Hubungan Hiperlipidemia Terhadap Kejadian Angina Pektoris

Embed Size (px)

DESCRIPTION

science

Citation preview

PENGARUH PENINGKATAN KADAR KOLESTEROL TOTAL, LOW DENSITY LIPOPROTEIN CHOLESTEROL, DAN TRIGLISERIDA (KONDISI HIPERLIPIDEMIA) TERHADAP INSIDENSI TERJADINYA ANGINA PECTORIS PADA PENDERITA PENYAKIT JANTUNG KORONER1. PLEASE ESTABLISH CONCEPTUAL FRAMEWORK FOR RELATING ONE RISK FACTOR WITH CASE EVENT.

2. PLEASE EXPLAIN HOW DO YOU SELECT STRONG AND WEAK CONFOUNDING FACTOR (LION-FOX PHENOMENON).

Menurut American Heart Association dalam Laporan Heart Disease and Stroke Statistics (2009), faktor risiko untuk penyakit jantung koroner dan angina pektoris yaitu: (American Heart Association, 2009) (1) Hipertensi 33,3%; (2) Kebiasaan merokok 20,8%; (3) Kurangnya aktifitas fisik 30,8%, (4) Peningkatan kolesterol darah (kolesterol total, kolesterol LDl, trigliserida) 31,3%; (5) Obesitas 66,7%, dan (6) Diabetes Mellitus 130 mg/dl, kelebihan trgliserida melebihi 200 mg/dl. Abnormalitas dari lipid plasma dapat menyebabkan kecenderungan pada penyakit koroner, serebrovaskular, dan pembuluh darah perifer.(Stapleton, 2010)Diet makanan dengan lemak jenuh dan kolesterol yang tinggi, obesitas, serta kurangnya aktifitas fisik merupakan beberapa faktor resiko terjadinya hiperlipidemia yang telah diketahui.(Cook, 2009)Klasifikasi hiperlipidemia dapat berdasarkan atas primer yang tidak jelas sebabnya dan sekunder yang mempunyai penyakit dasar seperti pada sindroma nefrotik, diabetes melitus, dan hipotiroidisme. Selain itu, hiperlipidemia dapat juga dibagi berdasarkan profil lipid yang menonjol, seperti hiperkolesterolemi, hipertrigliseridemi, isolated low HDL-cholesterol, dan hiperlipidemia campuran. Bentuk yang terakhir ini yang paling banyak ditemukan.(Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam Indonesia, 2009)

