4
Edisi I 2 Desember 2009 www.unnes.ac.id UN-SNMPTN Banyak Kendala Teknis IDE penggabungan Ujian Nasional (UN) dan Seleksi Nasional Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) agaknya akan melewati banyak batu sandungan. Bukan hanya karena baru saja Mahkamah Agung menjatuhkan vonis yang melarang ujian itu digelar, melainkan juga lantaran tak sedikit kesulitan teknis, bahkan filosofis. Susunan Redaksi Pelindung: Rektor Pembina: Pembantu Rektor IV Pemimpin Redaksi: Sucipto Hadi Purnomo Redaksi: Kartika Fajar Cahyani, Sihono, Dwi Sulistiawan, Ariyani Widyastuti, Agus Setyo Purnomo Administrasi: Hendarni Widowati, Alamat Redaksi: UPT Pusat Humas Unnes Lantai II Gedung H Unnes Kampus Sekaran, Telepon 024-8508093 E-mail: [email protected] Redaksi menerima kiriman berita dan artikel sesuai dengan rubrikasi Buletin Banaran Bersambung hlm 3 Pembantu Rektor I Unnes Prof Dr Supriadi Rustad MSi dan St. Kartono guru SMA Kolese De Britto memberikan tanggapan terhadap ide penggabungan UN-SNMPTN dalam diskusi bulanan UPT Pusat Humas Unnes. hon ITULAH benang merah yang bisa ditarik dari diskusi ”Plus-Minus Penggabungan UN-SNMPTN”, Rabu (25/11), di rektorat Universitas Negeri Semarang (Unnes). Tampil sebagai pemantik diskusi yang digelar oleh UPT Pusat Humas Unnes itu Pembantu Rektor Bidang Akademik Unnes Prof Dr Supriadi Rustad MSi dan St Kartono, guru SMA Kolese De Britto Yogyakarta. ”Motif penggabungan ini sebenarnya mulia. Paling tidak dimaksudkan untuk mengurangi beban peserta didik, terutama dari sisi dana, dan bisa menjadi upaya untuk menjaga kesinambungan antarjenjang pendidikan,” kata Supriadi. Namun dari sisi teknik, lanjut guru besar fisika ini, terdapat banyak kesulitan yang bakal mengadang. ”Persoalan pertama menyangkut kredibilitas ujian nasional. Tak bisa dimungkiri bahwa selama ini UN sarat akan kecurangan. Akibatnya, BULETIN UNNES Diterbitkan oleh UPT Pusat Hubungan Masyarakat Universitas Negeri Semarang Sehat Unggul Sejahtera Indikator TAHUN 2009, Ditjen Dikti Depdiknas memberi Unnes 153 kuota orang untuk sertifikasi dosen. Dari jumlah itu, 149 orang lulus dan selebihnya tidak lulus. Tahun sebelumnya, dida- pat kuota 112 orang untuk sertifikasi dosen. Itu termasuk 28 guru besar. Satu orang saja yang tidak lulus kala itu. “Artinya, 25% dosen Unnes sudah tersertifikasi,” ungkap Rektor Prof Dr Sudijono Sastroatmojo saat penyerahan sertifikat, di kampus Sekaran, Kamis ( 25/11). Rektor juga mengimbau para dosen agar setelah menerima sertifikat segera berubah yang mengarah pada peningkatan profesionalitas. sulist 25% Dosen Tersertifikasi grafis: agus

Buletin Sekaran Edisi 1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Buletin mingguan Unnes. diterbitkan humas Universitas Negeri Semarang.

Citation preview

Page 1: Buletin Sekaran Edisi 1

Edisi I 2 Desember 2009 www.unnes.ac.id

UN-SNMPTN Banyak Kendala

TeknisIDE penggabungan Ujian Nasional (UN) dan Seleksi Nasional

Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) agaknya akan melewati banyak batu sandungan. Bukan hanya karena baru

saja Mahkamah Agung menjatuhkan vonis yang melarang ujian itu digelar, melainkan juga lantaran tak sedikit kesulitan teknis,

bahkan filosofis.

