitu variabel ordinal.
2.6.8.3 Hubungan
Dari suatu pengamatan sering muncul suatu keadaan atau fenomena yang
cenderung maju atau bergerak beriringan dengan kejadian atau fenomena lainnya. Suatu
teori dikatakan haruslah merupakan (sekumpulan) pernyataan yang mengaitkan atau
menghubungkan variabel. Oleh karena itu, hubungan antar variabel perlu kita formulasian.
Terdapat beberapa bentuk hubungan antar variabel (Achmad Bachrudin, Harapan L.
Tobing, Analisis Data Untuk Penelitian Survai dengan menggunakan LISREL 8, p15-18,
2003).
(a) Korelasi dan Kausasi. Dua bentuk hubungan ini sering disalahartikan, bahkan
dicampuradukkan. Suatu bentuk hubungan yang sebenarnya korelasi disebut sebagai kausasi
(kausalitas) dan sebaliknya. Pada dasarnya, suatu fenomena bentuk hubungan disebut
bentuk hubungan korelasi bila perubahan dari nilai-nilai atau skor suatu variabel beriringan
searah atau bertolak belakang dengan perubahan nilai-nilai atau skor variabel lainnya.
51
Intinya tidak semua hubungan korelasi adalah hubungan kasualitas atau sebab-akibat.
Hubungan korelasi tidak mengangkat variabel sebab-akibat, dependent-independent, akan
tetapi hanya melihat ada atau tidaknya hubungan searah atau tidak searah.
(b) Spurious. Dalam hubungan kausalitas ataupun korelasi, terlibat dua variabel, berbeda
halnya dengan hubungan spurious. Dalam hubungan spurious dilibatkan paling sedikit tiga
variabel. Dalam hubungan spirious, terjadi hubungan korelasi atau kasualitas antar variabel
disebabkan oleh kehadiran variabel lainnya.
(c) Hubungan langsung dan tidak langsung. Diatas diuraikan tentang hubungan
kausalitas asimetris, yang menyatakan pengaruh dari suatu variabel terhadap variabel
lainnya. Hubungan seperti ini adalah hubungan langsung, artinya sebuah variabel secara
langsung menjadi sebab terjadinya variabel lain. Ada suatu keadaan dimana sebuah variabel
sebab akan mempengaruhi variabel lain melalui mediasi variabel ketiga, yang disebut
variabel intervening (perantara/ penyela). Hubungan kasualitas seperti ini dinamakan
hubungan kasualitas tak langsung.
(d) Hubungan Bersyarat. Diatas sudah diuraikan tentang variabel sebab dan akibat. Selain
kedua jenis variabel tersebut, terdapat pula jenis variabel lain yang disebut variabel bersyarat
(conditional variable). Variabel bersyarat adalah variabel yang menentukan derajat hubungan
sebab akibat. Suatu akibat dari sebuah variabel bisa hilang ketika variabel bersyarat
dipertimbangkan.
Hubungan antar variabel yang diangkat dalam penelitian ini adalah hubungan variabel
KAUSASI atau hubungan KAUSALITAS.
Konsep Dasar Teori Kasualitas
Pernyataan bersifat kausalitas mempunyai 2 komponen, yaitu sebab (cause) dan
Akibat (effect). Secara umum, suatu pernyataan dikatakan bersifat kausalitas (Kenny, 1979;
& Greene, 1993) jika memenuhi ketiga persyaratan berikut ini:
52
1. Time Precedence.
2. Relationship.
3. Nonspuriousness.
Maksud dari persyaratan yang pertama adalah jika variable x mempengaruhi y, maka waktu
“kejadian” variabel x harus lebih dulu dari variabel y atau dapat dinyatakan x, mempengaruhi
yt+k, t adalah waktu dan k > 0. Dengan demikian suatu hubungan bersifat kausalitas adalah
asimetris, ukuran-ukuran statistic seperti korelasi merupakan hubungan simetris sehingga
tidak layak untuk menjelaskan hubungan kausalitas, sedangkan analisis regresi merupakan
hubungan asimetris.
Persyaratan yang kedua menyatakan bahwa hubungan bersifat kausalitas ditandai
dengan adanya hubungan fungsionalitas antara sebab dan akibat. Misalnya, hubungan antar
kuat arus listrik dengan luas penampang penghantar merupakan hubungan kausalitas.
Sedangkan, persyaratan ketiga menyatakan bahwa hubungan bersifat kausalitas
bukan merupakan hubungan spurious. Maksudnya adalah jika variabel ketiga mempengaruhi
variabel eksogen dan endogen, maka hubungan kedua variabel tersebut sebenarnya tidak
ada.