2. AterosklerosisAterosklerosis merupakan salah satu jenis dari arteriosklerosis yang terjadi pada arteri besar dan sedang, berupa terbentuknya bercak seperti bubur yang terdiri dari penumpukan lemak kolesterol pada tunika intima pembuluh darah. Keadaan ini akan mengakibatkan terjadinya penebalan pada dinding pembuluh darah dan hilangnya elastisitas arteri, disertai perubahan degenerasi tunika media dan intima. Pada bagian tengah bercak terdapat gumpalan yang mengandung lemak (lipid core). Bercak berlemak dengan inti besar yang disebut ateroma, menonjol ke dalam lumen pembuluh darah, dapat menyumbat aliran darah dan akhirnya menimbulkan komplikasi yang serius.(Price, 2006)Aterosklerosis dapat menyerang arteri pada otak, jantung, ginjal, organ vital lainnya, dan ekstremitas. Bila aterosklerosis terjadi pada arteri yang mensuplai darah ke otak (arteri karotis dan percabangannya) maka akan menimbulkan stroke, dan bila terjadi pada arteri koronaria dapat menimbulkan penyakit jantung iskemia yang dapat menyebabkan kematian.(Di Tullio, 2008)Di Amerika Serikat dan banyak negara barat, aterosklerosis merupakan penyebab kematian terbanyak. Hal ini diduga berkaitan dengan perubahan pola makan dan kurangnya olahraga. Aterosklerosis sering terjadi pada usia di atas 40 tahun, tetapi bisa juga terjadi pada usia lebih muda. Penyakit ini sebenarnya diawali sebagai perubahan yang tidak nyata pada pembuluh darah pada usia anak-anak dan tanpa gejala. Sejalan dengan bertumbuhnya umur maka baru menunjukkan manifestasi klinik pada usia pertengahan sampai usia lanjut.(American Heart Association, 2009)Faktor risiko terjadinya aterosklerosis dibagi menjadi dua yaitu faktor risiko mayor dan faktor risiko minor. Faktor risiko mayor terdiri atas hiperlipidemia, hipertensi, merokok, diabetes melitus. Sedangkan faktor risiko minor terdiri atas kurangnya gerak fisik/olahraga yang teratur, stres emosional, pemakaian kontrasepsi oral, hiperurisemia, obesitas, dan diet tinggi karbohidrat.(Himbergen, 2009) Saat ini masih sulit untuk mengidentifikasi penyebab langsung yang bertanggung jawab terhadap inisiasi lesi ateroma dan kontribusinya terhadap pembentukan plak. Namun telah diketahui bahwa disfungsi endotel dan kadar kolesterol yang tinggi dalam sirkulasi, salah satunya adalah oxLDL, memainkan peranan penting dalam proses proinflamasi yang memicu tahap awal dalam perkembangan plak aterosklerosis.(Wallenfeldt, 2004) Apapun penyebabnya, tahap ini ditandai oleh sebuah akumulasi lipid dalam makrofag pada celah subendotelial sebagai sebuah konsekuensi dari peningkatan migrasi monosit. Akumulasi sel-sel ini pada titik-titik tertentu pada dinding arteri sedang dan kecil diperantarai oleh kemokin dan molekul adesi yang diproduksi oleh endotel yang rusak.(Burkhard, 2004)Setelah masuk ke dalam celah endotel, monosit akan berdiferensiasi menjadi makrofag yang mengekspresikan reseptor membran berupa Toll-like receptors dan Scavenger receptor yang berpartisipasi dalam membersihkan oxLDL melalui proses pengenalan dan fagositosis dari partikel oxLDL.(Itabe, 2011) Limfosit dapat pula bertransmigrasi dan berakumulasi dalam dinding arteri sejak fase awal proses ini. Komponen protein dari partikel LDL diproses dan dipresentasikan dalam bentuk peptida oleh makrofag (dapat pula oleh sel dendritik) kepada limfosit T dalam konteks Major Histocompability Complex Class II (MHC-II). (Shalhoub, 2011)Ketika proses inflamasi menjadi kronik, sel-sel otot polos akan mulai bermigrasi dari tunika media ke dalam tunika intima pembuluh darah, sebagai respon terhadap kemokin dan dipicu pula oleh pelepasan Membrane Metalloproteinase (MMPs) yaitu enzim yang membantu sel otot polos untuk merusak dan melewati lamina elastika menuju celah subendotelial.(Louis, 2010)Sel-sel otot polos yang bermigrasi berkontribusi pada pembentukan sel busa dan selubung fibrosa (fibrous cap) dari ateroma. Proses ini difasilitasi oleh sitokin berupa IFN dan TNF yang disekresi oleh sel-sel Proaterogenik Th1 dan juga IL-12 yang diseksresi oleh makrofag dan sel busa. Selanjutnya, sel busa (foam cell) mati oleh proses apoptosis dan meninggalkan kristal kolesterol yang tidak dapat didegradasi yang membentuk inti lipid dari plak aterosklerosis.(Singh, 2002) Inflamasi yang terus menerus akan menciptakan sebuah siklus dari migrasi sel, diferensiasi dari sel-sel otot polos, produksi kemotaktik dan mediator proinflamasi, dan kematian sell akan menyebabkan proses remodelling dari dinding pembuluh darah dan pembentukan lapisan baru yang disebut neointima. (Milioti, 2008)Neointima sebagai bagian dari plak aterosklerosis yang terus terbentuk akan menciptakan lapisan yang menonjol ke lumen yang dapat menyumbat sirkulasi darah. Jika selubung fibrosa (fibrous cap) dari plak aterosklerosis kuat dan tebal maka plak tidak mudah untuk ruptur sehingga disebut plak stabil (stable plaque). (Pasterkam, 2000) Namun, jika selubung fibrosa (fibrous cap) dari plak aterosklerosis lemah dan tipis maka plak akan mudah untuk ruptur sehingga disebut plak tidak stabil (vurnerable plaque). Kekuatan dan ketebalan dari selubung fibrosa ditentukan oleh banyaknya lapisan sel yang membentuknya dan keberadaan sel-sel proinflamasi dalam selubung tersebut. (Van der Wal, 1999)3.Angina Pektoris