Susunan RedaksiPelindung: RektorPembina: Pembantu Rektor IV Pemimpin Redaksi: Sucipto Hadi PurnomoRedaksi: Kartika Fajar Cahyani, Sihono, Dwi Sulistiawan, Ariyani Widyastuti, Agus Setyo Purnomo Administrasi: Hendarni Widowati, Alamat Redaksi: UPT Pusat Humas Unnes Lantai II Gedung H Unnes Kampus Sekaran, Telepon 024-8508093E-mail: [email protected]

Redaksi menerima kiriman berita dan artikel sesuai dengan rubrikasi Buletin Banaran Bersambung hlm 3

Pembantu Rektor I Unnes Prof Dr Supriadi Rustad MSi dan St. Kartono guru SMA Kolese De Britto memberikan tanggapan terhadap ide penggabungan UN-SNMPTN dalam diskusi bulanan UPT Pusat Humas Unnes.

hon

ITULAH benang merah yang bisa ditarik dari diskusi ”Plus-Minus Penggabungan UN-SNMPTN”, Rabu (25/11), di rektorat Universitas Negeri Semarang (Unnes). Tampil sebagai pemantik diskusi yang digelar oleh UPT Pusat Humas Unnes itu Pembantu Rektor Bidang Akademik Unnes Prof Dr Supriadi Rustad MSi dan St Kartono, guru SMA Kolese De Britto Yogyakarta.

”Motif penggabungan ini sebenarnya mulia. Paling tidak dimaksudkan untuk mengurangi

beban peserta didik, terutama dari sisi dana, dan bisa menjadi upaya untuk menjaga kesinambungan antarjenjang pendidikan,” kata Supriadi.

Namun dari sisi teknik, lanjut guru besar fisika ini, terdapat banyak kesulitan yang bakal mengadang. ”Persoalan pertama menyangkut kredibilitas ujian nasional. Tak bisa dimungkiri bahwa selama ini UN sarat akan kecurangan. Akibatnya,

BULETIN UNNES

Diterbitkan oleh UPT Pusat Hubungan Masyarakat Universitas Negeri Semarang Sehat Unggul Sejahtera

Indikator

TAHUN 2009, Ditjen Dikti Depdiknas memberi Unnes 153 kuota orang untuk sertifikasi dosen. Dari jumlah itu, 149 orang lulus dan selebihnya tidak lulus.

Tahun sebelumnya, dida-pat kuota 112 orang untuk sertifikasi dosen. Itu termasuk 28 guru besar. Satu orang saja yang tidak lulus kala itu. “Artinya, 25% dosen Unnes sudah tersertifikasi,” ungkap Rektor Prof Dr Sudijono Sastroatmojo saat penyerahan sertifikat, di kampus Sekaran, Kamis ( 25/11).

Rektor juga mengimbau para dosen agar setelah menerima sertifikat segera berubah yang mengarah pada peningkatan profesionalitas.

sulist

25% Dosen Tersertifikasi

grafis: agus

Page 2: Buletin Sekaran Edisi 1

UN-SNMPTN .....

Sambungan hlm 1

Salam Redaksi

Kami Corong!Kami Telinga!

2

kepercayaan perguruan tinggi negeri (PTN) terhadap UN cenderung rendah. Implikasinya, jika benar-benar ada integrasi, PTN memiliki kebebasan untuk mengakui atau sebaliknya, tidak mengakui kredibilitas.”

Beberapa kepala sekolah baik negeri maupun swasta dalam forum itu juga mengungkapkan beberapa kecurangan yang kerap kali terjadi dalam penyelenggaraan UN.

Karena itu, menurut dia, persoalan yang menyangkut kredibilitas harus diselesaikan lebih dahulu. ”Persoalan lainnya menyangkut karakteristik program studi tertentu di PTN. Pada program studi seni dan olahraga, misalnya, hasil UN tentu

tidak representatif sebagai tolok ukur untuk menyeleksi calon mahasiswa,” ungkapnya dalam diskusi yang dipandu Achiar M Permana, wartawan Suara Merdeka.