2.6.9 Analisis Regresi Linier
(Achmad Bachrudin, Harapan L. Tobing, Analisis Data Untuk Penelitian Survai
dengan menggunakan LISREL 8, p32-34, 2003). Seperti sudah diungkapkan sebelumnya
bahwa analisis korelasi merupakan hubungan bersifat simetris. Sebaliknya, analisis regresi
merupakan hubungan bersifat asimetris (kausalitas). Dalam analisis ini sudah harus
dibedakan mana yang berlaku sebagai variabel bebas dan variabel tak bebas. Dengan
demikian bahwa regresi merupakan suatu analisis bagaimana hubungan satu variabel tak
bebas, dengan notasi y, denagn satu atau lebih variabel bebas, dinotasikan x, dan hubungan
tersebut dinyatakan dalam suatu persamaan:
53
yi = βо + ... + βрxір + εі , i = 1,...,n
dalam bentuk matriks:
y = Xβ + ε
dimana,
y1 1 x11 ... x1p β0 ε1
y= . , x = 1 x21 ... x2p , β = . , dan ε = .
. . . ... . . .
yn 1 xn1 ... xnp βp εn
Untuk р = 1 disebut regresi sederhana.
Di mana βо,...,βр adalah koefisien regresi parsial dan ε merupakan kekeliruan (disturbance
term) mendeskripsikan variabel-variabel lain yang menentukan variabel tak bebas y. Variabel
x sering kali dikenal sebagai variabel eksogen, prediktor, bebas, regresor, atau stimulus.
Sedangkan variabel y disebut juga variabel tak bebas, prediktan, respons, atau endogen.
Pengertian linier dalam analisis regresi bukan pada variabel bebas, tetapi lebih ditekankan
pada parameter koefisien regresi parsial.
Persamaan regresi tersebut ditaksir oleh:
Ŷi = bо + b1xi1 + ... + bpxip, i = 1,2,...,n
Asumsi-asumsi regresi klasik:
1. Linier dalam parameter
2. Rank (X) = p + 1, rank penuh
3. E(ε|x) = 0, i
4. Var(ε|x) = σ², i
54
5. Matrix X adalah fixed
6. ε berdistribusi normal dengan rata-rata nol dan simpangan baku σ.
Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut, taksiran kuadrat terkecil (ordinary least squares, OLS)
diberikan oleh:
b = [X’X]¯¹X’y
Sifat taksiran ini diungkapkan dalam suatu teorema yang sangat terkenal, yaitu Gauss-
Markov. Berdasarkan teorema tersebut, baik untuk matrix X yang fixed maupun random,
taksiran tersebut memiliki sifat perilaku penaksir terbaik (best linear unbiased estimator,
BLUE) (Greene, 1993).
Sering kali dalam analisis regresi diinginkan satuan pengukuran dihilangkan, dengan
cara setiap variabel dikurangi rata-ratanya, dan selanjutnya dibagi dengan simpangan baku
sehingga persamaan regresinya menjadi:
yi = pyx1xi1 +...+ pyxpxip + εi
Taksiran koefisian regresi tersebut diberikan oleh
Pyxj = bj sxj, j = 1,...,p
sy
dalam hal ini, sxi dan sy masing-masing menunjukkan simpangan baku untuk variabel
prediktor xj dan variabel y dan bj adalah koefisian regresi.
Koefisien regresi pyxi dikenal koefisien regresi parsial standardized yang sering digunakan
dalam analisis jalur.
2.6.10 Sampel Model Persamaan Struktural
Salah satu kelemahan penggunaan model persamaan struktural umumnya akan
sesuai untuk ukuran sampel sangat besar. Kebutuhan teoritis metode penaksiran
55
kemungkinan maksimum dan uji kesesuaian (fit) model didasarkan kepada asumsi sampel
besar. Secara umum, ukuran sampel untuk model persamaan struktural paling sedikit 200
pengamatan (Kelloway, 1998; Marsh et.al.). Bentler dan Chou (1987, dalam Kelloway, 1998)
menyarankan bahwa rasio antara ukuran sampel dan parameter yang ditaksir adalah 5:1 dan
10:1. Joreskog dan Sorbom (1988, hal.32) menyatakan bahwa hubungan antara banyaknya
variabel dan ukuran sampel minimal dalam model persamaan struktural adalah:
Tabel 2.4 Ukuran Sampel Minimal dengan Banyaknya Variabel
Banyaknya
Variabel
Ukuran
Sampel
Minimal
3
5
10
15
20
25
30
200
200
200
360
630
975
1395
Sumber: Achmad Bachrudin, Harapan L. Tobing, Analisis Data Untuk Penelitian Survai dengan
menggunakan LISREL 8, 2003, hal. 68.
56
2.7 Kerangka Pemikiran
Gambar 2.6: Kerangka Pemikiran Teoritis
Bauran Pemasaran Jasa :
- People (SDM)
- Products (Produk)
- Place (Tempat)
- Price (Harga)
- Promotion (Promosi)
LISREL (SEM)
Inovasi Produk Kepuasan Pelanggan
Kepuasan Pelanggan :
- Setia lebih lama
- Membeli lebih banyak
- Kurang terpengaruh terhadap
daya tarik barang lain
- Frekuensi rekomendasi kepada
orang lain