Angina pektoris adalah nyeri dada yang menyertai iskemia miokardium. Nyeri biasanya digambarkan sebagai suatu tekanan substernal, kadang-kadang menyebar turun ke sisi medial lengan kiri. (Christensen, 2004) Hal ini merupakan suatu gejala klinik yang disebabkan oleh iskemia miokard yang sementara. Ini adalah akibat dari tidak adanya keseimbangan antara kebutuhan oksigen miokard dan kemampuan pembuluh darah koroner menyediakan oksigen secukupnya untuk kontraksi miokard. (Tobin, 2010)Penderita dengan angina pektoris dapat dibagi dalam beberapa subset klinik. Penderita dengan angina pektoris stabil, pola sakit dadanya dapat dicetuskan kembali oleh suatu kegiatan dan oleh faktor-faktor pencetus tertentu, dalam 30 har terakhir tidak ada perubahan dalam hal frekuensi, lama, dan faktor-faktor pencetusnya (sakit dada tidak lebih lama dari 15 menit).(Guthrie, 1975) Pada angina pektoris tidak stabil, umumnya terjadi perubahan-perubahan pola berupa meningkatnya frekuensi, parahnya dan atau lama sakitnya dan faktor pencetusnya. Sering termasuk di sini sakit waktu istirahat, pendeknya terjadi crescendo ke arah perburukan gejala-gejalanya.(Yeghiazarians, 2004) Subset ketiga adalah angina prinzmetal (variant) yang terjadi karena spasme arteri koronaria.(Bagian Kardiologi FK UI, 2003)Faktor pencetus yang paling banyak menyebabkan angina adalah kegiatan fisik, emosi yang berlebihan, dan kadang-kadang sesudah makan. Semua keadaan ini meningkatkan kebutuhan oksigen miokard dengan meningkatkan baik denyut nadi maupun tekanan darah sistemik.(Frattaroli, 2008)Penyebab dari angina pektoris stabil biasanya adalah suatu penyempitan arteri koronaria proksimal yang bermakna (> 75 %). Penyempitan ini paling sering disebabkan oleh keberadaan plak aterosklerosis pada dinding pembuluh darah yang menghalangi lumen.(Bagian Kardiologi FK UI, 2003)Ruptur plak aterosklerotik dianggap penyebab terpenting angina pektoris tak stabil, sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau total dari arteri koronaria yang sebelumnya mempunyai penyempitan yang minimal.(Mann, 1998) Penutupan pembuluh darah 100% akan terjadi infark dengan elevasi segmen ST, sedangkan bila kurang dari 100%, dan hanya menimbulkan stenosis yang berat maka akan terjadi angina tidak stabil. (Hong, et. al., 2004) Selain itu, terjadinya vasokontriksi juga mempunyai peran penting pada angina pektoris. Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang diproduksi oleh platelet berperan dalam perubahan tonus pembuluh darah dan menyebabkan spasme.(Lewy, 1980) Spasme yang terlokalisir seperti pada angina prinzmetal juga dapat menyebabkan angina tidak stabil. Adanya spasme seringkali terjadi pada plak yang tidak stabil, dan mempunyai peran dalam pembentukan trombus.(Japanese Circulation Society Joint Working Group, 2008) ORBIS 3: CONDUCT THE CORRELATION, CAUSE-EFFECTSTUDIES, ETC. AMONG THE VARIABLES1. Hiperlipidemia dan Aterosklerosis