Kalaupun integrasi itu dilakukan, kata Supriadi, paling cepat bisa terselenggara 2012, bukan 2010 sebagaimana yang diberitakan di berbagai media selama ini. ”Karena itu, yang terpenting lebih dahulu bukan penggabungan, melainkan pengakuan.’’Penuhi Prasyarat

St Kartono menyatakan tak menampik rencana penggabungan itu asalkan prasyarat menuju UN dipenuhi terlebih dahulu. ”Penyatuan kedua ujian tersebut pasti akan berdampak terhadap penghematan biaya. Siswa juga akan lebih menghemat energi sehingga tidak harus berulang-ulang mengikuti try out,” kata penulis buku

Sekolah Bukan Pasar itu. Menurut Kartono, kalau

penggabungan itu sekadar meringankan beban kepadatan persiapan siswa SMA, UN semestinya dikembalikan sebagai alat pemetaan mutu pendidikan. ”Bukan penentu kelulusan yang tak harus diselenggarakan pada akhir tahun pelajaran. Bahakan jika mungkin, kembalikan kewenangan mengevaluasi siswa kepada gurunya.”

Dia mengaku tidak melihat sisi minus penyatuan itu jika prasyarat keandalan UN dipenuhi. ”Seluruh proses mesti standar dulu, baik menyangkut sarana, prasarana, proses, maupun tenaga kependidikan. Selama itu belum standar, tidak bisa diharapkan sebuah hasil evaluasi yang standar.”

Seputar Kampus

DI tengah-tengah arus moder-nitas, tari klasik masih relevan sebagai acuan dasar pembelajaran budi pekerti.

Dra GKR Koes Murtiyah Wandansari MPd mengemukakan hal itu pada Seminar Nasional “Pengembangan Kesenian Tradisional dalam Kebudayaan Kontemporer,” di Gedung B5 kampus Universitas Negeri Semarang (Unnes) Sekaran Gunungpati Rabu, (18/11).

“Kehalusan budi pada setiap gerak tari klasik sudah jelas memberikan ajaran luhur tentang betapa sangat berharganya nilai budi pekerti,” kata Pengageng Kantor Sasana Wilapa

Tari Klasik Potensial untuk Budi Pekerti

Kraton Serakarta Hadiningrat yang lebih akrab dipanggil Gusti Mung itu.

Selain Gusti Mung, tampil sebagai pembicara Guru Besar Pendidikan Seni Unnes Prof Dr Tjetjep Rohendi Rohidi MA dan dosen Seni Rupa Institut Teknologi Bandung (ITB) Drs Asmujo Jono Irianto MSn.

Prof Tjetjep berpendapat, kesenian merupakan perwujudan yang jelas dalam menunjukkan identitas sebuah bangsa yang memiliki keluhuran budaya, baik yang terbentuk karena proses sejarah maupun sumber daya lingkungan yang ada dan dapat dimanfaatkan.

“Ia menjadi wahana bagi pengekalan warisan dan pengembangan kreatif ke masa depan,” antropolog yang kini menjadi profesor tamu di Universiti Pendidikan Sultan Idris Malaysia

Adapun Asmujo tidak menampik kenyataan bahwa generasi muda di kota besar tidak lagi menjadikan tradisi sebagai bagian keseharian mereka. Bahkan, katanya, mereka tidak lagi paham dan tertarik pada adat istiadat dan tradisi, termasuk seni tradisi.

shp

sulist

Gusti Mung sulist

LAZIMNYA setiap kedatangan pertama, perkenalan perlu dilakukan. Itu pula yang ingin kami sampaikan pada kesempatan ini.

Buletin Sekaran, yang kini berada di tangan Anda, merupakan hasil metamorfosis terbitan serupa yang pernah ada, Geliat. Disebut metamorfosis, karena ”roh” yang lama tetap saja terpiara. Roh itu tak lain adalah semangat untuk menjadikan media seperti ini sebagai corong sekaligus telinga.

Corong adalah sebuah peranti untuk meneriakkan suara dari sumbernya agar bisa jelas didengar khalayak. Corong bisa membuat suara yang semula pelan terdengar lebih keras.

Adapun telinga, jelas, merupakan alat buat mendengar. Mendengar apa saja, baik yang lirih maupun yang keras. Jika corong bertugas mengeluarkan, telinga berguna buat memasukkan.

Kalau saja kedua peranti itu bisa sehat berfungsi, pastilah lahir sebuah kesetimbangan. Tak cuma berteriak, tapi juga mendengar; tak hanya mengeluarkan, tapi juga mendengarkan

Sungguh, kami ingin menjadikan Sekaran sebagai corong sekaligus telinga: telinga kita, corong kita pula!

shp

Page 3: Buletin Sekaran Edisi 1

Kuliah Umum Fakultas Ekonomi

Unnes Menanam Sejuta Harapan

Agenda

Kerja Sama Unnes-Jepang

Seputar Kampus

Mayoritas Dosen Kesulitan Buat Artikel Ilmiah

3

MAYORITAS dosen mengalami kesulitan ketika hendak membuat artikel ilmiah berdasarkan penelitian yang telah mereka lakukan. Akbatnya, hingga sekarang frekuensi pemuatan artikel tersebut di jurnal-jurnal terakreditasi ter-golong rendah.

”Membuat artikel dari laporan penelitian semestinya dengan melakukan penulisan kembali (rewriting), bukan dengan membuat ringkasan (summary),” ungkap Akhmad Mukhadis, guru besar Univer-sitas Negeri Malang dalam Seminar Nasional “Strategi Publikasi Karya Ilmiah Tesis dan Disertasi.” Selasa (24/11), di auditorium Universitas Negeri Semarang

(Unnes) kampus Sekaran. Pengelola jurnal terakre-

ditasi itu juga mengemukakan, penulis artikel harus pandai memilih unsur utama dalam laporan sesuai dengan gaya selingkung jurnal yang dituju. ”Selain itu, mencermati unsur utama seperti abstrak, kata kunci, pendahuluan, metode, hasil, pembahasan, simpulan dan saran, serta

daftar pustaka,” kata reviewer jurnal ilmiah Dikti itu.

Dalam seminar yang dihadiri ratusan mahasiswa program pascasarjana Unnes itu tampil pula belasan pemakalah pendamping. Para pemakalah itu merupakan alumni S2 dan S3 Unnes. agus/shp

FAKULTAS Ekonomi Unnes akan menyeleng-garakan ku-liah umum “Kewirausahaan Mahasiswa Menuju Mahasiswa Sutera: Mengubah Loyang Menjadi Emas”, Kamis (3/12/09) pukul 08.00 di Auditorium kam-pus Sekaran. Pembicara Prof Dr Haryono Suyono (mantan Menteri Lingkungan Hidup, Ketua Yayasan Damandiri-Jakarta). Acara akan diikuti dosen, mahasiswa FE angka-tan 2009, dan tamu undangan.

LABORATORIUM Ju-rnalistik Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia FBS Unnes akan menggelar talk show (pen-tas bincang) “Nulis Kreatif ala Kambing Jantan” bersama Ra-ditya Dika (penulis sekenario film dan novel), Sucipto Hadi Purnomo (Unnes), dan Budi Maryono (novelis). Acara di-helat Minggu (20/12) pukul 09.00 di gedung FBS Unnes. Kegiatan ini terbuka untuk mahasiswa, guru, dosen, dan masyarakat umum. Informasi 081575765931(Deni).

Nulis Kreatif ala Kambing Jantan

agus

Dr Wiyanto MSi, dosen Ju-rusan FIsika Fakultas Matema-tika dan Ilmu pengahuan Alam (MIPA) akan dikukuhkan sebagai guru besar, Selasa (15/12) di auditorium kampus Sekaran. Bersama Wiyanto, akan dikukuhkan pula Dr Sam-sudi MPd, dari Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik (FT) untuk jabatan yang sama. Up-acara pengukuhan akan dip-impim oleh Rektor Prof Dr Sudijono Sastroatmodjo MSi selaku ketua senat.