Hiperlipidemia diyakini mengganggu fungsi endotel dengan meningkatkan produksi radikal bebas oksigen. Radikal ini menonaktifkan oksida nitrat, yaitu faktor endothelial-relaxing utama.(Duplain, et. al., 2001) Apabila terjadi hiperlipidemia kronis, lipoprotein tertimbun dalam lapisan intima di tempat meningkatnya permeabilitas endotel. Pemajanan terhadap radikal bebas dalam sel endotel dinding arteri menyebabkan terjadinya oksidasi kolesterol LDL, yang berperan dan mempercepat timbulnya plak ateromatosa.(Vogiatzi, 2009) Oksidasi LDL-C diperkuat oleh kadar kolesterol HDL yang rendah, diabetes melitus, efisiensi estrogen, hipertensi, dan adanya derivat merokok. Sebaliknya, kadar kolesterol HDL yang tinggi bersifat protektif terhadap timbulnya penyakit arteri koroner bila terdiri atas sedikitnya 25% kolesterol total. (Price, 2006)Hiperkolesterolemia memicu adhesi monosit, migrasi sel otot polos subendotel, dan penimbunan lipid dalam makrofag dan sel-sel otot polos. Apabila terpajan dengan kolesterol LDL yang teroksidasi (oxLDL), makrofag menjadi sel busa (foam cell), yang beragregasi dalam tunika intima, yang terlihat secara makroskopis sebagai bercak lemak (fatty streak).(Libby, 2006) Akhirnya, deposisi lipid dan jaringan ikat mengubah bercak lemak ini menjadi ateroma lemak fibrosa yang matur. Seiring dengan berjalannya waktu, dan kadar kolesterol yang tidak tertangani dengan baik ateroma akan berkembang menjadi plak aterosklerosis.(Price, 2006)2. Aterosklerosis dan Angina PektorisRuptur plak aterosklerotik dianggap penyebab terpenting angina pektoris tak stabil, sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau total dari arteri koronaria yang sebelumnya mempunyai penyempitan yang minimal. Dua pertiga dari pembuluh yang mengalami ruptur sebelumnya mempunyai penyempitan 50% atau kurang, dan pada 97% pasien dengan angina tak stabil mempunyai penyempitan kurang dari 70%.(Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam Indonesia, 2009)

Plak aterosklerotik terdiri dari inti yang mengandung banyak lemak dan pelindung jaringan fibrotik (fibrotic cap). Plak yang tidak stabil terdiri dari inti yang banyak mengandung lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima yang normal atau pada bahu dari timbunan lemak.(Gutstein, 1999) Kadang-kadang keretakan timbul pada dinding plak yang paling lemah karena adanya enzim protease yang dihasilkan makrofag dan secara enzimatik melemahkan dinding plak (fibrous cap).(Setianto, 2011)Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi platelet dan menyebabkan aktivasi terbentuknya trombus.46(brheart) Bila trombus menutup pembuluh darah 100% akan terjadi infark dengan elevasi segmen ST, sedangkan bila trombus tidak menyumbat 100%, dan hanya menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi angina tidak stabil.(Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam Indonesia, 2009)3. Hiperlipidemia dan Angina Pektoris melalui Peran Aterosklerosis

Disfungsi endotel dan kadar kolesterol yang tinggi dalam sirkulasi, salah satunya adalah oxLDL, memainkan peranan penting dalam proses proinflamasi yang memicu tahap awal dalam perkembangan plak aterosklerosis.(Li, 2005)Plak aterosklerosis yang terus terbentuk akan menciptakan lapisan yang menonjol ke lumen yang dapat menyumbat sirkulasi darah. Ruptur plak aterosklerotik dianggap penyebab terpenting angina pektoris tak stabil, sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau total dari arteri koronaria yang sebelumnya mempunyai penyempitan yang minimal. (Mann, 1998) ORBIS 4: EXPLORE THE SURROUNDING FACTORS

Hasil analisa hingga orbis ke-3, ternyata ditemukan faktor lain dari fraksi lipid yang berpengaruh terhadap terjadinya aterosklerosis dan angina pektoris yaitu obesitas.