Pengukuhan Wiyanto

dan Samsudi

shp

shp

honRektor Unnes menanam pohon dibantu Kepala Dinas Kehutanan Jateng.

Akhmad Mukhadis tika

“SATU orang satu pohon, sejuta harapan”. Itulah slogan program Hari Menanam Pohon Indonesia dan Bulan Menanam Nasional yang dihelat di Universitas Negeri Semarang (Unnes) kampus Sekaran, Sabtu (28/11).

Dalam sambutan saat upacara pembukaan, Rektor Unnes Prof Dr Sudijono Sastroatmodjo MSi memparkan tentang rangkaian filosofi satu orang satu pohon. “Jika satu orang yang merupakan bagian dari keluarga menanam satu pohon, satu keluarga itu akan menjadi menanam satu halaman. Kemudian berlanjut satu desa, kabupaten, seterusnya sampai satu negara yang disebut sebagai menanam

harapan,” katanya.Acara itu merupakan

hasil kolaborasi tiga institusi. Unnes sebagai penyedia lahan tanam dan Dinas Kehutanan serta BP DAS Pemali Jerutan menyediakan 6.000 bibit tanaman dari berbagai jenis.

Kepala Dinas Kehutanan Jateng, Dr Ir Sri Puryono KS MP mengungkapkan, kerusa-kan hutan yang terjadi saat ini pada skala yang sangat luas. Bahkan kemampuan hutan sebagai paru-paru dunia sudah hilang. “Sungguh ironis ketika aktifitas industri yang menghasilkan gas rumah kaca meningkat, hutan yang berperan mengabsorbsi gas tersebut justru mengalami kerusakan.” agus/shp

Universitas Negeri Semarang (Unnes) men-jajaki kerja sama dengan Asian Urban Information Centre of Kobe (AUICK) Jepang untuk mewujudkan Unnes sebagai universitas konservasi.

“Kami tengah merintis kerja sama dengan AUICK dan menggandeng Yayas-an Damandiri sebagai fasilitator,” kata Pembantu Rektor I Unnes Supriadi Rustad SEai menerima kunjungan Direktur AUICK Prof Hirofumi Ando di Rektorat Unnes Semarang, Rabu (18/11). AUICK merupakan lem-baga sosial di Kobe, Jepang yang memfokuskan pada penelitian tentang urbanisasi dan dampak yang ditimbulkan oleh urbanisasi.

Ia mengatakan kerja sama yang akan dilakukan akan difokuskan pada hal tersebut, misalnya terkait penataan lingkungan per-kotaan, pemberdayaan masyarakat di suatu wilayah, dan konservasi lingkungan.

sulist

Page 4: Buletin Sekaran Edisi 1

Air Kendi dan Jahatnya Saya

ProfilWiyantoAgar Fisika Lebih Disukai

Podium

4

Oleh Sucipto Hadi Purnomo

TANGGAL 15 Desember mendatang, Dr Wiyanto MSi akan dikukuhkan sebagai guru besar pendidikan fisika. Lelaki kelahiran Wonosobo, 12 Oktober 1963 ini akan menyampaikan pidato pengukuhan “Pembelajaran Fisika untuk Mengembangkan Kompetensi Unggul”.Berikut petikan perbincangan Buletin Sekaran dengan Pembantu Dekan I FMIPA Unnes ini.

Kenapa Anda mengangkat topik ini?Ini berangkat dari hasil survei yang dilakukan oleh Internasional of Physics (IOP) yang berkedudukan di Amerika.

Berdasarkan survei terhadap lulusan fisika yang sudah bekerja selama

sepuluh tahun di Negeri Paman Sam, keterampilan

yang paling banyak digunakan di tempat

bekerja adalah problem solving (pemecahan masalah).

Kedua, bekerja sama dalam tim dan yang ketiga berkomunikasi.

Penguasaan konsep justru ada di urutan kelima. Karena itulah, dalam pidato pengukuhan, saya ingin mengemukakan tentang pemecahan masalah dalam pengajaran fisika.Apa keprihatinan terbesar Anda di bidang pengajaran fisika?Pelajaran ini selama ini terjebak pada rutinitas belaka. Pelajaran hanya bergerak dari guru menuliskan rumus, memberikan contoh soal, kemudian memberikan soal latihan. Semestinya tidak seperti itu. Pelajaran seharusnya menggunakan pendekatan proses supaya siswa bisa menemukan sendiri konsep, bukan sekadar menerima. Makanya, pelajaran fisika perlu

diarahkan pada keterampilan kerja.Tentang siswa yang memenangi olimpiade fisika?Mereka yang juara belum tentu melanjutkan studi ke bidang fisika. Mereka memang benar menyukai fisika atau hanya menyukai kejuaraan itu, itu perlu dicermati. Bagus sekali kalau yang menang itu benar-benar menyukai fisika, melanjutkan S1 fisika, dan menjadi ahli fisika. Namun tampaknya itu belum sepenuhnya terjadi.Ada strategi untuk menjadikan fisika lebih bermakna?Perlu digalakkan penggunaan strategi inkuiri (penemuan). Siswa harus mencari sendiri. Dengan proses itu, siswa bisa menemukan sendiri. Tidak malah dibebani dengan banyak latihan sehingga siswa hanya menghafal dan menjadikan hal itu sebagai beban.Bagaimana pula menjadikan fisika sebagai pelajaran mengasyikan?Contohnya dengan melakukan kegiatan laboratorium secara bersama-sama. Bisa pula di alam terbuka. Misalnya mengukur kecepatan mobil dengan menggunakan stop watch. Ini akan lebih mengasyikan jika dilakukan di lapangan daripada di dalam ruangan yang hanya dengan menggunakan rumus dan contoh soal.

IKIP Semarang, Jurusan Pendidikan Fisika, 1987ITB Jurusan Fisika, 1993UPI Pendidikan IPA, 2005

Prof Dr WIYANTO Pendidikan:

agus/shp

SEMENJAK kecil saya suka menenggak air kendi. Tanpa gelas, tanpa cangkir, langsung gleg… gleg… gleg…

terasalah kesegarannya, hilanglah rasa haus di kerongkongan.

Kenikmatan macam begitu kian sering kureguk pada musim kemarau. Lebih-lebih ketika keri-ngat berlelehan di badan selepas main bola.

Untuk beroleh kenikmatan macam begitu, saya bisa mendapat-kan di mana saja, kapan saja. Tak mesti pulang dulu. Sebab, di setiap rumah di desa saya selalu tersedia minuman segar, gratis, dan

menyegarkan itu.Di Semarang, pada paruh pertama 90-

an, saya masih menemu pemandangan serupa. Di pinggir jalan Banjirkanal Barat, di depan rumah penduduk, saya masih mendapati kendi berisi air. Siapa pun boleh meminumnya, tak terkecuali –bahkan terutama—para tukang becak.

Entahlah, apakah ”fasilitas umum” itu sekarang masih ada. Apakah di desa saya juga, di rumah siapa saja, setiap anak masih bisa merasakan kenikmatan sederhana yang pernah saya rasakan dulu?

Kalaupun masih, pastilah tak seperti ketika saya kecil dulu yang bisa dengan

ringan hati meraih kendi itu dan langsung menenggaknya. Saya tak tahu persis, apakah kanak-kanak zaman sekarang lebih suka minum air dalam kemasan plastik ketimbang air kendi, sebagaimana di kota-kota orang berseminar tentang konservasi, tapi pada saat bersamaan justru ikut menambah sampah plastik lewat kemasan air mineral yang menemani forum mereka.

Dan kini, setiap kali pulang di desa, saya lebih sering minum air dalam galon atau air dalam kemasan plastik. Untuk itu, sungguh saya merasa berdosa pada ibu saya. Betapa jahatnya saya karena diam-diam curiga, jangan-jangan air godokan ibu saya yang dimasukkan ke kendi tak higienis lagi, kalah higienis daripada air dalam kemasan plastik.*