Obesitas adalah merupakan kunci penting dari terjadinya peningkatan kejadian penyakit jantung koroner (PJK). Peningkatan berat badan dengan indeks masa tubuh lebih dari 30 kg/m2 meningkatkan risiko PJK 4 kali lipat, baik pada laki-laki ataupun wanita.(Aryana, 2011)Pada awalnya obesitas dianggap sebagai faktor yang memberikan kontribusi pada risiko PJK melalui faktor lain berhubungan seperti hipertensi, dislipidemia, dan diabetes. Pada tahun-tahun terakhir telah dapat dibuktikan bahwa distribusi jaringan lemak berpengaruh pada tingginya risiko PJK.(Aryana, 2011)Pada penelitian sebelumnya telah didapatkan bahwa pada obesitas sentral akan terjadi penurunan kadar adiponektin sehingga meningkatkan kejadian PJK. Adiponektin adalah salah satu protein spesifik yang disekresikan jaringan lemak. Adiponektin dapat dideteksi didalam sirkulasi dan mempunyai efek protektif sebagai antiaterogenik.(Aprahamian, 2011) Adiponektin dapat menekan penempelan lekosit pada endotel sehingga menghambat perkembangan aterogenesis. Adiponektin akan bekerja menghambat rangsangan dari Tumor Necrosing Factor (TNF ) pada endotel untuk mengekspresikan molekul adesi.(Antoniades, 2009)Selain itu, pada obesitas juga ditemukan penurunan bioavailibilitas dari Nitric Oxide (NO). Nitric oxide (NO) adalah vasodilator alami yang dihasilkan oleh endotel pembuluh darah. NO telah terbukti dapat mencegah adesi monosit pada permukaan endotel dalam proses inflamasi endotel sebagai tahap awal fase aterosklerosis.(Bath, 1991) Selain itu, melalui penurunan stres oksidatif NO dapat menghambat transkripsi dari MCP-1 dan VCAM-1, yaitu protein yang memiliki peran penting dalam menginisiasi proses inflamasi pada dinding pembuluh darah. Migrasi dan proliferasi dari Vascular Smooth Muscle Cell (VSCM) juga memainkan peran penting dalam proses patogenesis pembentukan plak aterosklerosis. Migrasi dan proliferasi tersebut juga dapat dihambat oleh NO. (Williams, 2002) ORBIS 5: CONFIRMORRE-CONSTRUCT NEW CONCEPTUAL FRAMEWORKHasil analisa hingga orbis ke-4 menunjukkan perlunya untuk membangun suatu kerangka konsep baru yang memuat faktor baru yang mempengaruhi terjadinya aterosklerosis dan angina pektoris yang ditemukan pada tahap-tahap analisa orbis sebelumnya. Maka kerangka konsep yang telah dibangun dan dikembangkan, yaitu:

4.PLEASE SELECT AND ELABORATE THE STUDY DESIGN OF YOUR PREFERENCE (cross-sectional, case control, cohort, . . . .. ).

Desain penelitian ini adalah case control dimana ingin diidentifikasi suatu faktor risiko (kondisi hiperlipidemia) dari suatu penyakit (angina pektoris) dengan arah penyelidikan yaitu retrospektif atau dimulai sejak awal penelitian. Pada penelitian dengan desain case control, ketidakseimbangan karakteristik sampel dapat mempengaruhi kesimpulan. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dilakukan pencocokan (matching) antara case dan control. Dalam penelitian case control juga harus hati-hati dalam menganalisis confounding factor. Jika memungkinkan maka confounding factor itu harus dieksklusikan, tetapi jika mempertimbangkan dari kondisi keterbatasan studi ini maka peneliti tidak mengeksklusikannya.

Menurut American Heart Association dalam Laporan Heart Disease and Stroke Statistics (2009), faktor risiko untuk penyakit jantung koroner dan angina pectoris yaitu: (1) Hipertensi 33,3%; (2) Kebiasaan merokok 20,8%; (3) Kurangnya aktifitas fisik 30,8%, (4) Peningkatan kolesterol darah (kolesterol total, kolesterol LDl, trigliserida) 31,3%; (5) Obesitas 66,7%, dan (6) Diabetes Mellitus